Puluhan Anggota TNI Positif COVID-19, 7 Meninggal
2020.04.15
Jakarta

Tentara Nasional Indonesia (TNI) melaporkan lebih dari 50 anggotanya telah terjangkit COVID-19, dan tujuh diantaranya meninggal dunia, demikian kata Panglima Marsekal Hadi Tjahjanto, Rabu (15/4/2020).
Adapun kasus positif COVID-19 secara nasional di Indonesia per Rabu sore, telah menembus angka 5.000 dengan perincian 5.136 positif, 446 sembuh dan 469 lainnya meninggal dunia.
“Data dari Mabes TNI, bahwa ada 1.187 kasus terkait COVID-19. Yang positif ada 55 orang, kemudian Pasien Dalam Pengawasan (PDP) 190 orang,” kata Hadi dalam rapat kerja virtual dengan Komisi I DPR RI, Rabu.
“Setiap hari kami update terkait perkembangan yang terinfeksi COVID-19,” tambah Hadi.
Dalam rapat tersebut disebutkan tujuh anggota TNI yang meninggal dunia terdiri dari empat orang di TNI Angkatan Darat, satu TNI Angkatan Laut, dan dua Angkatan Udara. Di luar militer aktif, terdapat delapan delapan purnawirawan dan anggota keluarga TNI yang meninggal dunia.
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal Andika Perkasa, mengatakan 285 anggota TNI AD menunjukan gejala COVID-19.
“Dari seluruh personel yang terjangkit, empat telah meninggal dunia, dua di antaranya tenaga medis,” kata Andika.
Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), Laksamana Siwi Sukma Adji, mengatakan satu anggota TNI AL yang meninggal dunia adalah seorang dokter. Sedangkan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Yuyu Sutisna menyebut dua anggotanya yang meninggal karena COVID-19 adalah militer aktif.
Hadi menyatakan pihaknya akan memprioritaskan pemeriksaan tes COVID-19 kepada anggotanya yang bertugas di Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) dan yang turut membantu penanganan COVID-19.
“Bahwa anggota TNI seluruh Indonesia kurang lebih 450 ribu, dengan keluarga asumsinya hampir dua juta. Belum seluruh anggota TNI yang kita tes. Kita prioritaskan pasukan yang akan melaksanakan tugas di Pamtas, termasuk yang menangani COVID-19 dulu,” kata Hadi.
Selain melaporkan kasus positif COVID-19 di jajarannya, pada rapat tersebut Hadi juga meminta tambahan anggaran sebesar Rp3,2 triliun untuk mendukung sejumlah lini penanganan COVID-19 yang dimiliki TNI.
“Dalam kesempatan ini, saya laporkan kebutuhan anggaran yang belum terdukung sebesar Rp3,2 triliun,” kata Hadi dalam rapat tersebut.
Kebutuhan anggaran tersebut akan dibagi antara lain Rp1,4 triliun untuk pengerahan 90 ribu personel TNI untuk membantu penanganan COVID-19 selama 150 hari. Sementara, Rp1,8 triliun lainnya akan dialokasikan untuk kebutuhan alat kesehatan di 109 Rumah Sakit TNI.
TNI juga akan melakukan pengalihan anggaran (refocusing) tahun 2020 sebesar Rp196,8 miliar. Dana tersebut akan diambil melalui pagu Mabes TNI senilai Rp25,7 miliar, TNI AD Rp39,9 miliar, TNI AL Rp64,5 miliar, dan TNI AU Rp69,5 miliar.
"Refocusing anggaran di Mabes TNI untuk alat laboratorium PCR sebesar Rp14,8 miliar, dan reagen kit khusus virus corona sebesar Rp10,9 miliar," kata Hadi.
Operasional KRL akan dihentikan
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan operasional kereta rel listrik (KRL) commuter line dari wilayah Kabupaten dan Kota Bekasi menuju DKI Jakarta dan sekitarnya akan diujicobakan untuk berhenti pada 18 April 2020.
Penghentian operasional menyusul pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Kota Tangerang.
“Kita solidaritas, tunggu dulu Tangerang Raya di tanggal itu. Menurut PT KCI (Kereta Commuter Indonesia) info ke saya ada eksperimen dinihilkan. Setelah itu nanti kita evaluasi,” kata Ridwan.
Penghentian tersebut menyusul desakan kepala daerah tingkat kota dan kabupaten di Bogor, Depok, Bekasi kepada PT KCI untuk menghentikan sementara aktivitas transportasi KRL saat pelaksanaan PSBB di Jakarta dan sekitarnya.
"Kenapa ditutup, karena resikonya terlalu besar. Dengan kondisi seperti sekarang, pengendaliannya lemah kita tidak bisa menjamin pembatasan sosial di dalam kereta bisa terwujud," kata Wakil Wali Kota Bogor Dedie Rachim.
"Buktinya apa, terjadilah penumpukan-penumpukan penumpang. Sehingga tidak ada protokol COVID-19 yang bisa dilakukan," tambahnya.
Bansos untuk TKI
Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, meminta pemerintah untuk memberikan akses kepada pekerja migran Indonesia di luar negeri yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat wabah COVID-19.
Berdasarkan aduan yang diterima Migrant Care melalui sosial media, ada sekitar 20 pekerja migran asal Malaysia yang melapor kehilangan pekerjaan setelah kebijakan pembatasan akses (lockdown) diumumkan.
“Mereka minta informasi tentang akses untuk bantuan sosial. Bagaimana skema jaring pengamanan sosial. Pemerintah harus bisa pastikan mereka dapat,” kata Wahyu kepada BenarNews.
Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatat, hingga 29 Maret 2020, terdapat sekitar 32.921 pekerja migran yang pulang dari negara-negara terdampak COVID-19.
Sebanyak 11.566 orang yang kembali tersebut bekerja di Malaysia, 9.075 bekerja dari Hong Kong, dan 5.487 dari Taiwan.
Kepala BP2MI Benny Ramdhani memproyeksikan angka ini bisa mencapai lebih dari 37.000 menyusul masa kontrak sejumlah pekerja migran yang akan habis dan juga jelang Ramadan serta Idulfitri.
Benny menjanjikan bahwa pihaknya akan memberikan pengawalan khusus sesuai dengan standar protokol kesehatan untuk para TKI yang akan kembali ke Indonesia ini.
“Kita ingin memberikan jaminan kepada pekerja migran yang saya sebut sebagai VIP negara karena mereka adalah pahlawan devisa,” kata Benny, usai dilantik Presiden Joko “Jokowi” Widodo di Istana Merdeka, Rabu.
Sementara itu, Wahyu meminta pemerintah pusat untuk berkomunikasi intensif dengan pemerintah hingga ke level desa dalam mengkoordinasikan langkah pemantauan pekerja migran yang pulang dan berstatus Orang Dalam Pemantauan
“Untuk kepentingan pendataan dan isolasi mandiri dengan tetap mengedepankan perlindungan data pribadi dan kebijakan non-diskriminatif,” kata Wahyu.
Akhir Maret, Presiden Jokowi mengimbau agar para pekerja migran Indonesia yang sedang berada di luar negeri untuk tidak pulang.
Pemerintah, di sisi lain, menjanjikan pengiriman bantuan sembako bagi TKI yang terdampak kebijakan pembatasan di negara masing-masing.