Nyolat Bodohon, Mengantar Arwah ke Kayangan
2018.02.09
Pontianak
Puluhan orang berbusana khas Dayak Uud Danum menari nganjan mengeliling pandung, kandang kayu yang di dalamnya telah dikurung seekor babi.
Musik tabuh dari gong dan gendang mengiringi gerakan mereka dengan ritme perlahan. Kemudian mereka berhenti dan duduk menghadap matahari terbit.
Seorang imam Kaharingan – agama asli suku Dayak – mengibaskan seekor ayam jantan untuk mengundang roh (dehiyang) baik agar mendatangkan kesehatan, kesejahteraan, dan keselamatan. Nganjan dilanjutkan, kemudian orang-orang duduk menghadap mata hari terbenam.
Sang imam yang disebut pisur melakukan ritual mohpas atau mengibaskan ayam, mengusir dehiyang jahat yang mendatangkan penyakit dan marabahaya.
Pada puncak acara, beberapa orang memegang sebilah tombak, ditusukkan ke babi yang berada dalam pandung, perlambangan kurban kepada arwah yang sedang diritualkan.
Ini bukan pemandangan sehari-hari di Pontianak, ibu kota Kalimantan Barat, Minggu, 4 Februari 2018. Nyolat bodohon sebagai bagian tradisi Kaharingan, umumnya digelar di komunitas Uud Danum di pedalaman Kabupaten Sintang.
“Ritual ini bermakna mengantarkan roh orang yang sudah meninggal menuju kayangan atau rating konutai tingang dalam bahasa Uud Danum,” kata Rabab (50), pisur yang memimpin ritual itu, kepada BeritaBenar.
Ritual diperuntukkan bagi tokoh Dayak Uud Danum, Rafael Syamsudin, yang meninggal dunia pada Desember 2017.
Dalam versi lengkap atau disebut tiwah, ritual digelar bersama tulang-belulang kerabat yang telah meninggal dan dilaksanakan selama tiga hingga tujuh hari.
Nyolat bodohon merupakan tiwah versi singkat. Hanya satu hari dengan pertimbangan lokasinya di perkotaan, dan orang yang diritualkan telah memeluk agama samawi. Tidak ada tulang belulang kerabat yang diritualkan, diganti dengan foto almarhum.
“Meskipun komunitas Dayak Uud Danum memeluk agama Katolik, Protestan, Islam, mereka tetap menghargai tradisi warisan leluhur sehingga ritual ini tetap dijalankan,” kata Aju, penulis buku Punahnya Agama Kaharingan di Kalimantan Barat.
“Tradisi asli perlu dilestarikan di tengah gempuran modernisasi agar generasi muda mengenal warisan leluhurnya,” pesan Ketua Umum Dewan Adat Dayak Kalimantan Barat, Jakius Sinyor.