Indonesia Kecam Keras Vanuatu Terkait Tokoh Papua Merdeka
2019.01.30
Jayapura
Pemerintah Indonesia mengecam keras tindakan Vanuatu karena memasukkan tokoh Papua merdeka di luar negeri dalam delegasinya ketika bertemu Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (KTHAM PBB) di Jenewa, Swiss.
“Tindakan Vanuatu tersebut merupakan tindakan yang sangat tidak terpuji dan sangat tidak sesuai dengan prinsip-prinsip fundamental Piagam PBB,” kata Dubes Indonesia untuk PBB di Jenewa, Hasan Kleib dalam siaran pers yang diterima BeritaBenar, Rabu, 30 Januari 2019.
Dalam pertemuan tertutup dengan Komisioner KTHAM PBB, Michelle Bachelet, Jumat lalu, delegasi Vanuatu mengikutsertakan Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda.
“Vanuatu sengaja telah mengelabui KTHAM dengan melakukan langkah manipulatif melalui penyusupan Benny Wenda ke dalam delegasi mereka,” katanya.
Hasan menambahkan bahwa informasi yang diperoleh dari kantor KTHAM, nama Benny tidak masuk dalam daftar resmi delegasi Vanuatu yang berkunjung untuk membahas masalah Universal Periodic Review negara di kawasan Samudra Pasifik tersebut.
“Indonesia tidak akan pernah mundur untuk membela dan mempertahankan kedaulatan wilayah NKRI,” tegasnya.
Dalam pertemuan itu, Benny mengklaim telah menyerahkan sebuah petisi berisi 1,8 juta tanda tangan rakyat Papua dalam buku besar yang menuntut referendum kemerdekaan bagi provinsi ujung timur Indonesia itu.
BeritaBenar tidak dapat memverifikasi klaim 1.8 juta tanda tangan.
“Benar. Pemerintah Vanuatu yang memfasilitasi kami untuk menyerahkan petisi itu,” ujar Benny kepada BeritaBenar melalui telepon.
Ia juga mengaku menyampaikan situasi di Kabupaten Nduga, Papua, yang menyebabkan warga setempat terpaksa mengungsi dari kampung setelah aparat keamanan melakukan “operasi” setelah serangan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) yang menewaskan 17 pekerja jalan trans Papua, awal Desember lalu.
“Kami minta agar PBB menggunakan mandatnya menekan Indonesia untuk membuka akses ke Nduga karena hingga hari ini akses ke Nduga masih ditutup oleh TNI,” katanya.
“Banyak informasi yang harus dibuktikan setelah serangan militer Indonesia di Mbua, Yigi, Yal dan Dal. Termasuk dugaan penggunaan fosfor putih dalam serangan tersebut.”
Sebelumnya diberitakan sedikitnya tujuh warga Nduga tewas dan ratusan mengungsi ke hutan karena mereka takut kehadiran aparat keamanan yang memburu anggota TPNPB.
Pertanyakan undangan
Juru bicara KTHAM PBB, Ravina Shamdasandi ketika dikonfirmasi mengatakan memang ada pertemuan antara delegasi Vanuatu dengan Michelle pada Jumat lalu.
“Pertemuan tersebut dalam konteks pembahasan Universal Periodic Review Vanuatu sebelum sidang Dewan HAM PBB. Saat pertemuan sedang berlangsung, Benny Wenda menyerahkan petisi tersebut,” kata Ravina melalui surat elektronik.
Ravina juga mempertanyakan undangan pemerintah Indonesia pada KTHAM PBB untuk mengunjungi Papua yang disampaikan Presiden Joko “Jokowi” Widodo, saat KTHAM PBB sebelumnya, Zeid Raad Al Hussein, berkunjung ke Indonesia, Februari 2018.
“Kantor KTHAM PBB sudah berkoordinasi dengan Indonesia mengenai masalah HAM di Papua, dan masih menunggu akses ke Papua,” lanjut Ravina.
Hasan dalam pernyataannya yang dikirim ke wartawan pada Rabu petang, menyebutkan pemerintah Indonesia tetap komitmen mengundang KTHAM PBB untuk berkunjung ke Papua.
“Undangan sudah disampaikan langsung ketika kunjungan KTHAM sebelumnya (Zeid al Hussein). Jadi tidak bisa dikatakan KTHAM masih menunggu undangan, atau meminta akses,” katanya.
“Hal yang masih tertunda adalah waktu disepakati bersama untuk kunjungan tersebut. Saat ini sedang dikoordinasikan jadwal kunjungan yang diharapkan dapat dilaksanakan tahun 2019.”
Bantahan Kodam
Sementara itu, Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih, Kolonel Muhammad Aidi membantah klaim Benny terkait situasi di Nduga.
“TNI tidak pernah melakukan hal tersebut. Dia (Benny Wenda) tidak dapat menunjukkan bukti dari apa yang telah dia tuduh," katanya.
Aidi juga meragukan angka 1,8 juta orang seperti diklaim Benny telah menandatangani petisi referendum Papua karena menurutnya penduduk Papua hanya 2,5 juta jiwa saja dan ada kabupaten seperti Nduga yang tidak punya data kependudukan.
Namun data Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Provinsi Papua dan Papua Barat mencatat Daftar Pemilih Tetap (DPT) di dua daerah itu mencapai 4.248.428 pemilih dengan rincian 3.517.447 di Provinsi Papua dan 730.981 di Papua Barat.
Aidi juga membenarkan seorang prajurit TNI dari Yonif 751 Raider, Praka Nazaruddin, tewas dan rekannya Praka Muhamad Rivai mengalami luka tembak setelah diserang kelompok TPNPB, Senin lalu.
Korban terkena tembakan saat sedang mengamankan lapangan terbang Mapenduma yang akan didarati rombongan Bupati Nduga, Yarius Gwijangge yang dijadwalkan memberikan bantuan logistik kepada masyarakat Nduga.
Saat ini, anggota TNI sedang mengejar para pelaku penembakan yang diduga dipimpin oleh Egianus Kogoya itu, kata Kasdam XVII Cenderawasih, Brigjen TNI Irham Waroihan.
“Aksi kelompok ini telah di luar batas,” tegasnya. “Untuk menghindari jatuhnya korban lagi, saya meminta anggota kami senantiasa waspada.”
Sebby Sambom, juru bicara TPNPB mengatakan penembakan di Mapenduma dilakukan TPNPB setelah mengetahui sebuah helikopter Polri mendarat.
“Polisi menurunkan barang-barang, senjata untuk melakukan penyisiran pada rakyat di Nduga. Karena itu kami tembaki pesawat yang mendarat di Mapenduma,” katanya.
Dengan kejadian menimpa Nazaruddin, maka dalam bulan ini sudah tiga anggota TNI tewas ditembak kelompok separatis Papua.
Sebelumnya Praka Subhan Razak tewas ditembak di Sinak, Kabupaten Puncak, pada 9 Januari.
Kemudian, pada 18 Januari lalu, Praku Makamu tewas tertembak di Yambi, Kabupaten Puncak Jaya.
Tia Asmara di Jakarta turut berkontribusi dalam artikel ini.