Anggota TGPF Kasus Papua Terluka Ditembak Kelompok Separatis

Dewan Gereja Papua surati Presiden, meminta Jokowi membuktikan janjinya tahun lalu untuk bertemu kelompok pro-kemerdekaan.
Victor Mambor
2020.10.09
Jayapura
201009_ID_Papua_620.jpg Dalam foto tertanggal 9 Oktober 2020 ini, akademisi Bambang Purwoko, anggota tim gabungan pencari fakta (TGPF) kasus kekerasan di Papua, tengah dirawat di RSUD Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, setelah terluka karena ditembak kelompok separatis.
Dok. Kogabwilhan III

Seorang anggota tim gabungan pencari fakta (TGPF) kasus kekerasan di Kabupaten Intan Jaya, Papua, dan seorang anggota TNI terluka dalam penembakan yang dilakukan oleh kelompok separatis Jumat (9/10), kata pejabat militer. Kelompok separatis mengaku melakukan penembakan itu karena mereka menolak investigasi oleh lembaga bentukan Jakarta.

Bambang Purwoko, seorang akademisi dari Universitas Gadjah Mada, dan Sertu Faisal Akbar ditembak saat rombongan TGPF dihadang oleh kelompok separatis bersenjata dalam perjalanan dari Hitadipa menuju Sugapa, ibu kota Intan Jaya, kata Kepala Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) III, Kolonel I Gusti Nyoman Suriastawa.

Suriastawa mengataka penembakan tersebut terjadi sekitar pukul 15.30 WIT, di daerah Kampung Mamba Bawah.

"Sertu Faisal Akbar luka tembak di pinggang, kondisi sadar, dan saudara Bambang Purwoko luka tembak di pergelangan kaki kiri dan pergelangan tangan kiri, kondisi sadar," kata Suriastawa dalam pernyataan tertulis.

Saat ini korban dirawat di RSUD Sugapa, sementara anggota rombongan TGPF lain kini berada di rumah dinas Wakil Bupati Intan Jaya.

TPGF yang dibentuk pemerintah pusat ini ditugaskan untuk menyelidiki penembakan yang menewaskan dua warga sipil, termasuk pendeta Yeremia Zanambani, dan dua anggota TNI di Intan Jaya pada pertengahan September lalu. Tim yang dibentuk dibawah arahan Menkopolhukam Mohammad Mahfud MD ini, tiba dua hari lalu dan diberi waktu dua minggu untuk menjalankan tugas mereka.

Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Intan Jaya, Nenu Tabuni, membenarkan adanya penembakan.

“Benar, Bambang Purwoko tertembak dan saat ini ada di RSUD Intan Jaya;” kata Nenu Tabuni.

Seorang komandan Tentara Pembebasan National Papua Barat (TPNPB) di Intan Jaya, Hutan Rimba Lawingga, mengakui kelompoknya melakukan penembakan.

“Karena kami tolak tim investigasi buatan Jakarta, maka kami melakukan penembakan,” kata Lawingga kepada BenarNews.

Polri dan TNI menuduh kelompok separatis bersenjata sebagai oknum yang bertanggung jawab atas pembunuhan terhadap Yeremia, sementara Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat (TPNPB) mengatakan penembakan dilakukan oleh TNI.

Lebih dari setengah komposisi TGPF itu diisi oleh anggota yang berasal dari unsur pemerintah seperti Kemenkopolhukam, Badan Intelijen Negara (BIN), Kepolisian, TNI, Kejaksaan Agung, serta dua lembaga non-struktural yakni Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Sisanya adalah kelompok sipil yang terdiri dari akademisi, tokoh pemuda Papua, tokoh masyarakat Papua, dan perwakilan Gereja Kemah Injil (GKI) Teologi di Timika.

Lawingga menegaskan aksi yang dilakukan pihaknya belakangan ini merupakan berdasarkan perintah dari pimpinan TPNPB Intan Jaya, Sabinus Waker.

Dia mengaku sebelum menembaki rombongan TGPF, kelompoknya melakukan penembakan di Kantor Bupati Intan Jaya.

Bambang diketahui sejak tahun 2013 telah menjadi ketua Kelompok Kerja Papua (Pokja Papua) di Universitas Gadjah Mada yang aktif mendampingi pemerintah daerah beberapa kabupaten di pegunungan Papua.

Janji Jokowi

Kekerasan yang terus terjadi di Papua belakangan ini mendorong Dewan Gereja Papua menyurati Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan meminta dia membuktikan janjinya tahun lalu untuk bertemu dengan kelompok pro-kemerdekaan.

“Kami menunggu janji Presiden Jokowi itu untuk mengakhiri kekerasan berkepanjangan di Tanah Papua ini,” jelas Andrikus Mofu, ketua Sinode GKI Papua.

Dewan Gereja Papua yang beranggotakan empat denominasi gereja terbesar di Papua ini, yakni GKI (Gereja Kristen Injili), Gereja Kingmi, GIDI (Gereja Injili di Indonesia) dan Gereja Baptis Papua.

Mofu mengatakan saat ini yang dibutuhkan adalah niat baik pemerintah Indonesia untuk mengakhiri kekerasan dan konflik di Tanah Papua.

Kunjungan Jokowi ke Papua yang sudah lebih dari 10 kali tak akan berarti karena kekerasan masih terus terjadi, ujarnya.

“Saat ini di Papua bukan persoalan kesejahteraan yang harus diselesaikan. Tapi persoalan kemanusiaan yang harus kita selesaikan. Bukan soal BBM satu harga, buan soal jalan Trans Papua” ungkap Mofu, merujuk kepada program Jokowi di Papua.

Ia mengatakan Presiden Jokowi di hadapan Sidang Umum PBB mengesankan keterlibatan Indonesia dalam penyelesaian konflik internasional, termasuk konflik di Palestina, namun tidak bisa menyelesaikan konflik di negara sendiri.

Selain itu Dewan Gereja Papua juga menagih janji Jokowi untuk mengundang Komisaris Tinggi HAM PBB berkunjung ke Papua.

Undangan ini pernah disampaikan oleh Jokowi pada tahun 2018 kepada Komisioner Tinggi HAM PBB waktu itu, Zeid Ra'ad Al Hussein, dalam pertemuan keduanya di Jakarta.

Namun undangan ini tak pernah terwujud hingga Zeid digantikan oleh Michelle Bachelet sebagai komisioner.

Ketua Dewan Gereja Papua, Benny Giay, meyakini dialog secara setara antara pemerintah dengan the United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), kelompok yang memayungi gerakan kemerdekaan, adalah cara satu-satunya menyelesaikan konflik.

“Jika rakyat Aceh bisa berdialog secara setara dengan pemerintah Indonesia kenapa rakyat Papua tidak bisa? Apakah karena kami berbeda dengan rakyat Aceh sehingga harus mengalami sikap diskriminasi, bahkan rasis seperti ini?” tanya Giay.

Giay mengatakan yang terjadi saat ini di Papua adalah proyek remiliterisasi, dilihat dari pengiriman pasukan terus menerus dalam tiga tahun belakangan.

Selain itu Pemerintah gencar membangun Korem, Kodim satuan militer lain di Papua.

Sebelum otonomi khusus awal tahun 2000an, ada 9 Kodim, tapi sampai sekarang sudah ada 17.

“Papua ini seperti Daerah Operasi Militer saja dengan jumlah pasukan keamanan yang meningkat tajam dalam tiga tahun belakangan ini,” kata Giay.

Dewan Gereja Papua didirikan pada tahun 2018 dan saat ini telah menjadi anggota Dewan Gereja Pasifik.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.