Dukungan Ulama dan Pengaruhnya pada Pilpres, Parpol
2019.04.16
Jakarta
Dukungan dari ulama tertentu kepada kedua pasang kandidat presiden dan wakil presiden dalam pemilihan presiden (Pilpres) dinilai bisa meningkatkan elektabilitas para kandidat, namun tidak berdampak signifikan bagi partai berbasis massa Islam dalam pemilu yang digelar serentak pada 17 April, demikian menurut analis.
Dukungan para tokoh Islam, menurut beberapa pengamat yang ditanya BeritaBenar secara terpisah, Selasa, 16 April 2019, tidak lepas dari penggunaan isu agama dan penguatan politik identitas.
Peneliti politik dari Charta Politika, Muslimin, mengatakan upaya menarik ulama ke ranah politik praktis sudah dilakukan partai dan kedua kubu yang bertarung di Pilpres jauh-jauh hari sebelum proses Pemilu dimulai.
“Narasi agama dibangun dalam beberapa kampanye. Tidak hanya di 02 saja tapi juga di 01 karena mereka berupaya merebut pengaruh ulama. Ketika ada tokoh agama yang menyatakan dukungannya, ini memiliki efek elektoral bagi pengikut tokoh agama tersebut," kata Muslimin.
Sejak awal, calon presiden petahana Joko “Jokowi” Widodo di kubu 01 berupaya keras mendapat dukungan para ulama, karena dia dan partainya kerap diserang isu tidak berpihak kepada kepentingan Muslim.
Jokowi menggandeng Ma’ruf Amin yang merupakan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga adalah Rais Am, Nahdlatul Ulama. Dipinangnya Ma’ruf disebut untuk membentangi kubu petahana dari tuduhan anti-Islam.
Sementara penantang, kubu 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno mendapatkan dukungan para ulama, termasuk dari kelompok garis keras, Front Pembela Islam (FPI) yang memotori aksi pengerahan massa untuk memenjarakan mantan gubernur DKI Jakarta, Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama, yang akhirnya divonis bersalah menistakan agama Islam.
Pada hari-hari terakhir jelang pemungutan suara, tiga tokoh penceramah kondang yakni Ustad Abdul Somad, Ustad Adi Hidayat dan Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym yang selama ini dianggap netral, menyatakan dukungannya kepada Prabowo-Sandi.
Menurut Muslimin, dukungan ketiga dai kondang itu berpengaruh pada pemilih yang belum menentukan pilihannya.
“Paling tidak pengaruh pertama adalah menyolidkan pemilih 02 yang punya afiliasi yang sama,” ujarnya.
Peneliti lembaga Survei Denny JA, Ikrama Masloman, menilai dukungan Somad, Adi dan AA Gym tidak begitu signifikan mempengaruhi migrasi pemilih Jokowi ke Prabowo.
“Karena sudah terlalu telat. Kalau dilakukan jauh-jauh hari pasti dampaknya akan lebih besar,” katanya saat dihubungi BeritaBenar.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf Amin, Abdul Kadir Karding, mengatakan, dukungan Somad dan Adi ke Prabowo ada sisi positifnya untuk mereka. Ini semakin mempertegas bahwa pihaknya didukung kelompok ulama dan organisasi Islam moderat.
"Ada sisi positifnya. Kelompok-kelompok NU, Islam moderat, akan bersatu," ujarnya kepada wartawan.
Karding juga mengatakan Jokowi mendapat tasbih dari Maulana al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya atau Habib Luthfi dan serban dari KH Maimoen Zubair alias Mbah Moen.
Menurutnya, Habib Luthfi – pendakwah kondang berusia 71 tahun yang juga Ketua MUI Jawa Tengah— dan Mbah Moen – Ketua Majelis Syariah PPP – merupakan kiai sepuh dan berpengaruh.
"Saya kira masing-masing ini ada maknanya. Kalau boleh saya menafsirkan, serban hijau artinya semacam simbol kedudukan, simbol keislaman. Kalau tasbih itu selalu berzikir, mengingat kepada Allah," katanya.
Tidak pengaruhi partai
Dukungan ulama di dua kubu capres-cawapres tidak berdampak signifikan bagi partai berbasis massa Islam dalam Pemilu yang digelar serentak pada 17 April.
Ikrama Masloman mengatakan hasil survei yang digelar pihaknya maupun sejumlah lembaga survei lain, partai politik yang paling mendapatkan efek elektoral adalah partai yang memiliki calon presiden dan wakil presiden, yakni PDIP dan Gerindra.
“Jadi meski begitu kentara isu Islamnya di Pilpres, tidak lantas kemudian berdampak menguatnya pemilih pada partai Islam. Justru partai nasionalis yang memiliki capres-cawapres yang akan mendapatkan suara besar,” ujarnya.
Sementara Direktur Program Saiful Mujani Reserch and Consulting (SMRC), Sirojuddin Abbas, mengatakan partai politik yang berbasis Islam saat ini tidak memiliki tokoh yang begitu kuat untuk menarik dukungan pemilih Muslim.
Akibatnya banyak Muslim yang lebih tertarik memilih partai nasionalis yang memiliki tokoh dan program kerja yang lebih baik.
“Keterlibatan partai berbasis Islam dalam skandal korupsi yang paling membekas bagi pemilih. Sebenarnya partai Islam tidak jauh berbeda dengan partai nasionalis,” katanya saat dihubungi.
Akan reda setelah Pilpres
Keterlibatan tokoh agama terlalu dalam ke politik praktis pemilu 2019, kerap disebut memperbesar gesekan antar-umat. Bahkan banyak kalangan khawatir akan berdampak semakin memperlebar perpecahan di masyarakat pasca keluarnya hasil Pemilu.
Namun, Muslimin yakin ulama yang terlibat dalam kontestasi politik 2019 dewasa dalam bersikap dan akan kembali mengambil perannya sebagai pencerah ummat, usai Pemilu.
“Rasanya memang sangat kental, tapi saya kira tidak berefek panjang. Setelah pemilu, saya kira mereka akan kembali seperti biasa,” ujarnya.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid mengajak semua pihak untuk mendinginkan suasana jelang hari pencoblosan.
Ia berharap para tokoh di masing-masing kubu dapat berperan sebagai penjaga moral, rekonsiliator, dan perekat bangsa untuk merajut kembali keretakan sosial sebagai efek dari pesta demokrasi lima tahunan.
"Sehingga akan terpilih putra-putri bangsa yang beriman, bertakwa, jujur, aspiratif dan mampu mengemban tugas negara dengan penuh dedikasi, amanah dan tanggung jawab,” katanya.