Walhi Desak Polisi Ungkap Penyebab Kematian Aktivis Golfrid Siregar
2019.10.07
Jakarta

Wahana Lingkungan Hidup Sumatra Utara (Walhi Sumut) mendesak kepolisian segera mengungkap penyebab kematian aktivis lingkungan hidup, Golfrid Siregar.
Golfrid yang juga kuasa hukum Walhi Sumut meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Pusat Adam Malik, Medan, pada Minggu, 6 Oktober 2019, setelah menjalani perawatan selama beberapa hari.
"Kepolisian harus segera mengungkapkan penyebab meninggal agar tidak ada prasangka macam-macam," kata Direktur Walhi Sumut, Dana Prima Tarigan kepada BeritaBenar, Senin, 7 Oktober 2019.
Menurut Dana, pengungkapan penyebab kematian Golfrid penting lantaran ditemukan banyak luka di tubuhnya seperti bekas pukulan benda tumpul di kepala dan luka pada bagian tubuh lain.
Adapun kepolisian, dalam pernyataan awal, menyebut kematian Golfrid diduga akibat kecelakaan lalu lintas.
"Tanda-tandanya (kematian) tidak seperti korban kecelakaan lalu lintas. Tidak ada lecet di tubuh, layaknya korban kecelakaan," lanjut Dana.
"Maka kami berharap ini menjadi prioritas Kepolisian Daerah Sumatra Utara untuk diungkap."
Juru bicara Kepolisian Daerah Sumatra Utara Komisaris Besar Pol. Tatan Dirsan Atmaja berjanji akan mengusut penyebab kematian Golfrid.
Kepolisian, menurutnya, juga sudah berkomunikasi dengan keluarga untuk menanyakan kesediaan mengautopsi jenazah Golfrid.
"Sejauh ini kami sudah mengolah tempat kejadian perkara saat Golfrid ditemukan meninggal dunia," kata Tatan tanpa merinci lebih lanjut temuan kepolisian.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Medan, Komisaris Polisi Eko Hartanto di laman Tribunnews, mengatakan pihaknya masih mencari rekaman kamera pengawas (CCTV) di seputar lokasi ditemukannya Golfrid.
Menurut Eko, polisi mengecek tukang becak yang menemukan dan mengantar korban ke Rumah Sakit Mitra Sejati.
"Kami sudah cek CCTV di RS. Memang pada waktu itu, ada empat orang. Dua orang yang menggotong di dalam becaknya, satu pengemudi becak dan satu yang bersama korban dan setelah itu ada yang mengantar sepeda motor korban. Ada juga Grab terlihat di situ, motor," katanya.
Kronologis kejadian
Golfrid ditemukan tergeletak di jalan layang Jamin Ginting, Medan, dalam kondisi tak sadarkan diri sekitar pukul 01.00 WIB, Kamis dini hari lalu.
Saat ditemukan, barang-barang pribadi seperti laptop, dompet, tas, dan cincin dilaporkan raib.
Golfrid ditemukan tukang becak yang kebetulan melintas di ruas tersebut dan dibawa ke Rumah Sakit Mitra Sejati. Selanjutnya, ia dipindahkan ke RSUP Adam Malik dan sempat menjalani operasi.
Sebelum didapati dalam kondisi kritis di ruas jalan layang Jamin Ginting, Golfrid sempat tidak bisa dihubungi keluarga sejak sekitar dua jam sebelumnya.
Menurut Dana, Golfrid disebut sudah dalam kondisi kritis saat dilarikan ke rumah sakit.
Selain didapati bekas pukulan benda tumpul, tempurung kepalanya juga disebut rusak.
"Setelah operasi, kondisinya juga masih kritis hingga akhirnya meninggal dunia kemarin," terang Dana.
Pernyataan Dana selaras dengan juru bicara RSUP Adam Malik Rosario Dorothy kepada wartawan setempat.
"Saat tiba, kondisi pasien juga sudah tidak sadarkan diri dan mengalami pendarahan di bagian kepala yang cukup hebat," kata Rosario.
"Dari hasil pemeriksaan dokter, yang memberatkan (kematian), ya karena benturan di bagian kepala sehingga mengakibatkan pendarahan yang cukup hebat."
Potensi terkait advokasi
Sepanjang hayat, Golfrid tergolong aktif memperjuangkan masalah lingkungan hidup, terutama di wilayah Sumut.
Ia, antara lain, pernah terlibat dalam gugatan terhadap Surat Keputusan (SK) Gubernur Sumatra Utara di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan terkait pemberian izin lingkungan untuk PT NSHE pada 2018.
Bersama Walhi, Golfrid ketika itu menilai pembukaan kawasan hutan Batang Toru untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru yang dikerjakan PT NSHE akan merusak habitat orangutan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis) dan lingkungan hidup secara umum.
Apalagi, lokasi pembangunan PLTA merupakan area rawan gempa, bahkan salah satu titik pusatnya.
“Bisa dibayangkan, air disedot dan ditempatkan dalam bendungan yang jika gempa bisa hancur dan menghancurkan makhluk hidup yang ada di bawahnya," kata Golfrid kala itu, dikutip dari laman Mongabay.
"Jadi, kami menggugat agar izin dibatalkan sehingga perusahaan menghentikan kegiatan membuka hutan yang bisa mengancam kehidupan orangutan dan makhluk hidup lain."
Mengenai potensi insiden terhadap Golfrid terkait kasus yang ditanganinya, Dana tak mau menduga-duga lebih lanjut.
"Saya tidak mau menduga. Apalagi Golfrid selama ini tidak pernah bercerita apakah ada ancaman yang datang terkait pendampingan kasus yang ia lakukan," katanya.
"Maka seperti yang saya katakan, kepolisian harus segera mengungkap kasus ini agar tidak berkembang ke mana-mana menjadi 'bola liar'."
Sedangkan Tatan enggan mengomentari kemungkinan ini dan meminta kepolisian diberi waktu untuk mengusut kasus tersebut hingga tuntas.