Menengok Peninggalan Kerajaan Islam di Cirebon
2018.03.07
Cirebon, Jawa Barat
Teriknya mentari pada Minggu siang di awal Maret 2018 itu tidak mengurangi antusias wisatawan yang berkunjung ke Keraton Kasepuhan Cirebon.
Mereka – terdiri dari anak-anak dan orang dewasa – yang berasal dari sejumlah daerah rela antri demi mendapat tiket masuk ke keraton yang dikenal megah dan paling bersejarah di Jawa Barat.
Setelah mengantongi tiket bertarif Rp5.000 per orang, mereka berpencar. Ada yang menggunakan jasa pemandu, ada juga yang mengitari sendiri atau berkelompok.
Mereka menikmati kemegahan cagar budaya Cirebon ini, sambil tidak lupa mengabadikan gambar diri di sejumlah bangunan keraton.
Keraton Kasepuhan berdiri tahun 1529. Dibangun di atas lahan 25 hektare, keraton ini terdiri dari pelbagai macam bangunan.
Siti Inggil menjadi bangunan pertama dan terdepan di kawasan keraton.
Berarti "tanah yang tinggi", Siti Inggil terbuat dari susunan bata merah bergaya arsitektur Majapahit yang mengikuti perkembangan zaman ketika itu.
Masuk lebih ke dalam, para pengunjung disambut gapura bergaya Majapahit, tapi nama diambil dari bahasa arab, Al Ghafur – yang bermakna maha pengampun.
Dalam keraton yang memiliki taman dan halaman luas itu juga terdapat benda pusaka dan bersejarah yang terjaga dengan baik, seperti kereta Singa Barong, kereta kencana Sunan Gunung Jati. Di sejumlah halaman ada beberapa meriam.
Menurut sejarah, keraton ini dibangun Pangeran Emas Zainul Arifin untuk memperluas pesanggerahan Keraton Pangkuwati, yakni keraton pertama yang berdiri tahun 1430 di Cirebon.
Di Keraton Kasepuhan yang terawat baik ini, sejumlah tradisi juga masih dijalankan, seperti Panjang Jimat – acara untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.