Warga Polandia di Papua Didakwa Makar, Terancam Hukuman Seumur Hidup

Jakub Fabian Skrzypski membantah semua tuduhan yang diarahkan kepadanya.
Victor Mambor
2019.01.14
Jayapura
papua_1000.jpg Jakub Fabian Skrzypski dan Simon Magal (kanan) menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, 14 Januari 2019.
Islami Adisubrata/BeritaBenar

Setelah tertunda dua kali, sidang pembacaan dakwaan atas warga negara Polandia, Jakub Fabian Skrzypski (39), akhirnya digelar di Pengadilan Negeri (PN) Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Senin, 14 Januari 2019.

Dalam dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dipimpin Ricarda Arsenius menjerat Jakub dan Simon Magal, seorang warga Timika, dengan pasal berlapis yaitu melakukan tindak pidana makar dan permufakatan jahat.

Apabila terbukti, mereka terancam hukuman seumur hidup atau maksimal 20 tahun penjara.

“Jakub akhirnya datang ke persidangan setelah dipaksa oleh jaksa penuntut umum,” kata Latifah Anum Siregar, kuasa hukum Jakub kepada BeritaBenar.

Sebelumnya pada Selasa pekan lalu, Jakub menolak hadir ke persidangan dan menuntut agar persidangan dipindahkan ke PN Jayapura.

Dia bahkan dikabarkan sempat melakukan aksi mogok makan sebagai bentuk protes atas penanganan di tahanan Polres Jayawijaya.

Sebelum proses sidang dimulai, menurut Anum, Jakub masih tetap pada pendiriannya yaitu enggan hadir di persidangan, tapi jaksa tetap membawanya ke PN Wamena untuk menjalani persidangan yang diketuai Hakim Yajid.

Namun, Ricarda mengatakan yang terjadi bukan penjemputan paksa.

“Awalnya memang dia keberatan. Tapi setelah kita bujuk dan memberikan penjelasan, Jakub mau hadir di persidangan,” ujarnya.

Sebelumnya pada 16 Desember lalu, sidang perdana batal digelar karena ketidakhadiran penerjemah Bahasa Perancis untuk Jakub.

Dalam surat dakwaan sekitar 14 halaman yang dibacakan tim JPU disebutkan Jakub dan Simon telah melanggar Pasal 106 KUHP dan/atau Pasal 110 KUHP dan/atau Pasal 111 KUHP jo Pasal 53 KUHP dan 55 KUHP.

“Pasal 106 KUHP adalah tuduhan terhadap mereka yang diduga melakukan makar. Dan pasal 55 KUHP dikenal dengan istilah ’penyertaan’ (deelneming) artinya dalam tindak kejahatan tersebut, dilakukan secara bersama-sama,” jelas Anum.

Menurut JPU, pada akhir 2007, Jakub pertama kali datang ke Papua untuk melancong, tapi tujuannya disalahgunakan karena dia “bertemu dengan orang-orang tertentu dalam Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk memperkenalkan dan menyampaikan isu Papua merdeka kepada dunia Eropa dalam bentuk jurnal atau tulisannya.”

JPU juga menyebutkan antara Jakub dan Simon sering berkomunikasi melalui aplikasi messenger. Jakub kemudian datang lagi ke Papua pada pertengahan 2018.

“Terdakwa Jakub Fabian Skrzypski pergi ke Wamena dan bertemu dengan beberapa orang di markas TNP OPM Puncak Jaya,” ujar jaksa Ricarda, mengacu pada kelompok bersenjata OPM tersebut.

“Tanggal 15 Juli 2018, terdakwa Simon Magal bertanya kepada terdakwa Jakub, ‘apakah para pejuang Papua Barat bisa bekerja sama dengan Polandia terkait pengadaan persejataan’ dan Jakub menjawab, ‘Saya mengetahui, saya sedang mencoba menemui sesuatu’.”

Polisi kemudian menangkap Jakub pada 26 Agustus 2018 di Wamena. Berkas perkaranya ditangani oleh Satuan Tugas Khusus (Satgassus) dan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Papua.

Kasus Jakub ini, menurut Anum, adalah makar pertama yang dituduhkan kepada warga negara asing di Papua.

Sebelumnya, polisi mencoba untuk mengenakan pasal tentang makar kepada dua warga Perancis yakni Thomas Dandois (40 tahun) dan Valentine Bourrat (29 tahun) pada 2014.

Keduanya saat itu sedang bekerja untuk televisi Perancis-Jerman. Namun pada akhirnya, keduanya dijatuhi hukuman 2 ½ bulan karena penyalahgunaan visa.

Jakub Fabian Skrzypski (kanan) dan Simon Magal berada di ruang tahanan Pengadilan Negeri Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, 14 Januari 2019. (Dok. Latifah Anum Siregar)
Jakub Fabian Skrzypski (kanan) dan Simon Magal berada di ruang tahanan Pengadilan Negeri Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, 14 Januari 2019. (Dok. Latifah Anum Siregar)

Membantah

Jakub saat ditemui BeritaBenar di tahanan Polres Jayawijaya, Rabu lalu, membantah jika dia disebut memiliki amunisi senjata atau materi propaganda.

“Saya bukan seorang blogger atau pembuat film, jurnalis atau aktivis. Saya bukan pelatih militer atau punya latar belakang seperti itu. Saya juga bukan pedagang senjata atau apa pun,” ucapnya.

Dia mengeluhkan kondisi tahanan yang menurutnya lebih buruk dari kondisi tahanan di Polda Papua.

“Ruangan sel sangat kecil dengan kamar mandi tak terurus. Air yang sangat kotor. Ruang tahanan yang dingin dan ada nyamuk,” katanya.

Jakub menyinggung polisi yang selama pemeriksaannya terus menunjukkan foto dia di Swiss sebagai bukti. Juga foto saat ia berjabat tangan dengan seseorang.

“Foto-foto itu sebagai bukti apa? Apakah mereka mencoba menjebak saya karena alasan politik, ambisi atau keuntungan pribadi?” tanya Jakub.

Mengenai mogok makan yang dilakukannya, ia mengatakan ia menolak makanan yang diberikan Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Wamena karena makanan itu tidak layak untuk dimakan.

“Saya hanya akan makan makanan yang dibawakan oleh teman-teman saja,” ujar Jakub.

Sidang lanjutan akan digelar pada 21 Januari 2019 dengan agenda mendengar eksepsi Jakub dan Simon Magal yang diwakili penasehat hukum mereka.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.