Tujuh Simpatisan ISIS Terima Vonis Hukuman Penjara
2016.02.09
Jakarta
![160209_ID_ISIS_1000 160209_ID_ISIS_1000](https://inddev.benarnews.org/indonesian/berita/tujuh-simpatisan-isis-terima-vonis-hukuman-penjara-02092016113730.html/160209_ID_ISIS_1000.jpg/@@images/baf8a6f8-07e5-443d-944a-cf9686e76a00.jpeg)
Tujuh warga negara Indonesia simpatisan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Selasa, 9 Februari 2016, menerima putusan hukuman penjara.
Di antara mereka, Tuah Febriwansyah alias Muhammad Fachry dihukum lima tahun penjara dan denda Rp5 juta. Sedangkan, enam terdakwa lain divonis antara tiga hingga empat tahun penjara dalam persidangan yang dikawal ketat aparat kepolisian bersenjata lengkap.
Vonis terhadap Tuah lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang dalam persidangan 2 Februari lalu menuntut pemilik situs Al-Mustaqbal.net itu delapan tahun penjara dan denda Rp50 juta.
Setelah majelis hakim menjatuhkan amar putusannya, Tuah tampak menyiratkan rasa syukur atas hukuman itu. "Alhamdulillah, saya menerima putusan dari hakim," ujarnya.
Dalam putusannya, majelis hakim terdiri dari Mohammad Arifin, Syahlan, dan Ahmad Fauzi menilai dakwaan yang dijeratkan atas Tuah terbukti secara hukum.
Dakwaan pertama terkait Undang-Undang Terorisme Pasal 15 junto pasal 7 terbukti yang antara lain secara sah terbukti lantaran Tuah pernah tergabung dengan kelompok pengajian yang berbai’at kepada ISIS.
Kelompok ini dipimpin Bahrumsyah, pentolan ISIS asal Indonesia yang disebut-sebut berada di Suriah. Tuah sendiri tak pernah pergi ke Suriah meski mengucap janji setia kepada kelompok tersebut.
Tuah juga dijerat dengan dakwaan kedua, yaitu UU Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Unsurnya terpenuhi, karena dengan mengunggah banyak hal tentang ISIS ke internet (lewat situs Al-Mustaqbal), akses informasi menjadi lebih luas," ujar Hakim Ketua Syahlan dalam amar putusannya.
"Masyarakat menjadi tahu soal ISIS dan memberikan dampak, baik itu menjadi takut atau justru tergerak (mengikuti ISIS). Terdakwa terbukti melanggar Pasal 27 ayat 4, Pasal 28 ayat 2, dan Pasal 45 ayat 1."
Divonis lebih ringan
Dua terdakwa lain yang juga tidak pernah ke Suriah yaitu Aprimul Hendri alias Mulbin Arifin dan Koswara alias Abu Ahmad diganjar hukuman yang lebih ringan daripada Tuah.
Aprimul dihukum tiga tahun penjara dan denda Rp50 juta. Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa yaitu lima tahun penjara. Sedangkan Koswara divonis empat tahun penjara dan denda Rp50 juta, yang juga lebih ringan pula dari tuntutan jaksa yaitu enam tahun penjara.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai Aprimul dan Koswara terbukti karena ikut terlibat dalam pemufakatan jahat dan memfasilitasi keberangkatan WNI ke Suriah.
"Terdakwa sempat menerima uang lewat rekening BCA dan kemudian menggunakannya untuk memberangkatkan orang ke Suriah," ujar majelis hakim saat membacakan putusan Koswara.
Saat mendengarkan amar putusan hakim, Koswara dan Aprimul berdiri dan terus menatap majelis hakim. Sikap berbeda ditunjukkan Tuah yang lebih bannyak menundukkan kepala sepanjang hakim membacakan putusannya.
Menanggapi vonis yang dijatuhkan majelis hakim, melalui kuasa hukumnya Asludin Hatjani, Koswara dan Aprimul mengatakan tak akan mengajukan banding.
“Para terdakwa menerimanya,” ujar Asludin.
Ahmad Junaedi melambaikan tangan usai divonis tiga tahun penjara di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, 9 Februari 2016. (BeritaBenar)
Terikat Piagam PBB
Vonis tak jauh berbeda diterima empat terdakwa yang pernah berkunjung ke Suriah. Mereka adalah Ahmad Junaedi alias Abu Salman, Ridwan Sungkar alias Abu Bilal alias Iwan alias Ewok, Abdul Hakim Munabari alias Abu Imad, dan Helmi Muhammad Alamudi.
Junaedi diganjar tiga tahun penjara, lebih ringan dari tuntutan jaksa yaitu lima tahun penjara. Ridwan divonis empat tahun penjara dari enam tahun tuntutan jaksa. Hakim divonis tiga tahun dari tuntutan lima tahun. Sedangkan Helmi dihukum 3,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta, dari tuntutan lima tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Dalam pernyataan setelah persidangan, kuasa hukum keempat terdakwa Asludin menyatakan mereka juga menerima vonis majelis hakim.
"Meskipun kami tetap pada pendapat bahwa tindak pidana sebenarnya terjadi di luar Indonesia, yaitu di Suriah," kata Asludin.
“Lagipula, seorang terdakwa yaitu Junaedi sebenarnya tertipu saat berangkat ke Suriah. Ia dijanjikan menjadi guru, tapi ternyata disuruh berjaga-jaga sesampai di sana.”
Saat membacakan pertimbangannya terhadap keempat terdakwa, majelis hakim mengabaikan pembelaan Asludin. Majelis mengutip pernyataan saksi ahli yang dihadirkan di persidangan, yaitu pakar hukum pidana dari Universitas Padjadjaran, Romli Atmasasmita.
"Meskipun tidak ada perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Suriah, namun WNI yang berbuat pidana di Suriah tetap bisa diproses hukum sesuai hukum Indonesia," kata majelis, mengulangi pernyataan Romli.
"Karena kedua negara mengadopsi resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa tangga 24 September 2014."
Resolusi itu, antara lain, menekankan bahwa upaya pemberantasan ISIS harus sesuai dengan Piagam PBB. PBB telah mengategorikan ISIS sebagai kelompok teroris dan terlarang.