Tsunami Selat Sunda: Puluhan Orang Tewas, Ratusan Luka-luka
2018.12.22
Aceh
Puluhan orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka setelah tsunami menerjang wilayah di sekitar Selat Sunda, terutama di Kabupaten Pandeglang dan Serang, Provinsi Banten, serta Lampung Selatan, Provinsi Lampung, Sabtu malam, demikian disampaikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
“Tsunami bukan dipicu oleh gempa bumi. Tidak terdeteksi adanya aktivitas tektonik,” kata Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB dalam pernyataan tertulis yang diterima BeritaBenar, Minggu, 23 Desember 2018.
“Kemungkinan tsunami akibat longsor bawah laut karena pengaruh dari erupsi Gunung Anak Krakatau. Pada saat bersamaan terjadi gelombang pasang akibat pengaruh bulan purnama. Jadi kombinasi antara fenomena alam yaitu tsunami dan gelombang pasang.”
Sutopo menyebutkan bahwa Badan Geologi mendeteksi pada pukul 21.03 WIB Gunung Anak Krakatau erupsi kembali dan menyebabkan peralatan seismograf setempat rusak.
Namun, seismik Stasiun Sertung merekam adanya getaran tremor terus menerus (tidak ada frekuensi tinggi yang mencurigakan).
“Kemungkinan material sedimen di sekitar Anak Gunung Krakatau di bawah laut longsor sehingga memicu tsunami,” katanya.
Ia mengatakan tsunami terjadi pada pukul 21:27 WIB Sabtu, 22 Desember 2018.
Data sementara
Sutopo menyatakan data sementara hingga pukul 7:00 Minggu, tercatat 40 orang tewas, 584 luka-luka, dua orang hilang, ratusan bangunan rusak berat, dan puluhan kapal rusak di Banten dan Lampung.
“Korban kemungkinan masih akan terus bertambah mengingat belum semua daerah terdampak didata,” ujar Sutopo.
Dia merinci Pandeglang adalah daerah terparah terdampak tsunami.
Data sementara mencatat di wilayah tersebut terdapat 33 orang tewas, 491 orang luka-luka, 400 rumah rusak berat, sembilan unit hotel rusak berat, 10 kapal rusak berat demikian juga puluhan kendaraan.
Daerah yang terdampak parah adalah permukiman dan tempat wisata di Pantai Tanjung Lesung, Pantai Sumur, Pantai Teluk Lada, Pantai Panimbang, dan Pantai Carita.
Sementara di Serang terdapat tiga orang tewas, empat terluka dan dua orang hilang. Daerah yang terdampak di Kecamatan Cinangka.
Di Lampung Selatan terdapat tujuh orang tewas dan 89 orang luka-luka, dan 30 unit rumah rusak berat.
Sutopo menambahkan penanganan darurat terus dilakukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat bersama TNI, Polri, Basarnas,Tagana, PMI, relawan dan masyarakat.
“Masyarakat dihimbau tetap tenang dan tidak terpancing isu-isu yang menyesatkan,” harapnya.
Ia juga menambahkan agar warga tidak melakukan aktivitas di wilayah pantai saat ini.
“Petugas berusaha mendatangi sejumlah desa di Pantai Pandeglang, tapi agak kesulitan karena beberapa kawasan ditutupi sampah dan puing-puing bangunan,” kata Kepala BPBD Banten, Kusmayadi, kepada wartawan setempat.
Kusmayadi meyakini jumlah korban tewas akan bertambah karena masih ada beberapa daerah yang terdampak tsunami belum berhasil dijangkau tim penyelamat.
Seorang warga asal Norwegia yang sedang berlibur di Pantai Anyer, Øystein Lund Andersen, menuliskan tentang tsunami tersebut dalam akun Facebooknya, seperti diberitakan AP.
"Saya berada di pantai memotret gunung berapi yang terkenal – Anak Krakatau, ketika tiba-tiba saya melihat ombak besar datang. Saya harus berlari, ketika ombak melewati pantai dan menghempas sejauh 15-20 meter ke darat," tulis Øystein Lund Andersen. “Gelombang selanjutnya memasuki area hotel tempat saya menginap dan menghempas mobil-mobil di jalanan. Saya berhasil mengungsi dengan keluarga saya ke tempat yang lebih tinggi melalui jalan setapak menuju hutan dan pedesaan, dimana kami mendapat bantuan penduduk setempat. Syukurlah, kami tidak terluka."
Mirip Palu
Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati dalam jumpa pers, Minggu dini hari, menyatakan tsunami kecil yang melanda di Banten dan Lampung mirip seperti terjadi di Palu, Sulawesi Tengah, 28 September lalu.
"Periodenya (periode gelombang) pendek-pendek," katanya seperti dikutip dari laman Kompas.com.
Dwikorita menduga tsunami dengan ketinggian tertinggi 0,9 meter itu karena erupsi Gunung Anak Krakatau sehingga menyebabkan guguran material yang jatuh ke lautan dan menimbulkan gelombang tinggi.
“Gelombang yang menerjang bisa jadi lebih tinggi dari yang terdata sebab ada beberapa wilayah di sekitar Selat Sunda yang punya morfologi teluk seperti di Palu,” katanya.
Nosa Normanda di Jakarta ikut berkontribusi dalam artikel ini.