Ngusaba Kasa, Ketika Remaja Tenganan Berpesta

Gadis dan perjaka menari bergantian dengan memilih pasangan sehingga Ngusaba Kasa juga dikenal sebagai ajang mencari jodoh.
Anton Muhajir
2017.02.17
Karangasem
Ngusaba-Kasa-1.JPG

Sesuai tradisi di Tenganan para lelaki menyiapkan sate untuk upacara Ngusaba Kasa. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Ngusaba-Kasa-2.JPG

Seorang gadis Tenganan dirias untuk untuk acara Ngusaba Kasa. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Ngusaba-Kasa-3.JPG

Perhiasan khusus yang dipakai para daha (remaja putri) untuk menari saat puncak Ngusaba Kasa. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Ngusaba-Kasa-4.JPG

Seorang gadis sedang dipakaikan geringsing turun temurun yang harganya mencapai ratusan juta rupiah. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Ngusaba-Kasa-5.JPG

Para pemuda membawa keris warisan keluarga dalam Ngusaba Kasa. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Ngusaba-Kasa-6.JPG

Para pemuda berjalan menuju para gadis yang menari saat berlangsung puncak Ngusaba Kasa. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Ngusaba-Kasa-7.JPG

Para gadis dalam hiasan khusus untuk acara Ngusaba Kasa tampak bersenda gurau. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Ngusaba-Kasa-8.JPG

Sepasang teruna (perjaka) dan daha (gadis) menari saat Ngusaba Kasa. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Ngusaba-Kasa-9.JPG

Anak-anak juga dirias meski sekadar menonton para remaja menari. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Tenganan Pegeringsingan di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali bagian timur adalah satu desa Bali Aga atau Bali tua, yang memiliki tradisi berbeda dengan Hindu Bali umumnya.

Jika umat Hindu Bali merayakan tahun baru dengan Nyepi, warga Tenganan memperingatinya dengan Ngusaba Kasa. Kasa, adalah bulan pertama sistem kalender setempat.

Menurut I Putu Yudiana, Kepala Desa Tenganan, warganya percaya pada bulan Kasa itu sungsungan atau Dewa yang mereka hormati lahir.

“Kami menggelar tari rejang sebagai doa dan kidung suci untuk menghormati sungsungan,” katanya, Kamis pekan lalu.

Saat Ngusaba Kasa, para daha (gadis) dan teruna (perjaka) menari dengan lokasi dan pakaiaan berganti, selama lima hari. Sebagai bentuk penghormatan, mereka mengenakan pakaian dan perhiasan terbaik. Puncaknya, hari terakhir, Ngusaba Kasa, menjadi semacam pesta bagi mereka.

“Sekarang bebas karena Betara sampun mantuk,” kata Ni Kadek Dwika Mahayani, seorang gadis 21 tahun, mengatakan jika Dewa sudah pulang, sehingga hari terakhir menjadi pesta bagi remaja Tenganan.

Para gadis mengenakan geringsing, kain tenun khas daerah itu yang diwariskan secara turun-temurun dalam keluarga Tenganan. Harga per lembarnya bisa mencapai ratusan juta bahkan lebih.

“Ada yang harganya bahkan sampai Rp2 miliar,” kata Mahayani.

Para teruna juga menggunakan kain geringsing terbaik. Selain selendang, mereka juga wajib membawa keris yang diwarisi turun-temurun.

Di depan Balai Agung, mereka menari secara bergantian, tiga demi tiga dengan memilih pasangan. Karena itulah, Ngusaba Kasa juga dikenal sebagai ajang mencari jodoh.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.