Empat prajurit tewas di tangan separatis Papua, TNI akan lakukan evaluasi

Pemberontak klaim bukan empat, tapi delapan anggota TNI tewas dalam serangan itu.
Pizaro Gozali Idrus dan Dandy Koswaraputra
2023.11.28
Jakarta
Empat prajurit tewas di tangan separatis Papua, TNI akan lakukan evaluasi Pilot Susi Air, Philip Mehrtens (tengah dengan wajah diburamkan), warga negara Selandia Baru yang disandera pada 7 Februari oleh pemberontak separatis di Papua, terlihat dalam foto tak bertanggal yang dirilis oleh kelompok separatis Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) pada 14 Februari 2023. BenarNews memburamkan wajah Philip Mehrtens karena kemungkinan besar ia dipaksa untuk tampil dalam foto tersebut.
Foto: TPNPB

Tentara Nasional Indonesia akan melakukan evaluasi internal menyusul tewasnya empat personelnya dalam baku tembak dengan kelompok separatis Papua di Nduga, Provinsi Papua Pegunungan, kata juru bicara Laksamana Muda TNI Julius Widjojono pada Selasa (11/28).

Prajurit TNI yang meninggal dunia pada Sabtu (25/11) adalah Kopral Dua Yipsan Ladou, Kopral Dua Dwi Bekti Probo Sinimoko, Prajurit Kepala Miftahul Firdaus, dan Prajurit Satu Dermawan.

“Saya tidak bisa menyampaikan detailnya. Tapi evaluasi biasa dilakukan saat selesai laksanakan operasi,” ujarnya kepada BenarNews pada Selasa.

Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto juga menegaskan bahwa keempat prajurit yang gugur, akan mendapatkan kenaikan pangkat luar biasa dan masing-masing keluarga prajurit tersebut akan mendapatkan santunan Rp500 juta

Juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), sayap militer dari kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka, Sebby Sambom, mengatakan baku tembak terjadi usai tim TNI memata-matai pos penjagaan pasukannya di Distrik Paro dan melakukan serangan sehingga kelompok separatis menyerang balik.

Berbeda dengan keterangan TNI, Sebby mengklaim delapan orang anggota TNI tewas dalam kejadian itu.

“Delapan orang anggota Kopassus tewas di tempat dan itu ukuran pas dan sementara yang kena dengan peluruh kesasar kami tidak hitung dan kami sudah pastikan yang tersisa dari Tim Kopassus itu hanya 3 orang yang masih hidup,” jelasnya kepada BenarNews.

Menurut Sebby, tim Kopassus ini bukan baru didatangkan, tetapi mereka diterjunkan sejak setelah pembakaran pesawat Susi Air dan menyandera pilotnya, Philip Mehrtens, yang merupakan warga Selandia Baru pada 7 Februari 2023 di Paro.

“Kalau besok ada serangan lagi maka kami siap melayani. Kami menunggu niat baik Jakarta untuk negosiasi pembebasan pilot asal Selandia Baru ini, tetapi kami melihat Indonesia masih kepala batu melakukan serangan-serangan terhadap kami,” ujarnya.

Humas Polda Papua Kombes Benny Ady Prabowo mengatakan negosiasi aparat keamanan untuk membebaskan Mehrtens masih berlangsung.

“Kondisi (sandera) terpantau baik. Upaya negosiasi masih dikedepankan,” terang Benny saat dikonfirmasi BenarNews.

Pakar dorong dialog

Theo Hesegem, direktur eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, mengatakan bahwa insiden terbunuhnya personel TNI merupakan pukulan besar bagi pemerintah Indonesia.

“Satu tentara Kopassus itu seharusnya bisa melawan 20 musuh dalam pertempuran. Tapi (dalam kasus) ini malah terbunuh oleh pasukan yang notabene tidak terlalu terlatih,” kata Hesegem kepada BenarNews.

Untuk itu, kata dia, pemerintah Indonesia perlu memfokuskan diri pada konflik Papua ini melalui dialog konstruktif dengan pihak separatis.

“Inı sandera sudah hampir satu tahun ditahan belum juga bebas,” kata dia, “mereka (TNI) kalah dalam penguasaan medan. Pasukan Indonesia mencari mereka, sementara mereka sembunyi. Jadi mereka (separatis) lebih mudah melumpuhkan.”

Peneliti utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Cahyo Pamungkas mengatakan bahwa pemerintah masih menggunakan pendekatan keamanan dalam bahasa operasi penegakan hukum untuk menyelesaikan konflik Papua di Pegunungan Tengah.

“Dalam jangka panjang jika operasi ini tidak dievaluasi, maka akan mengakibatkan jatuhnya korban dari kedua belah fihak yang semakin banyak, juga termasuk warga sipil,” kata Cahyo kepada BenarNews.

Sebaiknya, kata Cahyo, pemerintah memprioritaskan jeda kemanusiaan di wilayah rawan konflik di Papua untuk memberikan kesempatan bagi proses pembebasan sandera.

“Tanpa jeda kemanusiaan maka pilot akan terancam keselamatannya,” ujar dia, “pendekatan operasi penegakan hukum atau apapun namanya tidak akan menyelesaikan masalah, pemerintah harus mengevaluasi pendekatan tersebut dan mencari opsi-opsi lain dalam penyelesaian konflik separatisme seperti yang dilakukan untuk kasus Aceh, yaitu dialog.”

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan hal yang sama.

“Ini penting agar ada koridor kemanusiaan untuk menangani situasi pengungsi, warga sipil yang alami pelanggaran HAM dan warga Selandia Baru yang disandera,” terang Usman, menambahkan bahwa Panglima TNI yang baru perlu mengkaji kembali efektivitas strategi pengerahan pasukan di Tanah Papua.

“Saya lebih setuju dengan pendekatan soft approach dalam koherensinya dengan kebijakan negara atas konflik Papua,” jelasnya.

Dia juga mendorong Panglima TNI bertemu dengan para tokoh yang selama ini ikut ambil suara menyerukan penyelesaian damai untuk Papua.

Mereka antara lain istri mendiang mantan Presiden Abdurrahman Wahid - Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, tokoh Katolik Franz Magnis Suseno, Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti dari Muhamadiyah, Uskup Jayapura dan pimpinan Konferensi Waligereja Indonesia, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia Gomar Gultom, hingga mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman dan diplomat senior Makarim Wibisono.

Pada 9 November lalu, para tokoh bangsa dan kelompok lintas agama tersebut mendorong adanya negosiasi untuk mengakhiri kekerasan di Papua.

“Pembicaraan ini harus difasilitasi oleh mediator yang terpercaya dan tidak memihak, termasuk tokoh nasional, tokoh perempuan Papua, tokoh agama setempat, dan tokoh adat dari Papua,” tulis para tokoh-tokoh tersebut.

Dari Januari hingga September tahun ini, Human Rights Monitor melaporkan bahwa konflik Papua telah memakan korban jiwa 36 anggota pasukan keamanan Indonesia, 12 pejuang pemberontak, dan 23 warga sipil.

Jumat (24/11) lalu, Satuan Tugas Damai Cartenz melaporkan tiga orang warga tewas dan dua lainnya luka-luka saat TPNPB di wilayah Intan Jaya pimpinan Aibon Kogoya melakukan penyerangan terhadap lima pekerja proyek pembangunan puskesmas di Distrik Beoga Barat, Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah.

Wilayah Papua kerap diwarnai konflik antara aparat keamanan Indonesia dan kelompok separatis bersenjata yang ingin melepaskan diri dari Indonesia, sejak Jakarta mengambil alih Papua dari kekuasaan kolonial Belanda pada tahun 1963.

Pada tahun 1969, di bawah pengawasan PBB, Indonesia mengadakan referendum Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Papua, yang hanya diwakili oleh sekitar 1.000 orang yang disebut telah diinstruksikan untuk memilih bergabung dengan Indonesia. Hasil dari Pepera itu menjadikan Papua bagian dari Republik Indonesia hingga saat ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.