Indonesia Siapkan Zonasi Penangkapan Ikan di Natuna
2019.02.26
Jakarta
Diperbarui pada Rabu, 27 Februari 2019, 10:15 WIB
Indonesia tengah menjalankan rencana pengaturan tata ruang dan perikanan di Natuna, demikian menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman pada hari Selasa, guna meneguhkan kedaulatan negara di tengah klaim oleh China pada wilayah tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, mengatakan pemerintah berencana membangun Pusat Kelautan dan Perikanan Terpadu yang akan mencakup fasilitas penyimpanan dingin yang telah dikembangkan selama dua tahun di Kepulauan Natuna di ujung selatan Laut Cina Selatan.
"Studinya mengenai bagaimana dermaganya dibuat, bagaimana fasilitasnya. Nanti ini akan menjadi satu daerah terpadu, dua minggu lagi akan dijelaskan lebih rinci, " kata Luhut, Selasa, 26 Februari 2019.
Ia menegaskan tak ada sengketa mengenai wilayah perairan Natuna Utara di Laut China Selatan dengan negara lain menyusul banyaknya aksi pencurian ikan dan pelanggaran perbatasan wilayah Zona Ekslusif Ekonomi (ZEE) oleh kapal asing.
"Indonesia punya hak di sana (Laut Natuna Utara)," ujarnya.
Salah satu fasilitas yang akan disiapkan di Natuna ialah kapal tanker yang menyediakan bahan bakar kepada nelayan dan pengawalan dengan beberapa kapal patroli TNI saat melaut.
Asisten Deputi Infrastruktur Pelayaran, Perikanan, dan Pariwisata Kemenkomaritim, Rahman Hidayat mengatakan bahwa sentra perikanan Natuna merupakan salah satu dari 14 sentra perikanan terpadu yang dibangun sejak 2016.
"Di dalamnya nanti ada bisnis perikanan, dermaga dan pasar ikan semua jadi satu. Hasil ikannya diperoleh dari perairan sekitar wilayah itu, termasuk laut Natuna bagian utara sampai perairan Anambas," jelasnya kepada BeritaBenar.
Sentra perikanan terpadu Natuna dibangun di Selat Lampa, selatan Natuna.
Beberapa lainnya juga akan dibangun di pulau terluar seperti Sabang, Merauke, Natuna, Morotai, Biak Numfor, Saumlaki, Tahuna, dan Moa.
"Diletakkan di daerah terluar untuk meningkatkan konsumsi ikan dan bisa langsung di ekspor dengan tujuan Jepang dan Korea," katanya.
"Nanti pulau-pulau terluar tersebut dengan sendirinya akan ramai dengan berbagai aktivitas."
Disebutkan Natuna merupakan salah satu wilayah yang mendapatkan perlakuan khusus karena didukung lintas instansi.
"Berbagai akses akan masuk seperti listrik dan bantuan teknis dari Jepang," ujarnya.
Ditangkap
Sementara itu, kapal patroli TNI Angkatan Laut KRI TOM -357 menangkap empat kapal berbendera Vietnam yang diduga mencuri ikan dengan alat tangkap trawl di Landas Kontinen Laut Natuna pada 24 Februari 2019.
"Kapal patroli KRI TOM -357 juga berhasil mengusir dua kapal Vietnam Fisheries Resources Surveillance (VFRS) milik pemerintah Vietnam," kata Menteri Perikanan dan Kelautan, Susi Pudjiastuti dalam siaran pers yang diterima BeritaBenar.
Dijelaskan penangkapan kapal tersebut juga mengalami intervensi dua kapal VFRS yang menerobos masuk ke wilayah ZEE Indonesia.
"Mereka juga melakukan manuver yang mengancam dengan berupaya menghalangi pengawalan empat kapal ikan sehingga membahayakan kapal patroli Indonesia," ujar Susi.
Ia menegaskan pemerintah tidak akan memberikan toleransi terhadap pencurian ikan di perairan Indonesia.
"Pemerintah mengecam keras tindakan kapal VFRS yang berupaya menghalangi proses penangkapan ikan, perbuatan ini tidak dapat ditolerir karena mengancam keselamatan jiwa awak kapal patroli," katanya.
Tercatat, kapal ikan berbendera Vietnam merupakan pelaku IUU fishing di Indonesia yang jumlahnya paling banyak setiap tahun dibandingkan negara-negara lain.
Sejak Oktober 2014, sebanyak 488 kapal pelaku Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing telah ditenggelamkan, dan 276 diantaranya adalah kapal berbendera Vietnam.
"Kami meminta pemerintah Vietnam, melalui koridor diplomatik resmi, memberikan penjelasan serta pernyataan maaf atas insiden yang terjadi," kata Susi.
Berdasarkan data Kementerian KKP, selama satu bulan terakhir, setidaknya terdapat enam kapal asing yang terpantau beroperasi di sekitar Laut Natuna.
Dua diantaranya adalah kapal berbendera China, sementara empat lainnya berbendera Vietnam.
Bahkan ada yang memasuki perairan ZEE Indonesia beberapa kali sejak Desember 2018.
"Kehadiran kapal TNI Angkatan Laut dan Badan Keamanan Laut diyakini akan mampu menangkal dan melawan segala tindakan yang merupakan rintangan bagi penegakan kedaulatan Indonesia terutama di Wilayah Natuna Utara," kata Susi.
Tidak jelas
Peneliti senior dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Evan Laksmana, menilai adanya ketidakjelasan implementasi dari rencana memberikan patroli terhadap nelayan yang beroperasi di wilayah perairan Natuna Utara.
"Tidak ada yang baru dalam rencana pengembangan Natuna sebagai sentra perikanan, kecuali yang patroli mengawal nelayan meskipun tidak jelas bagaimana realisasinya," katanya.
Menurutnya Indonesia kurang tegas dalam penegakan hukum berkesinambungan dalam pemberantasan illegal fishing dan pelanggaran perbatasan.
"Tak ada bukti pelanggaran bukan artinya tidak ada pelanggaran, terlalu dini menyebut kalau China sudah menjauhi laut Natuna Utara," katanya.
Sedangkan Aaron Connelly, peneliti di International Institute for Strategic Studies, mengatakan zonasi penangkapan ikan lebih ditujukan untuk mendorong banyak nelayan Indonesia masuk ke Laut Natuna Utara.
"Untuk memastikan nelayan China tidak pergi ke sana," katanya.
Meskipun menyangkal memiliki sengketa wilayah dengan China di wilayah Laut Natuna Utara, menurut Aaron, sangat terlihat jelas keberatan dari pihak Indonesia.
"Indonesia tidak mau memperbesar masalah karena takut kehilangan investasi China, takut menimbulkan ketegangan komunal dan rasa kebutuhan untuk tetap dekat dengan negara besar seperti China," pungkasnya.
Dalam versi yang diperbarui ini posisi Aaron Connelly telah dikoreksi dari yang semula ditulis sebagai Direktur Lowly Institute Proyek Asia Tenggara.