Arakan Pengantin Melayu
2017.10.17
Pontianak
Tradisi adat dan budaya lokal kerap tenggelam dalam derap modernisasi. Tak terkecuali tradisi khas Melayu di Pontianak, Kalimantan Barat.
Pemerintah Kota Pontianak berkomitmen melestarikan berbagai tradisi itu.
Tahun ini, dalam rangkaian peringatan hari jadi kota Pontianak ke-246 yang jatuh pada 23 Oktober, Arak-arakan Pengantin Melayu digelar dalam festival pada Minggu, 15 Oktober 2017.
Dalam tradisi Melayu, arak-arakan pengantin merupakan rangkaian prosesi mengantar mempelai lelaki ke rumah pengantin perempuan. Orang tua ikut mengantar, mengapit mereka dalam barisan. Seorang kerabat keluarga memayungi pasangan di belakangnya.
Delapan kelompok berpartisipasi dalam festival kali ini. Mereka dilepas dari halaman Museum Kalimantan Barat, berparade sepanjang satu kilometer ke halaman Masjid Raya Mujahidin.
30 hingga 40 orang berpartisipasi dalam satu rombongan. Mereka terdiri dari tujuh hingga sembilan pemusik tanjidor – kombinasi musik tabuh dan tiup – serta dilengkapi serombongan pemain musik tar dengan rebananya.
Rombongan lain berupa anggota keluarga, handai taulan, yang membawakan berbagai hantaran seperti mas kawin, perabot rumah tangga, pakaian, serta perlengkapan salat dan mandi.
Walikota Pontianak, Sutarmidji, mengatakan, di antara barang hantaran yang harus ada adalah peninggalan zaman nenek moyang dulu, seperti sirih, pinang, kapur, tembakau, dan gambir.
"Dibuat festival ini, agar semakin banyak orang mengenal tradisi ini dan tetap lestari," katanya.
Rombongan mengenakan pakaian khas Melayu. Lelaki memakai setelan "telok belanga", perpaduan baju koko, celana panjang, dan batik motif "corak insang", khas Pontianak. Sementara perempuan memakai baju kurung, jilbab, dengan bawahannya kain batik "corak insang" pula.
Aksesoris lain berupa bunga manggar, kertas warna-warni yang dipasang pada tangkai lidi dalam jumlah banyak, ditancapkan pada bagian ujung sebatang tebu atau tongkat, sehingga menyerupai payung.