1 TNI Tewas Dihadang Saat Mengambil Logistik di Papua

Ketua OPM Jeffrey Bomanak menyatakan bertanggung jawab atas penembakan terhadap anggota TNI belakangan ini.
Victor Mambor
2019.12.30
Jayapura
191230_ID_Papua_1000.jpg Dalam foto tertanggal 1 Oktober 2019 ini memperlihatkan aparat mengamankan proses evakuasi warga di Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua, menyusul insiden penembakan dan pemanahan yang menewaskan tiga orang di wilayah itu.
AFP

Seorang anggota TNI tewas dan rekannya mengalami luka tembak setelah dihadang kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) dalam kekerasan terbaru yang terjadi di provinsi paling timur Indonesia itu, Senin, 30 Desember 2019, demikian menurut aparat keamanan.

Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Cpl Eko Daryanto menyatakan bahwa penembakan yang menewaskan Serda Miftachur Rohmat itu terjadi di kawasan Bewan Baru, Distrik Yeti, Kabupaten Keerom, Papua.

Baku tembak tersebut berawal saat 10 anggota Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) RI dan Papua Nugini (PNG) Pos Bewan Baru yang dipimpin Miftachur berangkat ke Pos Kaliasin untuk mengambil logistik bahan makanan.

“Sekitar 5 kilometer dari Pos Kaliasin, tepatnya di jembatan kayu, tiba-tiba mendapat gangguan tembakan oleh sekitar 20 orang yang diduga dari Kelompok Separatis Bersenjata (KSB) pimpinan Jefrizon Pagawak,” kata Eko dalam pernyataan tertulis yang diterima BeritaBenar.

Mendapat penghadangan dengan senjata laras panjang itu, dia menambahkan, anggota Satgas Pamtas RI-PNG segera berpencar untuk mencari tempat perlindungan sambil membalas tembakan ke kelompok tersebut.

“Sekitar 15 menit membalas tembakan, anggota Satgas berhasil memukul mundur kelompok tersebut,” ujarnya.

Setelah kontak tembak berhenti, tambahnya, anggota Satgas Pamtas melakukan pengecekan, dan didapatkan dua personil terkena tembakan.

“Serda Miftachur Rohmat terkena luka tembak pada bahu kiri depan dan dinyatakan meninggal dunia, sedangkan Prada Juwandhy Ramadhan terkena luka tembak (rekoset) pada pelipis kanan dan pinggang kiri dan dinyatakan selamat,” kata Eko.

Melihat dua rekan mereka tertembak, jelas Kapendam XVII/Cenderawasih, anggota Satgas yang lain segera membawa korban ke pos Bewan Baru untuk menunggu evakuasi dan selanjutnya untuk Prada Juwandhy Ramadhan mendapat penanganan medis oleh Bakes Pos Bewan Baru.

Eko menyebutkan bahwa personel TNI di sekitar Pos Bewan Baru telah diperintahkan untuk melakukan pengejaran terhadap kelompok OPM sambil menutup akses-akses pelarian yang mungkin akan digunakan mereka ke negara tetangga PNG.

Tapi, hingga Senin malam, belum diperoleh informasi terkait hasil pengejaran kelompok yang melakukan penyerangan tersebut.

Selain itu, tambahnya, Kodam XVII/Cenderawasih juga langsung melakukan koordinasi dengan Konsulat RI di PNG guna langkah diplomatik untuk penanganan kasus tersebut.

“Pos-pos Pamtas (pengamanan perbatasan) sepanjang RI-PNG agar meningkatkan kewaspadaan serta kesiapsiagaan guna antisipasi aksi-aksi lanjutan dari KSB," tegas Eko.

Jeffrey Bomanak yang oleh TNI dipanggil Jefrison Pagawak ketika dikonfirmasi BeritaBenar via telepon mengaku sedang berada di Bougainville, wilayah yang tadinya merupakan daerah otonomi di PNG, namun beberapa hari lalu memilih merdeka dari PNG berdasarkan hasil referendum. Ia mengaku berada di sana atas undangan pimpinan Bougainville.

“Saya belum dapat informasi detil dari anak buah saya di markas Victoria. Tapi kalau memang ada kejadian, penembakan itu dilakukan anak buah saya di bawah pimpinan Yikwana Korelek,” katanya.

Jeffrey menambahkan bahwa sebagai Ketua OPM, dia bertanggung jawab atas penembakan-penembakan terahdap anggota TNI yang terjadi belakangan ini.

Sebelumnya, dua anggota TNI tewas dalam baku tembak dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) di Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, Selasa pekan lalu.

Kabidpenum Puspen TNI, Kolonel Sus Taibur Rahman dalam keterangan tertulisnya menyatakan kedua personel TNI yang tewas itu adalah Lettu Inf Erizal Zuhri Sidabutar dan Serda Rizky.

Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Ahmad Kamal menyatakan Brigpol Hendra Saut Sibarani tewas dianiaya sekelompok massa yang menyerbu Polres Yahukimo dan satu lainnya menderita luka-luka dalam insiden pada Rabu pekan lalu.

Konflik terus mewarnai Papua antara separatis dan militer sejak wilayah tersebut bergabung dengan Indonesia melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di bawah pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1969. Aktivis hak asasi manusia (HAM) dan sebagian warga Papua melihat Pepera manipulatif karena melibatkan hanya sekitar 1000 orang yang telah diinstruksikan untuk memilih bergabung dengan Indonesia.

Organisasi HAM melihat militer dan juga OPM bertanggungjawab terhadap pelanggaran HAM di wilayah itu.

Di bawah pemerintahan Presiden Joko “Jokowi”Widodo, pembangunan infrastruktur terus digenjot di wilayah yang kaya sumber daya alam namun penduduknya masih relatif miskin tersebut. Namun demikian keengganan pemerintah dalam merespons kasus pelanggaran HAM di wilayah itu telah memicu tuntutan atas referendum penentuan nasib sendiri bagi warga Papua.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.