Tim Prabowo Minta MK Diskualifikasi Jokowi
2019.06.14
Jakarta
Tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, pada Jumat, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendiskualifikasi pasangan Joko “Jokowi” Widodo-Ma’ruf Amin dan memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Prabowo-Sandiaga sebagai presiden dan wakil presiden terpilih hasil pemilu 17 April lalu.
"Memerintahkan kepada termohon untuk seketika mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan H. Prabowo Subianto dan H. Sandiaga Salahuddin Uno sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode tahun 2019–2024,” kata ketua tim hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, dalam sidang perdana penyelesaian sengketa hasil pemilu di gedung MK, Jakarta, Jumat, 14 Juni 2019.
Hasil penghitungan resmi KPU yang diumumkan bulan lalu menyatakan Jokowi-Ma’ruf menang dengan perolehan suara 85.607.362 atau 55,50%. Sementara Prabowo-Sandiaga mendapat total suara 68.650.239 atau 44,50%.
Namun Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi tidak mau menerima keputusan itu dan menuduh terjadinya kecurangan terstruktur, sistematis dan masif yang dilakukan kubu Jokowi-Ma’ruf dan mengajukan gugatan ke MK pada 24 Mei. Gugatan tersebut dilakukan sehari setelah terjadi dua hari kerusuhan di Jakarta yang menewaskan sembilan orang yang dipicu oleh demontrasi para pendukung Prabowo.
Sidang pendahuluan gugatan sengketa Pilpres 2019 berjalan lancar, tanpa gangguan di bawah pengawalan aparat kepolisian di luar gedung, yang dipasang kawat berduri.
Sidang yang dipimpin Ketua MK, Anwar Usman dihadiri lengkap sembilan hakim lainnya.
"Kami memberikan kesempatan untuk mendengarkan seksama,” kata Anwar kepada setiap pihak yang berperkara dan mengatakan MK hanya memiliki waktu 14 hari untuk menetapkan keputusan.
Hasil persidangan akan diumumkan pada 28 Juni.
Gugatan tim Prabowo-Sandi dibacakan secara bergilir oleh tiga juru bicara kuasa hukum, yaitu Bambang, Denny Indrayana, dan Teuku Nasrullah.
Dalam gugatan itu, tim hukum Prabowo-Sandiaga mengklaim menemukan pelanggaran sistematis, terstruktur, dan masif meliputi penyalahgunaan APBN, pembatasan kebebasan media, diskriminasi perlakuan, hingga penyalahgunaan penegakan hukum.
Mereka menyebut adanya kekacauan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) KPU terkait daftar pemilih tetap (DPT) seperti ditemukan kesalahan input data di Situng yang mengakibatkan terjadinya ketidaksesuaian data (informasi) dengan data pada C1 yang dipindai KPU di 34 provinsi.
Tim hukum Prabowo-Sandiaga mengklaim perolehan suara versi penghitungan mereka memenangkan Prabowo-Sandiaga dengan perolehan suara 68.650.239 atau 52%, sedangkan pasangan Jokowi-Ma’ruf sebanyak 63.573.169 suara atau 48%.
Hanya asumsi
Menanggapi hal tersebut tim kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra, menyebut tuduhan kecurangan yang dinarasikan tim hukum Prabowo-Sandi itu hanya asumsi bukan fakta.
"Pokok-pokok permohonan yang tadi sudah dibacakan oleh kuasa hukum Prabowo-Sandi bukan bukti yang dibawa ke persidangan. Jadi semua dapat dipatahkan karena hanya berupa asumsi,” terangnya.
“Persidangan harus menggali fakta-fakta yang terungkap. Kalau misalnya dikemukakan terjadinya pelanggaran, itu tidak bisa hanya mengemukakan secara arus, dikemukakan secara asumtif,” tambah Yusril.
Yusril juga mempertanyakan salah satu poin pokok perkara Prabowo-Sandi dituduhkan terhadap Jokowi-Ma'ruf dengan cara memanfaatkan kebijakannya untuk meraih suara dari aparatur sipil negara (ASN).
Menurut Yusril, paparan kuasa hukum Prabowo-Sandi sama sekali tidak menunjukkan fakta terjadinya pelanggaran ASN.
Sementara itu, Ketua KPU Arief Budiman merasa gugatan Prabowo-Sandi lebih banyak menyasar Jokowi-Ma'ruf, padahal dalam sidang sengketa Pilpres di MK, KPU berstatus sebagai termohon.
"Kami merasa sebetulnya tidak harus ada di posisi termohon. Karena tidak ada yang diduga atau disangkakan ke kita. Kita belum tahu halaman berikutnya,” katanya, seraya menyebutkan pasangan Jokowi-Ma'ruf hanya menyandang status pihak terkait.
Seharusnya, tambah Arief, kubu Prabowo-Sandi mempersoalkan hasil perhitungan suara yang ditetapkan KPU.
"Kita belum tahu halaman (permohonan yang bakal dibacakan) berikutnya. Itu tapi kalau yang tadi, ya rasa-rasanya kami tidak harus menjadi termohon," sebutnya.
Persidangan lanjutan akan digelar Selasa depan dengan agenda mendengar jawaban termohon dan keterangan pihak terkait dan Bawaslu serta pengesahan alat bukti terkait.
Berlangsung aman
Selama sidang berlangsung, sebanyak 32.000 polisi dan TNI disiagakan untuk melakukan penjagaan ketat di sekitar gedung MK. Bahkan, setiap orang yang memasuki kawasan gedung MK diperiksa.
Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya juga memberlakukan rekayasa dan penutupan arus lalu lintas di sekitar gedung MK.
Sejumlah kelompok massa sempat berupaya mendekati gedung MK untuk berunjuk rasa, tapi polisi mengarahkan mereka menyampaikan aspirasinya di bundaran Patung Kuda di Jalan Thamrin, yang berjarak sekitar 7 kilometer dari Gedung MK.
Massa menggelar orasi lewat sebuah mobil komando yang diparkir di tengah jalan di depan Patung Kuda.
"Kami berharap MK dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya,” kata seorang orator.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Argo Yuwono mengarahkan masyarakat yang berunjuk rasa untuk berkumpul di depan Lapangan IRTI di Monas dan depan Patung Kuda.
“Kita menginginkan tidak ada gangguan keamanan selama proses sidang berlangsung,” katanya.
Pada tahun 2014, Prabowo juga pernah melakukan gugatan ke MK atas kekalahanya dalam Pilpres saat itu dari Jokowi, dan gugatannya saat itu kalah.