Geliat Solo Menari 24 Jam
2016.05.03
Solo
“Menyemai Rasa Semesta Raga” menjadi tema Solo Menari 24 Jam yang dihelat menyambut Hari Tari Dunia 29 April 2016 yang juga menandai 10 tahun kegiatan ini. Tema ini sengaja dipilih karena dirasa sesuai dengan makna yang dibangun dari penyatuan angka 1 dan 0 dalam bilangan sepuluh.
Penyatuan 1 dan 0 dalam angka 10 dimaknai sebagai penyatuan antara rasa dan raga. Rasa selalu butuh raga untuk media ungkapnya dan raga selalu berharap pada rasa sebagai penggeraknya.
“Olah rasa dan gerak raga adalah catatan sejarah, kami mengapresiasi tarian dari segala penjuru dengan berpegang pada perbedaan sebagai sebuah keberkahan,” ujar Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Sri Rohana, yang juga salah satu inisiator Solo Menari 24 Jam 2016.
Tidak kurang dari 3.000 penari dari 150 sanggar tari dengan 221 kelompok tari dari Solo dan daerah lain ikut memeriahkan acara yang berlangsung mulai dari Kamis 28 April pukul 16.00 WIB hingga Jumat 29 April 2016 pukul 16.00 WIB.
Tarian umbul donga di Rektorat ISI Solo membuka perhelatan ini dan ditutup dengan karnaval di Koridor Jenderal Soedirman.
Ribuan penari tampil bergantian dengan durasi antara 5 hingga 10 menit di tujuh tempat berbeda, yaitu Rektorat ISI Solo, Gedung Teater Besar ISI Solo, Teater Kecil ISI Solo, Pendopo ISI Solo, Benteng Vastenburg, SMK N 8 Surakarta dan Koridor Jenderal Soedirman. Tidak hanya tari tradisional nusantara tetapi juga tarian kreasi modern dipagelarkan.
Hanya dua penari yang benar-benar menari selama 24 jam; Samsuri yang merupakan pengajar di ISI Solo dan Mudjo Setyo, satu personel Wayang Orang Bharata dari Jakarta.
Samsuri mengaku melakukan persiapan dua bulan untuk bisa tampil prima dalam acara itu dengan bersepeda dan menjaga asupan makanan. “Tidak minum es, tidak makan makanan yang digoreng, dan menghindari makanan berkolesterol,” ujarnya.