Polisi Pulangkan WNI yang Dideportasi Jepang
2017.02.17
Jakarta
Kepolisian Daerah (Polda) Bali telah memulangkan AM alias ZA, warga negara Indonesia (WNI) berusia 44 tahun yang dideportasi dari Jepang ke daerah asalnya, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), setelah sempat diperiksa atas dugaan terkait Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Kabid Humas Polda Bali, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Hengky Widjaja, mengatakan bahwa AM dipulangkan ke Lombok pada 16 Februari 2017 karena pemeriksaan di Polda Bali dianggap sudah cukup.
“Saat ini posisinya masih diproses di Polres Lombok Tengah. Hal riskan digunakan untuk database. Kemarin malam yang bersangkutan tiba, langsung diperiksa Polres Lombok Tengah,” katanya saat dihubungi BeritaBenar, Jumat, 17 Februari 2017.
Hengky menambahkan bahwa alasan AM dideportasi karena terkait pelanggaran izin ketenagakerjaan dan pemalsuan dokumen serta terindikasi bergabung dalam kelompok Daulah Islamiyah (ISIS) di Jepang.
“Ia merupakan teman dekat MAS yang sebelumnya juga dideportasi karena akun media sosialnya radikal dan mendukung ISIS,” kata Hengky tanpa merinci lebih lanjut siapa orang berinisial MAS tersebut.
Hengky menduga alasan AM memilih mendarat di Bali untuk menghindari monitoring petugas karena Bandara Internasional Ngurah Rai tergolong padat.
AM naik Philipines Airlines PR 437 pukul 09.35 dari Chubu International Airport Jepang dan sempat transit di Manila, Filipina. Kemudian dia naik Philipines Airlines PR 537 dan tiba di Bandara Ngurah Rai, Bali, pada 15 Februari 2017 dini hari dan langsung ditangkap petugas imigrasi.
“Deportan boleh memilih kemana mereka akan kembali dan memilih jalur penerbangan sehingga tak menutup kemungkinan untuk menghidari monitoring petugas, selanjutnya akan dilakukan interogasi untuk pendalaman kasusnya,” ujar Hengky.
AM tercatat pernah bekerja sebagai buruh pabrik pembuatan suku cadang mobil di Kota Nishio, Jepang. Ia sempat kembali ke Indonesia dan berangkat lagi ke Jepang pada April 2008 dengan menggunakan visa turis dan dokumen palsu.
Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Suhardi Alius mengatakan saat ini ancaman terorisme dihadapi seluruh negara di dunia.
“WNI yang dideportasi tidak hanya dari Turki, tapi ada yang dari Korea Selatan, ada yang dari Jepang,” katanya beberapa waktu lalu.
Pada 25 Januari lalu, seorang mantan pegawai Kementerian Keuangan berinisial TUAB (40), bersama istri dan tiga anak mereka juga ditangkap di Bandara Ngurah Rai setelah dideportasi Pemerintah Turki karena hendak menyeberang ke Suriah.
Setelah sempat diperiksa tim Densus 88 akhirnya mereka dibebaskan tetapi masih tetap harus menjalani pembinaan oleh Kementerian Sosial di Jakarta bersama puluhan WNI lainnya yang juga dideportasi dari Turki.
Tanpa kecuali
Pakar terorisme dari Universitas Indonesia (UI), Ridlwan Habib menilai keterlibatan WNI yang terpengaruh ideologi ISIS tersebar di banyak negara karena perekrutan kelompok teroris itu dilakukan secara online.
“Sudah banyak dan tidak terbatas di satu atau dua negara saja, termasuk Jepang sekalipun, baik WNI di Jepang maupun warga negara Jepang sendiri,” katanya kepada BeritaBenar.
Menurutnya, meski tergolong jarang ada teror di Jepang, namun negara itu merupakan penyandang dana terbesar terhadap operasi kontra terorisme ISIS.
“Perintah ISIS adalah di manapun berada, Anda harus melakukan upaya jihad termasuk di Jepang. Jadi di manapun berada jika sudah terpengaruh paham ISIS, dia akan berjihad dengan kemampuan yang dimilikinya,” pungkas Ridlwan.
Menurut data Kementerian Luar Negeri, sejak 2015 hingga Januari lalu, sebanyak 305 WNI sudah dideportasi Pemerintah Turki karena diduga ingin menyeberang ke Suriah.
Sedangkan, data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan, ada 237 WNI dewasa dan 46 anak-anak asal Indonesia berada di Suriah hingga Agustus 2016.
Selain itu, sekitar 80 WNI sudah tewas di Suriah dan 80 lagi sudah kembali ke Indonesia. Tapi, mereka tidak bisa dijerat proses hukum karena belum ada aturan di Indonesia yang mempidanakan hal tersebut.
Ledakan bom di kawasan Thamrin Jakarta pada 14 Januari 2016 yang menewaskan empat korban sipil dan empat pelakunya adalah serangan pertama ISIS di Indonesia. Pada Juli 2016 seorang pembom bunuh diri meledakan dirinya sendiri di markas polisi di Surakarta, menewaskan pelaku dan melukai seorang polisi. Sejumlah rencana teror ISIS lainnya di Indonesia berhasil digagalkan oleh detasemen khusus antiteror (Densus 88).