Hidup dan Matinya Bahrun Naim: Teroris Asia Tenggara yang Paling Diburu

Tewasnya Bahrun Naim menunjukkan bahwa seorang teroris dapat berlari tetapi tidak bersembunyi selamanya, ujar ahli kontraterorisme.
Opini oleh Rohan Gunaratna
2018.10.03
181003-gunaratna-620.jpg Polisi mengawal sekelompok terduga teroris yang dicurigai mempunyai kaitan dengan Bahrun Naim sebelum sidang mereka mulai pada 15 Juni 2016 di Jakarta. Mereka diadili dengan tuduhan merencanakan pemboman di Solo, Jawa Tengah pada Agustus 2015
AFP

Muhammad Bahrunnaim Anggih Tamtomo (alias Bahrun Naim) tewas dalam serangan udara yang dilancarkan oleh Amerika Serikat pada 8 Juni, ketika dia sedang mengendarai motor di Ash Shafa, Suriah, sekitar dua tahun sejak pasukan-pasukan antiteror mulai melacaknya.

Setelah Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) berhasil dikalahkan di ibukota Suriah, Raqqa, Bahrun Naim pindah ke daerah perbukitan dan padang pasir di wilayah bagian selatan Suriah yang merupakan wilayah tradisional suku Bedouin dan Druze. Operasi kontraterorisme AS menewaskan buronan yang menjadi dalang dan pelaku sejumlah serangan teroris di Malaysia dan Indonesia.

Dikenal sebagai Bahrun Naim, Abu Rayyan, atau Abu Aishah di kalangannya sendiri, keahlian Bahrun adala merekrut orang-orang, termasuk teman dan muridnya, yang dia motivasi untuk melakukan serangan.

Walaupun Bahrun terlihat di beberapa fotonya sedang memegang senjata, dia bukan kombatan garis depan. Dengan pendidikan di bidang teknik informatika, dia mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi secara diam-diam menggunakan berbagai jenis platform termasuk platform terenkripsi untuk meradikalisasi dan memobilisasi pengikut-pengikutnya di Asia Tenggara untuk menyerang warga dan pemerintah mereka masing-masing.

Tidak banyak yang mengetahui bahwa Bahrun juga mencoba untuk mengembangkan kemampuan ISIS di Thailand Selatan dimana operator-operator ISIS asal Malaysia dan Indonesia mencoba untuk mendapatkan senjata dari Runda Kumpulan Kecil, kelompok pengancam keamanan yang paling ganas di Thailand.

Bersama Rafiqa Hanum, satu dari dua istrinya, Bahrun mengelola biro perjalanan untuk menggerakkan militan-militan Asia Tenggara bertempur untuk ISIS. Walau bagian operasi eksternal ISIS ragu untuk mendukung proyeknya, Bahrun membangun infrastruktur operasional dan pendukung dari Indonesia ke Turki, yang menjadi pintu gerbang ke Irak dan Suriah.

Bahrun Naim terus bertahan walaupun pemimpin-pemimpin asal Asia Tenggara di Irak dan Suriah satu persatu tewas dan menghilang.

Salim Mubarok at-Tamimi (alias Abu Jandal al-Yemeni al Indonesi) tewas dalam misi bunuh diri di Mosul, Irak, pada 5 November 2016. Muhammad Wanndy Mohammad Jedi (alias Abu Hamzah al Fateh) terbunuh di Raqqa, Suriah pada 29 April 2017, dan Bahrumsyah Mennor Usman tewas saat menghadiri rapat ISIS dan diserang dari udara oleh AS di Hajin di bagian utara Abu Kamal, Suriah pada 19 April 2018.

Selain itu, banyak klaim tewasnya militan yang bermunculan, termasuk salah satunya klaim palsu oleh Bahrun untuk menghindari koalisi yang mengejar target-target bernilai tinggi seperti dirinya.

Abu Jandal dan Bahrumsyah tidak terbunuh dalam serangan-serangan tersebut, sementara Wanndy dan Bahrun Naim tewas dalam operasi kontraterorisme yang sukses.

Dari Solo ke Suriah

Keahlian Bahrun Naim sebagai perekrut online juga berkat didikan dan lingkungannya dimana dia tumbuh dewasa. Lahir di Pekalongan, Jawa Tengah pada 6 September 1983, dia dibesarkan di Solo, yang disebut sebagai pusat radikalisme Islam di Indonesia.

Sebagai siswa SMU, Bahrun bergabung dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Dia bisa berbahasa Jawa, Indonesia dan Arab dan orang-orang yang direkrutnya berasal dari HTI dan Tim Hisbah, kelompok pecahan Jamaah Ansharut Tauhid.

Setelah mendapat gelar sarjana teknik informatika dari Universitas Negeri Surakarta (UNS), dia mengelola warung internet di Surakarta dan menjual bendera yang dihiasi dengan simbol-simbol bertema Islam.

Bahrun percaya bahwa perempuan juga wajib untuk berjihad, karenanya dia melatih panahan kepada Nurul Azmi At Tibyani, yang kemudian dipenjara atas keterlibatannya meretas beberapa perusahaan broker investasi. Bahrun Naim mengenalnya melalui temannya, Fuad Zaki, murid dari Abdul Rochim Ba’asyir, anak laki-laki pimpinan Jemaah Islamiyah (JI) Abu Bakar Bashir. Selain melatih panahan, Bahrun memberikan Nurul lima anak panah dan sebuah busur sehingga dia bisa berlatih di Jatipadang, Jakarta.

Bahrun ditangkap oleh Densus 88 pada November 2010 karena memiliki amunisi di rumahnya. Dia akhirnya divonis oleh Pengadilan Negeri Surakarta dua setengah tahun penjara pada Juni 2011. Police juga menyita 547 rangkaian peluru untuk AK-56, 32 rangkaian peluru 9 mm, piringan cakram, buku-buku jihad, sebuah laptop, dan 6 komputer. Walaupun pengadilan tidak menemukan bukti yang cukup untuk mengadilinya dengan pasal terorisme, amunisi yang Bahrun dia salurkan dicurigai telah digunakan oleh anggotanya, Abdullah Sunata, untuk membunuh polisi di Purworejo, Jawa Tengah.

Setelah bebas dari penjara, Bahrun menikahi kedua perempuan tersebut dan bersama anak-anak mereka, lalu pindah semua ke Suriah.

Teroris asal Asia Tenggara yang pertama kali menggunaka mata uang digital. Bahrun sering menggunakan bitcoin.

Dia juga teroris Asia Tenggara yang pertama kali menggunakan intelegensia artifisial untuk menyebarkan konten-konten bertema terorisme kepada calon penyerang dan pendukungnya. Pada April 2017, Bahrun Naim menggunakan bot internet di situs web-nya wahaimuslimin.wordpress.com yang menjadi platform untuk berkomunikasi interaktif dan langsung dengannya.

Melalui blog-nya, “Bahrun Naim: Analis, Strategi dan Kontra Intelijen” Bahrun menyebarkan buku manual yang termasuk didalamnya memberikan panduan untuk menjadi peretas dan cara untuk memata-matai. Dia juga menyebarkan manual “Bagaimana Cara Membuat Bom dalam 10 Menit,” dan “Buat Bahan Eksplosif di Dapur Anda”. Bukunya “Nuklir untuk Pemula” menginspirasi teroris Indonesia, Young Farmer, untuk mengembangkan “dirty bomb” dengan target orang Indonesia.

Jaringan Naim

Dalam sebuah grup terbatas di Telegram bernama “Divisi Eksplosif dan Elektrokimia” yang dikelola oleh Ibadurrahman (alias Ali Robani alias Ibad), Bahrun Naim bertindak sebagai pelatih yang mencontohkan kepada yang lain cara membuat bom dan menggunakannya dengan efektif, cara untuk mencuci uang dan belanja online dengan menggunakan nomor kartu kredit curian.

Ibad, Yus Karman, dan Giyantoalias Gento merencanakan untuk membom pos polisi di Pasar Kliwon, gereja dan klenteng pada 17 Agustus 2015. Sementara itu, anggota Laskar Hisbah di Solo dialihkan untuk bergabung ke ISIS oleh Bahrun.

Katibah Gonggong Rebus (KGR), sebuah sel teroris di Batam pimpinan Gigih Rahmat Dewa, merencanakan untuk meluncurkan roket serangan ke Marina Bay Sands, hotel yang menjadi ciri khas Singapura pada Oktober 2015. Sel ini juga menjadi tuan rumah bagi dua militan asing dari Uyghur yang salah satunya adalah pelaku bom bunuh diri.

Teman sekolah Bahrun dan mantan anggota Front Pembela Islam (FPI), Arif Hidayatullah (alias Abu Musab) merencanakan sejumlah serangan, yang menargetkan komunitas Yahudi dan Syiah, gubernur Jakarta saat itu Basuki Tjahaja Purnama (alias Ahok), pimpinan Polri dan warga negara asing di November dan Desember 2015. Bahrun Naim mendanai rencana serangan-serangan tersebut melalui transfer bank.

Pada 5 Juli 2016, Nur Rohman melakukan bom bunuh diri ketika mengendarai sepeda motor di markas polisi di Solo. Serangan tersebut melukai seorang polisi yang mencoba menghentikannya. Bahrun Naim menggunakan Paypal untuk mendanai serangan tersebut. Nur Rohman juga terhubungkan dengan rekan-rekan Bahrun Naim yang lain - Ibad, Abu Musab, and Gigih – tapi pemerintah gagal untuk mendeteksinya dan menghentikan rencananya.

Seorang mantan asisten rumah tangga di Singapura dan Taiwan, Dian Yulia Novi direkrut oleh Nur Solikin yang lalu menikahinya dan merencanakan berbagai serangan, termasuk serangan kepada pasukan pengamanan presiden (paspampres) di istana kepresidenan pada 11 Desember 2016. Target cadangannya termasuk pengawal Ahok dan anggota Brimob yang sedang sholat di masjid di Mako Brimob di Depok. Dian dan Nur Solikin dilatih oleh Bahrun melalui Telegram.

Pada 25 Juni 2016, Ivan Armadi Hasugian menikam seorang pendeta di gereja di Medan dan membawa bom rakitan yang gagal meledak. Ivan mencontoh modus operandi serangan gereja di Normandy, bagian utara Perancis yang terjadi sebulan sebelumnya dimana dua teroris yang menggunakan jaket bom bunuh diri palsu menyandera lima anggota jemaah, menikam dada pendeta dan mengiris lehernya.

Selnya Young Farmer di Bandung juga merencanakan untuk menyerang gudang senjata milik PT Pindad di Bandung, Mako Brimob di Depok, dan istana kepresidenan pada perayaan 17 Agustus 2017.

Bersama Anggi Indah Kusuma (alias Khanza Syafiyah al-Fuqron), dan suaminya Adilatur Rahman, Young Farmer mengambil Thorium dari lampu petromax untuk membuat serangkaian bom rakitan. Anggi, yang mantan pekerja domestik di Hong Kong, bergabung dalam tujuh grup percakapan dan mengelola “Redaksi Khilafah.” Walaupun Farmer dan Anggi belum pernah berjumpa Bahrun Naim, mereka terinspirasi oleh konten yang dia kembangkan dan sebarkan.

Mengelola ancaman

Tewasnya Bahrun Naim menunjukkan bahwa seorang teroris bisa terus berlari tapi tidak bisa selamanya bersembunyi. Negara yang berniat akan dapat menemukan, membereskan, dan menyelesaikan seorang teroris. Tewasnya Bahrun Naim juga tidak menghilangkan ancaman yang ada. Mereka yang mempunyai keahlian yang sama akan terus memperjuangkan indoktrinasinya kepada rekan-rekannya agar mereka mau membunuh dan melukai orang lain, merusak dan menghancurkan bangunan. Mereka mengambil dan menerima ideologi asing namun menargetkan sesama anak bangsa dan tanah air mereka sendiri.

Kasus Bahrun Naim menunjukkan perlunya pemerintah di berbagai negara untuk bekerja sama untuk menahan, mengisolasi dan menghancurkan ancaman transnasional yang ada dan yang akan datang. Kasus ini juga menunjukkan bagaimana teroris memanfaatkan teknologi baru dari mata uang digital dan meningkatnya minat untuk melancarkan serangan siber.

Masa depan pengelolaan ancaman dari teroris dan ekstremis akan memerlukan lahirnya generasi baru pasukan siber. Selain untuk memperkuat pengawasan dan pelacakan, hal itu juga penting untuk menghalau ancaman online dengan cara mempromosikan moderasi, toleramsi dan hidup berdampingan.

Dengan kelompok teroris memperkuat rekrutmen online-nya, pemerintah harus bekerja sama dengan berbagai mitra untuk mengembangkan cara-cara seperti kontra naratif hingga rehabilitasi digital.

Di Asia Tenggara dan di luar wilayah ini, ancaman yang ada terus berkembang dari kelompok ke jaringan dan komunitas. Negara-negara kawasan harus berpaling dari kerjasama ke kolaborasi dimana militer, penegak hukum dan pasukan keamanan nasional bekerja sama.

Dan, karena teroris Asia Tenggara beroperasi di luar kawasan, pemerintah di kawasan ini harus membangun kemitraan dengan negara-negara Barat dan di seluruh dunia.

Rohan Gunaratna adalah professor Security Studies di S. Rajaratnam School of International Studies di Nanyang Technology University dan kepala International Centre for Political Violence and Terrorism Research di Singapura.

Opini yang dinyatakan di dalam tulisan ini adalah milik pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan BeritaBenar.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.

Komentar

uji puji
2023-07-21 21:54

Bahrun Naim belum pernah memperoleh gelar sarjana karena baru menempuh kuliah diploma 3