Subak: Keindahan, Wujud Syukur, dan Keluhan Petani Bali

Keindahan terasering sawah di Bali menjadi daya tarik wisata, namun petani mengeluh tidak mendapat bagian dari kue pariwisata itu.
Anton Muhajir
2017.09.08
Denpasar
Subak-1.jpg

Lanskap persawahan Bali di daerah Pupuan. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Subak-2.jpg

Pembagian peran dalam pertanian Bali membuat perempuan umumnya bertugas menanam padi. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Subak-3.jpg

Petani menata pematang sawah agar air bisa terbagi dengan baik. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Subak-4.jpg

Seorang warga bersembahyang di pura di sawah untuk memuja Dewi Sri, sebagai dewi padi dan pemberi kesuburan. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Subak-5.jpg

Petani di Ubud bertani di antara kepungan vila. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Subak-6.jpg

Petani di Jatiluwih memasang pagar pembatas agar turis tidak memasuki sawah mereka. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Subak-7.jpg

Anggota subak bergotong royong membersihkan saluran irigasi secara berkala. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Subak-8.jpg

Instalasi seni “Bali Not for Sale” untuk mengkritik maraknya jual beli tanah. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Subak-9.jpg

Sepasang turis dan pemandu menikmati pemandangan persawahan Bali. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Subak-10.jpg

Umat Hindu di Gianyar melakukan tarian terima kasih atas hasil panen. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Bagi petani di Bali, bertani tidak hanya tentang cara memproduksi hasil pertanian seperti padi atau tanaman palawija, tetapi juga wujud bakti kepada alam. Subak, sistem irigasi tradisional Bali, adalah salah satu buktinya.

Subak memiliki dua makna sebagai sistem irigasi tradisional maupun sebutan bagi kelompok petani di Bali.

Sebagai sistem irigasi tradisional, subak meliputi tata cara pengairan di sawah termasuk pembagian antara para anggota kelompok.

Sebagai kelompok petani, subak mengatur keseluruhan tahapan dalam sistem pertanian termasuk upacara adat terkait pertanian.

Hasil teknik irigasi tradisional itu terlihat pada pembagian air yang adil kepada anggota kelompok yang mampu menjangkau wilayah dengan lanskap berundak dan curam.

Secara kasat mata, sawah-sawah di Bali umumnya berundak menjadi pemandangan indah seperti terlihat di Jatiluwih dan Pupuan di Kabupaten Tabanan dan Ubud di Gianyar.

Sebagai wujud syukur, petani juga menghaturkan sesaji tiap hari selain saat upacara besar, enam bulan sekali.

Keindahan berbalut tradisi ini menarik turis domestik maupun mancanegara.

Namun, di sisi lain ini juga menjadi masalah bagi petani. Mereka merasa tidak mendapatkan bagian dari kue pariwisata.

“Kami tidak dapat bagian apa-apa,” kata I Ketut Lada, petani di Jatiluwih.

Sebagian petani sampai memasang pagar bambu agar turis tidak masuk ke pematang sawah karena bisa merusaknya.

Ancaman lain terhadap subak adalah maraknya jual beli dan alih fungsi lahan, terutama di perkotaan.

Sejumlah seniman pun merespon dengan membuat gerakan “Bali Not for Sale” sebagai ajakan agar petani tetap mempertahankan keindahan sawah, termasuk sistem subaknya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.