Tunda Pembahasan UU KPK, Pemerintah Diapresiasi

Arie Firdaus
2016.02.22
Jakarta
160222_ID_UUKPK_1000 Dalam foto yang dirilis Istana Kepresidenan pada 24 Januari 2016, dua perempuan melakukan selfie di depan Presiden Joko Widodo yang berjalan kaki di lokasi car free day di Jakarta.
AFP

Sikap pemerintah yang memilih untuk menunda pembahasan revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) dipuji berbagai kalangan. Presiden Joko Widodo dinilai telah mendengarkan aspirasi rakyat Indonesia.

"Meski tidak maksimal, tapi (keputusan) itu harus diapresiasi," ujar aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho kepada BeritaBenar, Senin, 22 Februari 2016.

"Walaupun yang ingin didengar publik adalah menolak revisi UU KPK, bukan hanya sebatas menunda."

Emerson menilai bahwa penundaan itu tetap menyisakan bahaya bagi masa depan KPK karena tidak menghentikan peluang pihak-pihak baik di parlemen maupun pemerintah yang tetap ingin merevisi UU KPK.

"Tetap berbahaya. Harusnya Jokowi mengambil langkah ekstrem dengan menarik revisi UU KPK dari Prolegnas (Program Legislasi Nasional)," tegas Emerson lagi.

Tak berbeda pernyataan politikus Partai Gerindra Martin Hutabarat. Dia mengaku puas karena akhirnya pembahasan UU KPK ditunda.

"Saya masih memiliki optimisme soal masa depan bangsa ini. Bahwa ternyata moral dan idealisme masih hidup di sini," ujar Martin, yang juga anggota Badan Legislasi DPR, saat dihubungi.

"Kekuatan moral ternyata bisa menang juga dari politik."

Usai Bertemu DPR

Keputusan menunda pembahasan revisi UU KPK diambil setelah Presiden Jokowi bertemu pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Istana Kepresidenan, Senin siang.

Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar dua jam itu -- dimulai pukul 12.30 WIB yang diawali dengan makan siang bersama -- hadir pimpinan DPR yang terdiri dari Ketua Ade Komarudin serta para wakil ketua yaitu Agus Hermanto, Fadli Zon, Taufik Kurniawan, dan Fahri Hamzah.

Selain itu, tampak pula Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo, Ketua Komisi IX Ahmad Noor Supit, Ketua Komisi I Mahrudz Siddik, Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhi Baskoro Yudhoyono, Sekretaris Fraksi Gerindra Fary Djemi Francis, dan Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional Teguh Juwarno.

"Setelah berbicara banyak mengenai rencana revisi UU KPK, kami bersepakat bahwa revisi ini sebaiknya tidak dibahas saat ini," kata Jokowi dalam keterangan pers seusai pertemuan.

"Saya memandang perlu adanya waktu yang cukup untuk mematangkan rencana revisi UU KPK dan sosialisasi kepada masyarakat."

Wacana merevisi UU KPK ramai ditolak sejak pertama kali disuarakan. Pasalnya, rancangan baru aturan KPK dinilai melemahkan komisi antirasuah itu. Ramainya penolakan itu, menurut Fadli Zon, akhirnya menjadi pertimbangan penundaan pembahasan revisi.

"Situasinya, kan, tidak memungkinkan dalam perkembangannya. Banyak suara yang menolak dari berbagai elemen, termasuk guru besar, tokoh agama, dan lainnya. Dan, lagipula DPR belum menjadi suara bulat," ujar Fadli Zon di tempat yang sama.

Perihal kenapa revisi itu hanya ditunda, alih-alih dibatalkan, Fadli memberi jawaban yang normatif.

"Itu, kan, bahasa dari Presiden. Yang pasti, sekarang (UU KPK) tutup buku dulu," ujar politisi Partai Gerindra tersebut.

Tetap Masuk Prolegnas

Meski urung dibahas lebih lanjut, Ketua DPR Ade Komarudin mengatakan revisi UU KPK tak akan dikeluarkan dari Prolegnas. Jadi sewaktu-waktu tetap bisa dilanjutkan pembahasannya. Kesepakatan menunda pembahasan, lanjut Ade, tak akan membatalkan rapat paripurna DPR yang direncanakan, Selasa 23 Februari 2016.

"DPR belum berniat merevisi daftar Prolegnas," ujar Ade di Istana Kepresidenan usai pertemuan dengan Presiden Jokowi. "Saya dan pimpinan besok tetap menggelar paripurna, setelah itu rapat bamus (badan musyawarah) untuk penentuan agenda."

Selain membahas kelanjutan UU KPK, rapat paripurna juga bakal membahas hal lain seperti UU Amnesti Pajak dan UU Antiterorisme. "Ada 40 UU yang disepakati antara DPR dan pemerintah tahun ini," jelas Ade.

Fadli Zon menambahkan, DPR memang tak serta-merta bisa mengeluarkan UU KPK dari Prolegnas karena ada beberapa prosedur yang harus dilewati.

"Perlu pleno, pengajuan, dan tergantung fraksi," ujar Fadli, menjelaskan prosedur pengeluaran sebuah rancangan UU dari Prolegnas.

Undang Penentang UU KPK

Usai penundaan pembahasan UU KPK, pemerintah selanjutnya bakal mengundang pihak-pihak yang menolak revisi untuk menjelaskan alasan bahwa revisi tersebut dimaksudkan tidak untuk melemahkan KPK.

Hanya saja, dalam keterangan di laman Tempo.co, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly belum merinci waktu pertemuan.

Yang pasti, katanya, dalam pertemuan itu pemerintah akan mensosialisasikan empat poin revisi yang selama ini ramai ditentang, seperti keberadaan Dewan Pengawas dan soal wewenang penyadapan.

"Pihak-pihak yang menyatakan revisi sama dengan pelemahan KPK akan diundang. Tapi harus berbasis intelektual, tidak emosional," ujar Yasonna seperti dikutip Tempo.co.

Bagi Ketua KPK Agus Rahardjo, penundaan pembahasan revisi UU KPK setidaknya menunda ancaman yang pernah dilontarkannya. Sebelumnya, ia mengancam akan mundur dari jabatannya bila pembahasan revisi UU KPK tetap dilanjutkan DPR.

Belum ada tanggapan dari Agus Rahardjo menyangkut penundaan ini. Telepon dan pesan singkat yang dikirim BeritaBenar tak diresponsnya. Namun Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif dalam pernyataan di situs Tribunnews, mengapresiasi keputusan Presiden.

"Kami menghargai sikap Bapak Presiden atas ditundanya pembahasan revisi Undang-Undang KPK," katanya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.