Kapal penangkap ikan Vietnam masuki zona ekonomi Indonesia yang baru disepakati

Vietnam dan Indonesia selama bertahun-tahun terlibat dalam sengketa atas klaim ZEE yang tumpang tindih di perairan sekitar Kepulauan Natuna di Laut China Selatan.
Staf RFA
2023.02.17
Hanoi
Kapal penangkap ikan Vietnam masuki zona ekonomi Indonesia yang baru disepakati Anggota Badan Keamanan Laut Indonesia menahan kapal penangkap ikan Vietnam di dekat Kepulauan Natuna, Indonesia, 26 Juli 2020.
[Handout/Bakamla/AFP]

Kapal berbendera Vietnam terus menangkap ikan di perairan yang diklaim Indonesia sebagai zona ekonomi eksklusifnya bahkan setelah kedua negara mencapai kesepakatan tentang perbatasan, menurut sebuah lembaga kajian kelautan. Kejadian ini menunjukkan pentingnya membuka pada publik dokumen perjanjian perbatasan antara kedua negara.

Pada 22 Desember 2022, Indonesia dan Vietnam menyepakati batas zona eksklusif ekonomi (ZEE) kedua negara yang terletak di wilayah Laut China Selatan usai 12 tahun berunding, meski belum ada perinciannya. ZEE memberi negara akses eksklusif ke sumber daya alam di perairan dan di dasar laut.

Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) mengatakan data yang diperoleh melalui pelacakan sinyal sistem identifikasi otomatis menunjukkan bahwa ratusan kapal penangkap ikan Vietnam masih beroperasi di ZEE Indonesia setiap bulan.

“Pada 27 Desember 2022, seorang nelayan Indonesia merekam dari ponselnya penampakan enam kapal nelayan Vietnam hanya berjarak 20 mil laut (37 kilometer) dari Pulau Laut, pulau terluar di Laut Natuna Utara,” kata Imam Prakoso, seorang analis senior di IOJI.

IOJI juga mengatakan sejak awal Februari, 155 kapal penangkap ikan Vietnam terlihat di perairan ZEE Indonesia.

Direktorat Perikanan Vietnam tidak bersedia memberikan komentar, tetapi sebelumnya otoritas Hanoi mengklaim bahwa kapal penangkap ikan Vietnam umumnya hanya beroperasi di perairan antara kedua negara yang tumpang tindih dan sedang dalam negosiasi.

Andreas Aditya Salim, penasihat senior IOJI, mengatakan bahwa karena negosiasi telah selesai, “sangat penting untuk mensosialisasikan isi perjanjian sesegera mungkin agar kedua belah pihak, termasuk masyarakat umum, memahami dengan jelas di mana batasnya.”

Sebanyak 155 kapal penangkap ikan Vietnam terlihat di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang diklaim secara sepihak, Februari 2023 [Indonesia Ocean Justice Initiative]
Sebanyak 155 kapal penangkap ikan Vietnam terlihat di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang diklaim secara sepihak, Februari 2023 [Indonesia Ocean Justice Initiative]

Beda pandangan tentang batas

Vietnam dan Indonesia telah terlibat dalam sengketa atas klaim ZEE yang tumpang tindih di perairan sekitar Kepulauan Natuna di Laut China Selatan selama bertahun-tahun.

Lembaga penegak hukum kedua negara pernah bentrok terkait kegiatan nelayan Vietnam di wilayah ini. Indonesia sudah menahan dan menghancurkan puluhan kapal Vietnam yang dituduh melakukan perambahan dan penangkapan ikan ilegal.

Indonesia dan Vietnam menyepakati batas landas kontinen, atau dasar laut, pada tahun 2003 dan sejak 2010, telah terlibat dalam lebih dari sepuluh putaran pembicaraan tentang delineasi ZEE.

“Menurut Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), batas landas kontinen suatu negara pada umumnya terletak di luar perbatasan ZEE,” kata Vu Thanh Ca, pakar hukum maritim Vietnam.

Sederhananya, kata Ca, landas kontinen membentuk area yang lebih luas dari ZEE yang membentang 200 mil laut (370 kilometer) dari pantai suatu negara.

“Namun Indonesia memiliki sistem pengukuran yang berbeda, yang ZEE-nya melampaui landas kontinen,” jelas Ca, mantan Direktur Institut Penelitian Laut dan Pulau Vietnam.

Hal ini menciptakan wilayah yang tumpang tindih, dan karenanya dipersengketakan, antara ZEE kedua negara, tambah Ca.

Kesepakatan yang baru dicapai akan membantu memerangi penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUU) di daerah tersebut, kata para analis, mendesak agar implementasi dilakukan sesegera mungkin.

“Kita harus menghormati proses legislatif di kedua negara setelah perjanjian batas ZEE,” kata Andreas.

“Namun demikian, proses legislatif seperti itu tidak menghalangi pelaksanaan kesepakatan untuk menciptakan stabilitas di kawasan,” katanya, seraya menambahkan bahwa “penting juga untuk memperkuat kerja sama antara Indonesia dan Vietnam untuk berpatroli di kawasan tersebut.”

“Kartu kuning” untuk Vietnam

Pada 2017, Komisi Eropa mengeluarkan peringatan “kartu kuning” terhadap pelanggaran penangkapan ikan yang dilakukan Vietnam.

Perdana Menteri Pham Minh Chinh memerintahkan pemerintah daerah untuk memberantas penangkapan ikan ilegal pada akhir tahun 2021 tetapi target tersebut tidak tercapai.

Para pejabat mengakui perlunya memperkuat pemantauan dan kontrol terhadap para nelayan mereka yang pada gilirannya mengeluhkan penurunan stok ikan dan intimidasi oleh kapal asing di laut.

Vietnam mengoperasikan armada penangkap ikan sekitar 9.000 kapal di Laut China Selatan, menurut South China Sea Probing Initiative, lembaga kajian China.

Lembaga penelitian tersebut menyebutkan pada Januari 2023 sebanyak 7.322 kapal penangkap ikan Vietnam terekam oleh sistem identifikasi otomatis di seluruh laut.

Meski demikian, China masih yang terburuk dibanding negara lain dalam hal penangkapan ikan ilegal. Indeks Penangkapan Ikan Ilegal Global yang dibuat oleh Global Initiative against Transnational Organized Crime pada tahun 2019 menempatkan China sebagai pelanggar terburuk, kata lembaga tersebut.

Dengan 800.000-an kapal, armada penangkapan ikan China sejauh ini merupakan yang terbesar di dunia dan perikanan adalah salah satu alasan China terjerat dalam perselisihan dengan tetangganya di Laut China Selatan, kata para ahli.

Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Indonesia semuanya mengeluh tentang kapal penangkap ikan China yang melanggar batas perairan mereka.

Laut China Selatan diklaim oleh enam negara yaitu Brunei, China, Malaysia, Filipina, Vietnam dan Taiwan. Indonesia, walaupun mengatakan bukan pihak pengklaim di wilayah perairan itu, namun Jakarta beberapa kali mengalami konflik dengan Beijing terkait masuknya kapal China di wilayah yang disebut Indonesia sebagai Laut Natuna Utara.

Radio Free Asia [RFA] adalah media yang berafiliasi dengan BenarNews.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.