Jemaat GKI Yasmin Tolak Rencana Pemindahan Gereja

Dewi Safitri
2015.11.11
Jakarta
yasmin-620 Jemaat Gereja HKBP Filadefila Bekasi dan GKI Yasmin Bogor melakukan kebaktian Natal di depan Istana Kepresidenan, Jakarta, 25 Desember, 2012.
AFP

Kontroversi pendirian Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di Perumahan Taman Yasmin Kota Bogor Jawa Barat memasuki babak baru setelah muncul rencana pemindahan gereja. Sementara itu,  pihak Istana mengatakan pendirian rumah ibadah adalah wewenang pemerintah daerah.

Bangunan gereja yang didirikan tahun 2006 itu dipersoalkan keabsahannya karena Izin Mendirikan Bangunan gereja itu kemudian dibatalkan pemerintah Kota Bogor.

"Pemindahan bukan solusi - kenapa harus dipindahkan? Apa kesalahan jemaat kami?" gugat Pendeta Henrek Lokra kepada BeritaBenar, Rabu 11 November.

Bersama perwakilan jemaat Yasmin dan sejumlah lembaga advokasi HAM, Pendeta Lokra yang juga Ketua Bidang Keadilan dan Perdamaian Persekutuan Gereja Indonesia menggelar jumpa pers meminta perhatian Presiden Joko Widodo agar mendesak kepala daerah yang tidak patuh terhadap hukum.

Ia mengatakan Yasmin sudah menempuh berbagai cara namun sekarang justru Walikota Bogor Bima Arya hendak memindahkan lokasi gereja.

"Kepada siapa lagi kami mengadu? Kami berharap ada dorongan dari pusat ke Bogor agar konflik diselesaikan tanpa pemindahan," tambahnya.

Kepada media Walikota Bima Arya menyatakan relokasi ditempuh untuk menciptakan kondisi kota agar tak bentrok antara pendukung dan penentang Yasmin.

Wewenang Pemda

Konflik perizinan Gereja Yasmin sudah berlangsung sejak 2008 dan berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bogor dan Pengadilan Tinggi TUN Jawa Barat. Pada tahun 2010 Mahkamah Agung memerintahkan agar Pemkot Bogor mengembalikan IMB Yasmin.

Namun IMB dicabut kembali tahun 2011 dengan alasan pendirian bangunan dilakukan dengan memalsukan dukungan dari warga seputar gereja.

Pemkot Bogor juga beralasan keberadaan GKI Yasmin sudah tak ada lagi sejak bangunannya disegel tahun 2011. Kini Walikota Bima Arya mengatakan GKI Sinode Wilayah Barat yang jadi induk GKI Yasmin telah menyepakati relokasi.

Anehnya, justru jemaat Yasmin yang berperkara merasa tak diajak bicara soal pemindahan ini. Sedangkan, seruan intervensi Istana nampaknya juga tak akan banyak membantu.

"Terus terang kami belum banyak dengar laporan soal ini. Pendirian rumah ibadah kan wewenangnya ada di pemda, bukan di pusat," kata anggota staf khusus komunikasi Presiden, Eko Sulistyo, saat dihubungi BeritaBenar.

Padahal para jemaat GKI Yasmin sudah melakukan ibadah setiap hari Minggu di depan Istana Merdeka sejak tahun 2012, di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Kami ingin mendorong agar bisa diselesaikan dengan adil karena ini kan konflik lama," tambah Eko tanpa menjelaskan bentuk dorongan yang diprakarsai Istana.

Kegagalan menyelesaikan konflik Yasmin - yang oleh lembaga advokasi HAM Setara Institute dianggap sebagai ikon kasus intoleransi Indonesia -dikhawatirkan akan  menimbulkan gelombang konflik penolakan pembangunan rumah ibadah di berbagai daerah lain.

Setara mencatat sepanjang delapan tahun terakhir terjadi sedikitnya 316 kasus perusakan rumah ibadah, sebagian karena tarik-ulur izin mendirikan bangunan.

Dari ratusan kasus tersebut, mayoritas merupakan kasus menentang pendirian gereja.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.