Prabowo bangkitkan transmigrasi, kerahkan pasukan ke Papua untuk jamin keamanan pangan

Analis Zachary Abuza menilai strategi keamanan pangan Prabowo itu berpotensi meningkatkan kekerasan di kawasan yang rawan konflik tersebut.
Opini oleh Zachary Abuza
2024.11.19
Prabowo bangkitkan transmigrasi, kerahkan pasukan ke Papua untuk jamin keamanan pangan Presiden Prabowo Subianto berbincang dengan warga lokal saat berkunjung ke lokasi program pertanian berkelanjutan di desa Wanam, Merauke, provinsi Papua Selatan pada 3 November 2024.
Istana Kepresidenan/AFP

Ketika menjawab sebuah pertanyaan saat debat pemilihan presiden Desember tahun lalu, calon presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa dia akan mengerahkan lebih banyak pasukan untuk menangani pemberontakan di Papua. Dalam waktu kurang satu bulan sejak menjabat presiden, Prabowo sepertinya menepati janjinya. Papua, yang jumlah populasinya sedikit, menjadi agenda ekonomi dan sosial yang penting bagi Prabowo.

Papua adalah wilayah yang kaya dengan sumber daya alam yang memiliki tambang emas dan tembaga terbesar di dunia. Hutan alaminya memiliki kayu keras dan kayu gelondongan terbanyak di Asia Tenggara. Namun Prabowo, yang bertekad agar Indonesia dapat memenuhi kebutuhan pangannya sendiri, memandang Papua sebagai lumbung padi Indonesia.

Papua adalah daerah pertama yang Prabowo kunjungi setelah dilantik menjadi presiden pada 20 Oktober. Di sana, Prabowo meninjau lahan sawah di Merauke, dimana dia tertangkap kamera sedang mengendarai alat berat pemanen padi. Kunjungan ini menunjukkan ada kelanjutan dari program ketahanan pangan yang diinisiasi oleh pendahulunya, mantan presiden Joko Widodo.

Sejujurnya, kebutuhan untuk itu memang nyata. Indonesia mengimpor 3.8 juta ton beras pada 2023, tapi dalam delapan bulan pertama tahun ini, impor beras sudah mencapai 3 juta ton, meningkat 121% dibanding tahun sebelumnya. Indonesia diperkirakan akan menembus batas atas 3.6 juta ton yang ditetapkan oleh Perum Bulog. Selain itu, impor gandum dari Russia juga meningkat sepuluh kali lipat, dari 168.000 ton di tahun 2022-2023 menjadi 1.6 juta ton di 2023-2024.

Namun akan semakin banyak warga yang harus diberi makan. Walau jumlah pertumbuhan penduduk hanya 0,7% dari 278 juta orang, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan akan bertambah menjadi 355 juta orang pada tahun 2055. Seperti para pendahulunya, Prabowo menjanjikan swasembada pangan, dan Papua menjadi kunci pencapaian hal ini. Warga Papua khawatir bahwa Prabowo akan menghidupkan kembali program transmigrasi demi tercapainya target ini. Kebijakan transmigrasi ke Papua diberhentikan sejak 2001 di era pemerintahan Presiden Suharto, mantan ayah mertua Prabowo. Bagi masyarakat setempat, transmigrasi adalah bentuk kolonialisme internal. Saat ini, masyarakat asli Papua hanya sebanyak 50 persen dari total populasi setempat.

Pada 16 November, Menteri Transmigrasi Iftitah Sulaiman mengatakan tidak akan ada relokasi orang dari luar wilayah ke Papua, dan pemerintah akan fokus pada revitalisasi 10 pusat transmigrasi yang sudah ada di Papua. Meski begitu, masyarakat setempat masih curiga terhadap niat pemerintah pusat.

Presiden Prabowo Subianto (tengah) mengoperasikan mesin pemanen padi saat ia mengunjungi desa Telaga Sari di Merauke, provinsi Papua Selatan, sebagai bagian dari upayanya mendorong swasembada pangan nasional, 3 November 2024. [AFP/Istana Kepresidenan Indonesia]
Presiden Prabowo Subianto (tengah) mengoperasikan mesin pemanen padi saat ia mengunjungi desa Telaga Sari di Merauke, provinsi Papua Selatan, sebagai bagian dari upayanya mendorong swasembada pangan nasional, 3 November 2024. [AFP/Istana Kepresidenan Indonesia]

Kebijakan tersebut disambut dengan sejumlah protes di beberapa tempat dan para pemimpin masyarakat telah mengumumkan akan mengadakan protes berskala besar menentang kebijakan tersebut. Pada 15 November, terjadi protes di lima kota di Papua dan salah satunya bisa dipadamkan dengan meriam air.

Peningkatan kekerasan yang ditargetkan terus terjadi di Papua. Pada tanggal 1 November, seorang warga setempat ditembak mati dan gerombolan pemberontak Papua bertekad akan meningkatkan perlawanan mereka dengan kekerasan. Sebelumnya, pihak militer membunuh seorang warga sipil di daerah pegunungan Puncak Jaya pada 25 Oktober, yang berujung pada pembunuhan balasan terhadap seorang petugas polisi beberapa hari kemudian.

Prabowo, mantan jenderal pasukan khusus Angkatan Darat (Kopassus) yang pernah bertugas di Papua, menegaskan bahwa doktrin pemberantasan pemberontakan tidak akan berubah.

“Jika terpilih, prioritas saya adalah menegakkan supremasi hukum dan memperkuat kehadiran keamanan kita,” kata Prabowo pada debat presiden Desember lalu.

Untuk mengatasi kekerasan yang semakin meningkat, Prabowo mengerahkan banyak pasukan-pasukan baru, sebagai tambahan untuk 19.000 pasukan yang sudah dikerahkan. Sebagai persiapan untuk hal ini, pihak militer pada bulan Mei meminta peningkatan anggaran yang besar untuk operasinya di Papua, meskipun pemimpin-pemimpin militer belum memberikan rinciannya secara terbuka.

Pada bulan Oktober, Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, membentuk lima batalyon infanteri baru yang akan dikerahkan di Papua. Mereka telah dikerahkan dengan cepat. Pada tanggal 24 Oktober, 450 tentara dikerahkan ke Merauke di Papua bagian selatan. Sejak itu, sekitar 2.000 tentara telah dikerahkan dan akan mengamankan perkebunan pangan seluas 2 juta hektar yang dibangun di hutan di luar Merauke.

Pada 11 November, satu batalion infanteri baru tiba di Manokwari, Papua Barat. Beberapa hari kemudian, pada tanggal 14 November, satu batalion lain mendarat di pelabuhan Nabire di Papua. Lokasi pengerahan batalion ini terkait dengan produksi pangan skala besar. Secara keseluruhan, sekitar 5,7 juta hektar (10.000 km persegi) perkebunan padi dan tebu sedang dikembangkan di lahan yang diklaim oleh masyarakat adat sebagai milik mereka.

Militer akan memainkan peran utama dalam mengembangkan pertanian padi seluas 2,47 juta hektar sebagai bagian dari kebijakan Bela Negara, yang mengidentifikasi ketahanan pangan sebagai ancaman utama terhadap keamanan nasional. Perampasan tanah di masa lalu dan tindakan represif terhadap masyarakat adat adalah hal utama yang mendorong pemberontakan di Papua.

Bukan hanya pengerahan pasukan baru, tapi juga kebangkitan struktur komando daerah militer (Korem) secara terpadu. Markas Komando Daerah Militer yang baru didirikan belum lama ini di Nabire pada tanggal 29 Oktober, serta di Manokwari dan Merauke, dan lebih jauh lagi, di Jayapura. Hal ini melanjutkan keputusan pemerintahan Jokowi yang membagi Papua menjadi tiga provinsi terpisah.

Pemerintah berpendapat bahwa struktur militer baru ini akan memungkinkan integrasi dan koordinasi yang lebih baik dengan unit-unit pemerintah daerah. Kepolisian Republik Indonesia baru saja mendirikan markas di provinsi baru Papua Tengah.

Anggota suku asli Awyu dan Moi di Papua melakukan protes di depan Mahkamah Agung di Jakarta mendesak agar izin operasi perusahaan kelapa sawit di tanah Papua dicabut, 27 Mei 2024. [Bay Ismoyo/AFP]
Anggota suku asli Awyu dan Moi di Papua melakukan protes di depan Mahkamah Agung di Jakarta mendesak agar izin operasi perusahaan kelapa sawit di tanah Papua dicabut, 27 Mei 2024. [Bay Ismoyo/AFP]

Meskipun tingkat kekerasan meningkat dalam beberapa tahun terakhir, namun angka tersebut masih relatif rendah. Pada tahun 2023, tindakan pemberontak menyebabkan 61 kematian, termasuk 26 petugas keamanan. Tahun ini, tingkat kekerasan menurun drastis. Dalam lima bulan pertama tahun 2024, kelompok pemberontak hanya membunuh dua tentara dan tiga polisi.

Meskipun Indonesia sangat anti-kolonial, namun perlakuannya terhadap Papua sangat kolonial. Rasisme institusional, penganiayaan terhadap etnis dan agama minoritas, pembungkaman media, penutupan internet, dan kebijakan yang telah lama mengabaikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat setempat telah memicu pemberontakan yang telah berlangsung lama dan tidak dapat dipadamkan oleh Jakarta.

Dengan budaya impunitas yang kuat, perampasan tanah, dan pelanggaran hak asasi manusia, pengerahan 4.000 hingga 5.000 tentara tambahan dapat memperpanjang pemberontakan yang kini dilakukan oleh para pemimpin yang lebih muda dan lebih paham media.

Ketahanan pangan mungkin menjadi tujuan Prabowo, namun kemungkinan besar hal ini akan mengakibatkan kekerasan yang lebih besar.

Zachary Abuza adalah profesor di National War College di Washington dan asisten profesor di Universitas Georgetown. Opini dalam tulisan ini adalah pendapatnya sendiri dan tidak mencerminkan posisi Departemen Pertahanan AS, National War College, Universitas Georgetown, atau BenarNews.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.