Eskavasi Candi Siwaisme di Boyolali
2016.04.13
Klaten
Penemuan dua buah arca di Desa Giriroto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, membuka jalan ke penemuan candi yang diyakini sebagai peninggalan Kerajaan Mataram Kuno.
Pada 22 Maret warga Giriroto menemukan dua candi yang salah satunya teridentifikasi sebagai arca Maheswara, sebuah perwujudan Dewa Siwa. Sedangkan yang lainnya belum teridentifikasi karena atributnya sudah aus.
Muhammad Junawan, ketua tim eskavasi situs Giriroto menyebutkan dua lingga juga ditemukan saat itu.
Purwanto, sang kepala desa, segera melaporkan temuan itu kepada Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah.
Sehari kemudian, tim BPCB meninjau lokasi dan membawa kedua arca untuk keamanan dan penelitian lebih lanjut.
Pemilik lahan tempat ditemukannya arca tersebut, Sumarno, tertantang untuk melakukan penggalian karena yakin arca itu merujuk pada keberadaan benda cagar budaya.
Dalam penggaliannya, Sumarno menemukan struktur bangunan berbentuk segi empat tersusun dari batu bata merah berukuran tiga kali lebih besar dari yang biasa digunakan untuk membangun rumah. Batu bata itu memiliki ketebalan sekitar 10 cm.
BPCB mengirim tim untuk melakukan eskavasi di lokasi temuan struktur bangunan berukuran 5x5 meter tersebut pada 4 April 2016.
Penggalian pertama sampai ke bagian yang diyakini sebagai struktur kaki candi. Dari sini diketahui keberadaan bangunan candi lain.
Tim kemudian melakukan penggalian pada bangunan kedua yang berada 25 meter sebelah barat candi pertama.
Hasilnya, pada kedalaman 30 cm ditemukan satu arca berukuran tinggi 40 cm dan lebar 28 cm
Menurut Junawan, ini adalah arca Mahakala yang berfungsi sebagai penjaga pintu. Biasanya berjumlah dua buah yang terletak di samping kanan dan kiri pintu masuk candi.
Dia yakin candi itu beraliran Hindu Siwaisme yang dibangun pada masa Kerajaan Mataram Kuno sekitar abad ke-IX dengan langgam Jawa Tengah.
Candi yang digali di Giriroto itu bukan satu-satunya candi peninggalan Mataram Kuno. Sebelumnya telah ditemukan Candi Retno di Magelang, Jawa Tengah, yang juga tersusun dari batu bata merah.
“Karena berbentuk batu bata, warga terlambat menyadari kalau itu adalah batu bata penyusun candi. Akibatnya banyak bagian hilang, terutama batu bata penyusun atap,“ pungkas Junawan.