Pemerintah Indonesia berupaya bebaskan 20 WNI korban penipuan di Myanmar
2024.09.09
Jakarta
Pemerintah pada Senin mengatakan telah melakukan koordinasi dengan otoritas Myanmar untuk membebaskan warga Indonesia korban penipuan yang disekap, ditahan dan disiksa di Myawaddy, setelah dua video mereka meminta tolong tersebar luas di dalam negeri.
Salah satu video tersebut tersebar melalui media sosial dalam beberapa pekan terakhir, menampikan beberapa pria dan wanita duduk di tempat tidur susun memohon kepada pemerintah Indonesia untuk menolong mereka dan membawa mereka pulang.
“Pak, kita disekap di sini, di Myanmar. Kita kerja tidak digaji, disuruh kerja 15 jam kalau nggak mencapai target kita disiksa dan disetrum di sini,” kata salah satu pria dalam video tersebut.
Pria tersebut mengatakan, mereka dijanjikan kerja di Thailand, namun ternyata dibawa ke Myanmar, dan ditahan di suatu tempat tanpa diperbolehkan memegang handphone.
“Kami tidak bisa keluar, prajurit mereka banyak sekali. Kita di sini menderita. Pak, tolong kami, kami di sini tidak diberikan makan, kadang makan itupun kalau mereka ingat,” ujar yang lain.
Menurut Kementerian Luar Negeri Indonesia, mereka berada di daerah konflik bernama Hpa Lu, di negara bagian Kayin, dekat perbatasan Thailand.
Sementara dalam video lainnya, yang ditonton lebih dari 1,4 juta orang, beredar di X pada 7 September lalu, tampak sejumlah warga Indonesia sambil mengatupkan kedua tangan mereka memohon untuk diselamatkan.
“Tolong kami, kami di Myanmar, kami sudah tidak sanggup lagi,” ujar pria yang berada di antara beberapa orang lainnya itu.
Ribuan orang di seluruh Asia Tenggara menjadi korban penipuan untuk bekerja di sejumlah negara seperti Myanmar, Kamboja, dan Laos. Banyak dari mereka terjebak menjadi operator judi ataupun penipuan daring.
Direktur Jenderal Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha mengatakan pihaknya telah memonitor beredarnya dua video mengenai dugaan warga Indonesia disekap dan disiksa di Myawaddy, Myanmar.
“KBRI Yangon telah lakukan koordinasi dan komunikasi dengan menindaklanjuti dengan otoritas Myanmar. KBRI juga melakukan komunikasi informal ke jejaring yang berada di Myawaddy,” kata Judha, Senin (9/9).
“Mereka berjumlah 20 orang, tapi tak menutup kemungkinan lebih banyak,” tambahnya.
Sejak tahun 2020 hingga Maret tahun ini, Kementerian Luar Negeri dan perwakilan RI telah menangani 3.703 warga Indonesia yang terlibat penipuan daring, atau online scam, kata Judha.
Khusus di Myanmar, selama tahun ini, ada 107 pengaduan dimana 44 telah berhasil pulang ke Indonesia. “63 lainnya masih di sana,” kata dia.
Kementerian Luar Negeri, ujar dia, mengimbau agar para WNI berhati-hati dan waspada atas tawaran kerja di luar negeri namun tidak dilengkapi visa kerja resmi dan tidak menandatangani kontrak sebelum berangkat.
Kasus serupa di Filipina
Awal September, kantor berita Filipina melaporkan 162 warga asing yang mayoritas dari China dan Indonesia ditangkap dalam penggerebekan kompleks perjudian dan penipuan daring di resor Barangsay Agus, Kota Lapu-Lapu Cebu, Filipina.
Mereka diduga terlibat dalam operasi perjudian daring secara ilegal. Dari 162 warga asing itu, 83 orang merupakan warga China, 70 warga Indonesia, sisanya dari Myanmar, Taiwan dan Malaysia, kata kantor berita tersebut.
Ribuan warga China, Vietnam, Indonesia dan negara lainnya di Asia Tenggara diduga direkrut secara ilegal dan dipaksa bekerja dalam kondisi yang tidak layak.
Pakar ketenagakerjaan, Timboel Siregar, mengakui pembukaan lapangan kerja sedang mengalami defisit dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja.
Berdasarkan data survei angkatan kerja nasional oleh Badan Pusat Statistik bahwa porsi pekerjaan yang terhitung layak bagi kelas menengah di sektor formal turun 3,39% dalam waktu empat tahun terakhir dari periode Agustus 2019-2023.
“Tentunya ini membuat para pekerja yang sangat ingin kerja ini tergiur dengan informasi minim untuk bekerja di luar negeri dan mereka dimanfaatkan akhirnya. Mereka tertipu,” ujar Timboel, yang juga Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia.
Terkait permintaan tolong mereka, Timboel menyarankan pemerintah untuk segera memfasilitasinya terlepas dari mereka ke sana atas kesadaran sendiri.
“Di sini, jangan langsung dipulangkan, tapi harus disidik siapa yang membawa, siapa yang mengajak, yang membuat pengumuman. Polisi harus mengusut itu sehingga tidak ada kasus berulang. Kita harus lebih cerdas dari penipunya,” kata dia.
Andy Ahmad Zaelany, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan warga Indonesia ramai mencari kerja di luar negeri karena perekonomian melemah sementara jumlah lapangan kerja yang tersedia tak sebanding dengan angkatan kerja yang ada.
“Perekonomian berat harga naik semua, mereka nggak bisa mencukupi semua itu dengan gaji di Indonesia dan akhirnya dengan upah menggiurkan disaat mereka terhimpit maka jadinya mereka mudah tertipu,” kata dia kepada BenarNews.
Selain itu, kata Andy, internet security masyarakat Indonesia masih belum terbentuk sehingga mudah terjebak dengan cara memberikan sejumlah data pribadi dan keuangannya, seperti kartu keluarga, KTP dan rekening bank.
“Sisi intelijen kita juga harus diperkuat dari sisi pengawasan oleh pihak pemerintah karena masuknya informasi tersebut kan dari internet dan media sosial seperti Facebook, Twitter, dan email,” ujarnya.