Main Gasing, Ngabuburit ala Anak Tana Mandar
2018.06.04
Mamuju
Saat mentari samar di balik bukit, anak-anak pedalaman Tana Mandar mulai berkumpul di satu pekarangan rumah warga. Mereka terlihat semangat, bercengkrama.
Tujuh dari mereka membuat formasi melingkar dan mengeluarkan gasing. Anak-anak lain berpencar rapi seperti penonton di sebuah gelanggang pertandingan.
Setiap tahun, khususnya selama bulan suci Ramadhan, anak berusia sembilan hingga 12 tahun di Desa Tangnga-Tangnga, Kecamatan Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, punya cara sendiri mengisi waktu menjelang beduk penanda berbuka puasa.
Dengan bermain gasing, anak-anak itu mengaku penantian waktu berbuka puasa seakan tak terasa. Terlebih saat mereka bermain di penghujung pergantian waktu setiap hari.
“Gasing yang hanya dimainkan saat puasa saja, seperti ngabuburit begitulah. Hari biasa tidak dimainkan,” kata seorang tokoh pemuda Mandar Fajar kepada BeritaBenar yang bertandang ke desa itu, Sabtu, 2 Juni 2018.
Menurutnya, gasing menjadi permainan yang dapat mempererat jalinan tali silaturahmi antaranak di pedalaman Tanah Mandar.
“Ketika anak di luar sana disibukkan dengan permainan modern, bahkan online, anak-anak kami masih mempertahankan permainan tradisional,” imbuh Fajar.
Gasing atau gangsing diyakini sebagai salah satu permainan tradisional Melayu tua yang dimainkan di beberapa daerah di Nusantara. Bahannya adalah bagian terkuat dari kayu yang terletak pada tengah atau akar.
Jenis kayu untuk gasing antara lain menggeris, pelawan, kayu besi, leban, mentigi, dan sejenisnya. Pembentukan kayu jadi gasing menggunakan peralatan tradisional berupa parang, golok, dan pisau.
Gasing dimainkan dengan tali nilon atau benang bol, yang panjangnya tergantung pada ukuran gasing dan panjang lengan orang yang memainkan.
Saat ini, mulai ada gasing modern dari plastik atau bahan sintetis. Tetapi, anak-anak di pedalaman Mandar tetap mempertahankan gasing dari kayu yang mereka buat sendiri.