Usul Membentuk Dewan Pengawas Disinyalir Pelemahan Wewenang KPK

Ismira Lutfia Tisnadibrata
2016.02.05
Jakarta
160205_ID_KPK_1000 Para aktivis membubuhkan tanda tangan saat berlangsung aksi unjuk rasa untuk menyatakan dukungan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, 25 Januari 2015.
AFP

Polemik seputar rencana untuk mengubah Undang-Undang (UU) No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) - yang disinyalir bakal melemahkan lembaga anti-rasuah ini - semakin meruncing menyusul adanya perubahan beberapa poin usulan dalam draft revisi.

Salah satu yang menjadi kekhawatiran masyarakat, terutama pegiat anti-korupsi, adalah usulan untuk mendirikan Dewan Pengawas KPK.

Usulan ini adalah satu dari empat poin baru yang diusulkan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pekan ini saat memulai kembali pembahasan revisi UU KPK. Sebelumnya pada bulan Oktober, pemerintah meminta penundaan pembahasan revisi UU KPK yang diusulkan oleh 45 anggota Dewan Perwakilan Rakyat itu.

Ketiga poin lain adalah, KPK mempunyai wewenang untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), merekrut penyidik sendiri dan peraturan tentang penyadapan yang akan memerlukan izin tertulis dari Dewan Pengawas.

Keempat poin ini menjadi pembahasan baru setelah DPR memasukkan revisi UU KPK dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016 sebagai inisiatif DPR Desember lalu.

"Usulan (pembentukan) Dewan Pengawas bahaya karena keberadaannya bisa mengakibatkan konflik kepentingan bila ada anggota dewannya yang berasal dari partai politik," ujar Suryo Bagus, inisiator petisi daring di laman change.org yang mengajak masyarakat menolak revisi UU KPK, kepada BeritaBenar.

"Mengapa tidak memperkuat saja keberadaan Dewan Penasihat yang sudah ada?" tambahnya.

Saat ini, sudah ada pasal yang mengatur tentang keberadaan Dewan Penasihat dalam UU KPK.

Selain itu, usulan pasal yang mengatur bahwa penyadapan KPK perlu izin tertulis dalam 1x24 jam dari Dewan Pengawas juga dianggap sebagai salah satu poin yang akan paling melemahkan KPK dalam upaya pemberantasan korupsi.

"Dua hal ini yang paling riskan melemahkan," ujar Suryo.

Tidak perlu direvisi

Dosen Fakultas Hukum Universitas Parahyangan di Bandung, Agustinus Pohan juga mengatakan bahwa poin-poin yang diusulkan dalam revisi UU KPK sebenarnya tidak perlu karena tak ada urgensinya.

Agustinus beranggapan revisi atas wewenang KPK untuk melakukan penyadapan akan menimbulkan masalah ketika diimplementasikan.

"Badan Pengawas itu berbahaya karena tidak jelas siapa pengawasnya, bagaimana kalau dari parpol?" ujar Agustinus.

Petisi yang diusulkan Suryo hingga kini telah mendapatkan dukungan 50.372 tanda tangan daring.

Petisi yang dimulai pada Oktober 2015 itu menuntut Ketua DPR untuk menghentikan pembahasan revisi UU KPK serta mencabut draft revisinya dari Prolegnas DPR dan menuntut Presiden Joko Widodo untuk menolak usulan revisi UU tersebut.

Tetapi, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Panjaitan menolak anggapan bahwa poin-poin baru dalam draft revisi UU KPK dapat melemahkan KPK.

Kepada wartawan di Istana Negara, Jumat, Luhut malah mengatakan bahwa keempat poin itu akan “semakin memperkuat KPK”.

Sementara itu, juru bicara KPK Yuyuk Andriati Iskak menegaskan bahwa lembaga anti-rasuah itu sudah menolak revisi UU KPK melalui surat yang dikirim ke Badan Legislatif (Baleg) DPR maupun secara terbuka kepada publik lewat konferensi pers.

"Kepada Baleg, kami sampaikan bahwa undang-undang yang ada sudah cukup untuk mendukung operasional KPK sehingga tidak perlu direvisi," ujar Yuyuk kepada BeritaBenar.

"KPK menyarankan DPR dan Pemerintah untuk mendahulukan pembahasan beberapa undang-undang terkait pemberantasan korupsi, seperti amandemen UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, rancangan undang-undang Rampasan Aset dan Harmonisasi KUHAP and KUHP," tambah Yuyuk.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.