Akulturasi Budaya Jawa dan Tionghoa dalam Wayang Orang

Heny Rahayu
2016.08.19
Malang
Wayang-Orang-1.jpg

Peserta pagelaran wayang orang sedang menata kostum dan berias di belakang panggung sebelum tampil. (Heny Rahayu/BeritaBenar)

Wayang-Orang-2.jpg

Evi Cahyuni yang terlahir bernama Hoo Fei Fei (kanan) sedang dipasangkan gelang. (Heny Rahayu/BeritaBenar)

Wayang-Orang-3.jpg

Tarian gambyong membuka dan menyambut tamu undangan. (Heny Rahayu/BeritaBenar)

Wayang-Orang-5.jpg

Adegan Hanoman berseteru dengan Rahwana. (Heny Rahayu/BeritaBenar)

Wayang-Orang-6.jpg

Pemain wayang orang merias wajah. (Heny Rahayu/BeritaBenar)

Wayang-Orang-7.jpg

Para pemain berada di ruang ganti usai tampil. (Heny Rahayu/BeritaBenar)

Wayang-Orang-8.jpg

Pemain wayang orang melakukan foto selfie sebelum pementasan. (Heny Rahayu/BeritaBenar)

Wayang-Orang-9.jpg

Kwee Kiat Siang atau Shinta Dewi Kusuma menunjukkan koleksi kostum wayang orang. (Heny Rahayu/BeritaBenar)

Wayang-Orang-10.jpg

Foto kelompok wayang orang Ang Hien Hoo yang semua pemainnya dari etnis Tionghoa berfoto dengan Presiden Sukarno di Istana Merdeka tahun 1962. (Heny Rahayu/BeritaBenar)

Harum dupa menyeruak dalam alunan gamelan yang menggema di ruangan yang berhiaskan  lampion merah, memperkental suasana akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa.  Kidung karawitan terdengar merdu dari bibir dua sinden yang duduk  bersimpuh. Ratusan orang “terhipnotis” di Klenteng Eng An Kiong, Malang, Jawa Timur, pada  malan pertengahan bulan Juli itu.

Wayang Wong atau Wayang Orang Kelompok Bara Pra Tama, sajian khusus untuk memperingati 191 tahun kelenteng itu, belum lagi digelar, namun penonton sudah memenuhi ruangan. Sebagian bahkan hadir mengenakan pakaian adat. Selain wajah lokal dengan tampang Melayu, dan turis manca negara, penonton dari etnis Tionghoa juga hadir malam itu. Tidak heran karena pemain Wayang Orang Bara Pra Tama sebagian pemainnya adalah juga warga keturunan Tionghoa.

Bara Pra Tama didirikan tahun1989 oleh Kwee Kiat Siang atau Shinta Dewi Kusuma yang sudah menyukai wayang sejak kecil. Dia membimbing ketiga anaknya untuk belajar menari dan mengikuti pementasan wayang orang.

Pada era 1960-an semua pemainnya adalah warga etnis Tionghoa. Pada tahun awal 1970-an, mayoritas pemain juga masih warga etnis Tionghoa. Jumlah yang cukup besar jika dibandingkan saat ini yang hanya tersisa enam orang dari 40 pemain.

Gemulai penari Gambyong menyambut para tamu, membuka pertunjukan malam itu, sebelum akhirnya pagelaran wayang orang dimulai.

Penonton terkesima, tak terasa adegan demi adegan selama dua jam berakhir sudah. Di tengah kecendrungan semakin turunnya peminat terhadap  Wayang Wong, pemandangan malam itu cukup menyejukkan melihat penonton  tak bergeming walaupun para penari telah hilang ke balik panggung.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.