Ratusan Warga Nduga yang Mengungsi Butuh Makanan
2018.12.31
Jayapura
Ratusan warga di Kabupaten Nduga yang mengungsi setelah operasi pengejaran terhadap Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) yang dilakukan pasukan TNI-Polri dilaporkan sangat membutuhkan makanan, demikian aktivis dan pemerintah setempat.
“Kondisi mereka cukup memprihatinkan karena kekurangan makanan. Pengungsi sangat membutuhkan bantuan makanan,” kata Theo Hesegem, aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, kepada BeritaBenar, Senin, 31 Desember 2018.
Warga yang mengungsi berasal dari distrik Yall, Yigi, Dal dan Mugi. Mereka berjalan beberapa hari meninggalkan rumah mereka menuju Kwiyawage dan Nigiagin yang berbatasan dengan Kabupaten Lanny Jaya, kabupaten yang terletak di sebelah utara Nduga.
Theo menambahkan di Kwiyawage ada sekitar 407 orang yang mengungsi setelah operasi keamanan dilakukan menyusul penembakan pada 2 Desember pasca serangan TPNPB yang menewaskan 19 orang pekerja PT. Istaka Karya yang sedang mengerjakan jalan Trans Papua.
“Perjalanan mereka melewati hutan, gunung dan lembah, ini cukup berat, terutama ibu-ibu yang mengungsi bersama anak balita,” tambah Theo.
Pasca penembakan awal bulan itu, Theo bersama tim evakuasi Pemerintah Kabupaten Nduga datang ke Mbua, salah satu distrik di Nduga, untuk melakukan evakuasi korban sipil dan investigasi insiden itu.
Menurutnya, hingga kini belum ada bantuan bahan makanan untuk para pengungsi dari pihak manapun.
Selain bahan makanan, para pengungsi juga berharap layanan kesehatan, terutama untuk anak-anak, ibu-ibu, dan balita.
Tim Evakuasi Pemerintah Kabupaten Nduga, dua hari lalu merilis sebuah video pendek yang menggambarkan kondisi para pengungsi di Nigiagin.
Dalam video tersebut, Yelek Gwijangge, Kepala Kampung dari Distrik Yall mengaku mengungsi bersama warga kampungnya setelah mengumpulkan mereka yang lari di hutan.
Dalam upayanya mengumpulkan warga kampungnya itu, ia mendapati beberapa warga Distrik Mbua berada bersama warga kampungnya yang sedang mengungsi.
“Bupati atau Sekda belum ada yang datang lihat kami. Sementara warga kampung saya ini tanggung jawab saya,” kata Yelek.
Warga dari Nduga mengungsi karena takut dengan “operasi militer” yang dilakukan aparat TNI dan Polri, demikian ujarnya.
“Masyarakat keluar dari kampung karena di sana sedang ada perang. Apalagi kalau ada serangan dari udara, masyarakat tambah takut,” kata Musa Gwijangge, seorang tokoh masyarakat Nduga yang mengungsi bersama masyarakat Yall.
Musa menambahkan masih banyak warga lain yang sedang berjalan ke Kwiyawage dan Nigiagin.
Warga sudah berada di hutan-hutan sekitar Yall selama tiga minggu lebih, katanya, tidur di alam terbuka sehingga rawan terkena penyakit.
Tanggapan gubernur
Gubernur Papua Lukas Enembe menyayangkan ketidakberadaan Bupati Nduga, Yarius Gwijangge di tengah masyarakat yang membutuhkan bantuan.
“Ini sebenarnya tugas bupati (Nduga) sesuai otonomi daerah. Bupati harus tanggung jawab, jangan lepas tangan karena dampaknya rakyat jadi korban,” katanya saat dikonfirmasi.
Enembe mengaku dia telah memerintahkan Sekda Papua, Herry Dosinaen, untuk membentuk tim independen yang salah satu tugasnya adalah membawa bantuan bahan makanan secepatnya.
“Saat ini tim tersebut sedang dibentuk oleh Sekda. Jika sudah terbentuk, secepatnya tim ini akan bekerja. Tim ini terdiri dari DPRP, MRP (Majelis Rakyat Papua), Pemerintah Provinsi, Polisi, TNI, Komnas HAM dan perwakilan masyarakat,” jelas Enembe.
Sebagai ketua Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda), Enembe telah mengundang anggota Forkompimda lain untuk merespon kondisi di Nduga pasca serangan TPNPB itu.
“Saya sudah sampaikan dalam rapat tanggal 28 Desember itu, kita perlu bentuk tim gabungan untuk memberikan bantuan makanan dan kesehatan kepada masyarakat tiga distrik di Nduga,” jelas Gubernur Enembe.
Khawatir
Sementara itu, pegiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan mengaku khawatir operasi TNI-Polri tak hanya berdampak pada warga, tapi juga kerusakan Taman Nasional (TN) Lorentz di Nduga.
Kawasan hutan di Nduga merupakan lokasi utama TN Lorentz yang memiliki kurang lebih 1.200 spesies tumbuhan, 118 spesies mamalia, 66 species Amphibia, 403 spesies burung, 51 spesies kupu-kupu dan berbagai spesies mikroorganisme.
TN Lorentz telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia oleh World Heritage Committee UNESCO.
“Kami khawatir ‘operasi militer’ yang berlangsung secara luas di kawasan hutan ini akan membawa dampak terganggung habitat dan kerusakan ekosistem setempat, serta menghilangkan ruang hidup dan wilayah kelola rakyat setempat,” ujar Aiesh Rumbekwan, Kordinator Walhi Papua mewakili 49 LSM di Tanah Papua.
Menurut para aktivis LSM yang bergabung dalam Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil Pro Keadilan, HAM dan Lingkungan di Tanah Papua, situasi di Nduga saat ini bukanlah pertama kalinya.
Distrik Mapenduma, Yigi, dan Mbua, pada masa lalu pernah mengalami peristiwa yang sama hingga mengakibatkan trauma berkepanjangan pada masyarakat yang tinggal di kawasan pedalaman itu.