Intan Olivia, Ketika Teroris Membungkam Celoteh si Kecil untuk Selamanya

Tiga balita lain yang juga menjadi korban pelemparan bom molotov hingga kini masih dirawat intensif di Rumah Sakit AW Sjahranie Samarinda.
Gunawan
2016.11.16
Samarinda
161116_ID_toddler_1000.jpg Diana Susan Sinaga dan Marbun Banjarnahor (kiri) serta anggota keluarga lain duduk di sisi peti mayat Intan Olivia Banjarnahor sebelum dimakamkan di Samarinda, Kalimantan Timur, 15 November 2016.
Gunawan/BeritaBenar

Diperbarui pada 18/11/2016, 21:00 WIB

Intan Olivia Banjarnahor (2,5) terlihat cantik pagi itu. Kaos katun pink dihiasi topi bundar berenda, telah tersemat di tubuh putri semata wayang pasangan Marbun Banjarnahor dan Diana Susan Sinaga.

Entah kenapa Intan tak rewel kala bangun pagi Minggu, 13 November 2016. Sang balita ini sibuk berceloteh sambil sesekali berputar, mengembangkan ujung rok bajunya setinggi lutut.

Sudah menjadi kebiasaan keluarga religius ini beribadah kebaktian di Gereja Oikumene Sengkotek di Samarinda, ibukota Kalimantan Timur.

“Intan anak ceria. Ia baru bisa berbicara dan sering berjoget seolah memperagakan aksi biduanita di televisi,” kata Marbun mengenang putrinya yang sedang senang-senangnya berceloteh kepada BeritaBenar, Rabu, 16 November 2016.

Intan adalah satu dari empat korban pelemparan bom molotov Gereja Oikumene. Tanah makam Intan di pemakaman Kristen Putaq Loa Janan Ilir Kutai Kartanegara masih merah karena jenazah bocah itu baru sehari sebelumnya dimakamkan.

Adapun tiga korban lain yakni Alvaro Aurelius Tristan Sinaga (4), Triniti Hutahaya (3), dan Anita Kristobel (2) yang masih dirawat intensif di Rumah Sakit AW Sjahranie Samarinda.

Bibir Marbun bergetar, menceritakan bagaimana Intan setia menunggu orang tuanya berdandan menjelang berangkat kebaktian. Tangan mungilnya sesekali menarik baju ibunya agar bergegas menuju gereja.

“Lokasi gereja tidak terlalu jauh dari rumah dan Intan suka ke gereja bertemu teman-temannya,” tuturnya.

Keluarga berusaha tetap tabah tatkala melihat kobaran api melalap tubuh mungil Intan, yang menurut tim dokter mengalami luka bakar 70 persen. Marbun membopong tubuh putrinya ke Puskesmas Sengkotek.

Keluarga Banjarnahor masih menyakini kesembuhan Intan yang tak pernah sakit sejak kecil. Sembari menunggu, mereka membicarakan aksi sadis tersangka teror yang tega menyerang empat balita tidak berdosa.

“Kami semua di situ, kedua orang Intan dan keluarga lain,” ungkap paman Intan, Balutan Julianto Banjarnahor yang juga jemaat Gereja Oikumene.

Beberapa menit menunggu, ketabahan keluarga Banjarnahor berubah menjadi tangisan. Mereka terhenyak melihat tubuh kritis korban ketika perawat bergegas memindahkan Intan ke ambulance menuju Rumah Sakit AW Sjahranie.

“Kami hanya bisa berdoa, pada Tuhan Yesus agar menyelamatkan putri kami. Bapaknya tak mengucapkan apa-apa. Selama memeluk anaknya, matanya terus mengeluarkan air mata,” ujar Balutan.

Pembersihan paru-paru

Berita duka kematian Intan sampai ke telinga keluarga Trinity. Diagnosa dokter menyimpulkan luka bakar Trinity mencapai 50 persen tubuhnya.

“Ibunya sedang trauma, apalagi mendengar kematian Intan. Semakin bersedih dia,” kata tante Trinity, Roina Simanjuntak, yang menunggu di selasar ruang PICU RS AW Sjahranie.

Tiga hari ini, ibu korban tidak beranjak mendampingi anaknya yang sedang dirawat.

“Dia sendirian menemani anaknya, suaminya masih dalam perjalanan dari Laos menuju Samarinda,” ujar Roina.

Rabu pagi, ada secercah harapan saat Trinity mengerang kesakitan sembari menangis. Sebelumnya meski dalam kondisi sadar, bocah ini hanya bisa menitikkan air mata.

“Dia sudah bisa menangis dan ada suara setelah menjalani pembersihan kotoran asap di paru-paru,” ujar Roina.

Tindakan medis Trinity sejalan pernyataan Direktur Rumah Sakit AW Sjahranie, Rachim Dinata, yang menyebut secepatnya dilakukan pembersihan organ paru-paru.

Menurut dia, para korban terpapar kabut asap hasil pembakaran bom molotov yang dilemparkan pelaku.

“Salah satu penyebab kematian Intan karena terjadi pembengkakan organ paru-paru. Harus dilakukan pembedahan untuk membersihkan paru-paru seluruh korban,” katanya kepada BeritaBenar.

Tim medis Rumah Sakit AW Sjahranie sukses melakukan operasi pembersihan paru-paru Trinity. Dua korban lain yakni Alvaro dan Anita juga akan segera menjalani penanganan serupa.

“Dua korban ini memang terbakar 16 persen, tapi tetap harus menjalani pembersihan paru paru juga,” jelas Rachim.

Tetangga korban

Warga Samarinda berhasil menangkap pelaku teror yang diidentifikasi bernama Juhanda alias Jo bin Muhammad Aceng Kurnia. Pelaku yang merupakan seorang residivis teror setelah perbuatannya sempat melarikan diri dengan melompat ke Sungai Mahakam.

Juhanda adalah penjaga Mushalla Al-Mujahidin yang hanya terpaut 150 meter dari Gereja Oikumene. Sehari-hari, Juhanda berdagang ikan di sekitar Sungai Mahakam.

Dia disebut-sebut sudah dua tahun menetap di Kelurahan Sekotek Samarinda Seberang. Selama itu, sikapnya agak tertutup dan tidak banyak berinteraksi dengan masyarakat.

“Sering ada pengajian dengan rekannya. Tapi ia tak menunjukkan gelagat mencurigakan,” kata Ketua RT Sengkotek, Sandi Santoso, yang sudah tahu status warganya itu mantan napi kasus teror.

Tersangka diketahui residivis kasus teror bom buku yang ditujukan pada kelompok Jaringan Islam Liberal (JIL) di Jakarta dan serangan bom di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong di Tangerang pada 2011. Ia dijatuhi hukuman 3,5 tahun penjara tahun 2012 dan bebas pada 2014.

Untuk mengusut kasus serangan bom molotov itu, penyidik Densus 88 telah memeriksa 19 saksi. Mereka terdiri dari orang yang melihat langsung pelemparan bom molotov dan mereka yang mengetahui keseharian tersangka Juhanda.

“Sudah ada 19 saksi yang diperiksa, disinkronkan dengan alat bukti dan keterangan saksi lain,” kata Kepala Polda Kalimantan Timur, Irjen Pol. Safaruddin.

Sementara itu di rumahnya, pasangan Marbun dan Diana harus menjalani kenyataan hidup. Tidak ada lagi celoteh si kecil Intan. Teroris telah merenggutnya untuk selamanya, demikian juga keceriaan rumah tangga mereka.

Dalam versi ini telah dikoreksi bahwa pelaku adalah residivis kasus teror bom buku yang ditujukan pada kelompok JIL di Jakarta dan kasus serangan bom di Puspiptek Serpong, Tangerang pada tahun 2011.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.