Indonesia Tahan Awak Tanker di Tengah Meningkatnya Perselisihan Internasional Terkait Kapal Pembawa Minyak
2021.09.28
Jakarta
Indonesia, Kamboja dan sebuah kapal tanker minyak berbendera Bahama terlibat dalam perselisihan yang memanas terkait hampir 300.000 barel minyak mentah yang menurut Phnom Penh telah dicuri oleh awak kapal tersebut.
Pengadilan Indonesia pekan lalu menjatuhkan hukuman penjara 15 hari kepada kapten kapal M.T. Strovolos untuk melabuhkan jangkar tanpa izin di perairan Indonesia. Beberapa hari kemudian, Jakarta menahan 19 awak kapal tanker itu untuk diinterogasi, sebagai tanggapan atas red notice yang dikeluarkan oleh Kamboja.
Pada hari Senin, World Tankers, perusahaan berbasis di Singapura yang memiliki MT Strovolos, mengatakan klaim bahwa kargo minyak itu diangkut secara ilegal adalah “tanpa dasar” dan mendesak Indonesia untuk menolak permintaan Kamboja untuk membantu. .
Juru bicara kepolisian provinsi Kepulauan Riau Harry Goldenhardt mengatakan tim dari Biro Pusat Nasional-Interpol telah memeriksa anggota awak kapal tanker itu sejak Sabtu lalu.
“Itu berdasarkan red notice dari pemerintah Kamboja dan surat yang dikirim oleh Pengadilan Phnom Penh yang meminta bantuan dalam penangkapan dan pengembalian kapal dan awaknya,” kata Harry kepada BenarNews.
Awal pekan lalu, Pengadilan Negeri Batam memutuskan bahwa Sazzedeen S.M., kapten Strovolos yang berkewarganegaraan Bangladesh, bersalah karena berlabuh di laut teritorial Indonesia. Selain menjatuhkan hukuman 15 hari penjara, pengadilan juga mendendanya sebesar 100 juta rupiah (US$7.000), menurut dokumen pengadilan dari putusan 22 September yang diperoleh BenarNews.
"Terdakwa Sazzedeen S.M telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Nakhoda tidak mematuhi ketentuan yang berkaitan dengan tata cara berlalu lintas di perairan Indonesia," kata dokumen itu.
“Menjatuhkan pidana penjara selama 15 hari dan denda sebesar Rp100 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, diganti pidana satu bulan kurungan,” lanjut hakim, seraya menambahkan, “menetapkan terdakwa ditahan.”
Angkatan Laut Indonesia mengatakan bahwa M.T. Strovolos dengan panjang 180 meter lebih itu secara ilegal berlabuh di Sumatra tanpa menghidupkan sistem identifikasi kapal ketika pihak berwenang menyitanya pada 27 Juli, tiga hari setelah Phnom Penh mengeluarkan red notice Interpol tentang dugaan pencurian kargo.
Kapal perang Indonesia, KRI John Lie-358, mencegat kapal tanker minyak itu di dekat Kepulauan Anambas di Provinsi Kepulauan Riau setelah Strovolos berlayar menuju perairan Indonesia di Laut China Selatan tanpa izin, tambah TNI AL.
'Kamboja belum memberikan bukti apa pun'
Sementara itu, Kamboja telah meminta agar kargo minyak itu dikembalikan, tetapi TNI AL mengatakan adalah hak pengadilan untuk memutuskan apa yang harus dilakukan dengan kargo tersebut.
“Proses hukum adalah kewenangan kejaksaan dan pengadilan,” kata Kepala Dinas Penerangan Komando Armada I TNI AL Letnan Kolonel Laode Muhammad.
Kepala Kejaksaan Batam Polin Octavianus Sitanggang tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.
World Tankers, pemilik Strovolos, mengatakan bahwa perusahaan yang menyewa kapal tersebut, KrisEnergy Group, dikontrak oleh pemerintah Kamboja sebagai bagian dari proyek pengembangan minyak komersial.
“Pemilik kapal memahami bahwa perusahaan pencarter dikontrak oleh Pemerintah Kamboja sebagai bagian dari proyeksi pengembangan minyak komersial dan memberinya hak untuk menjual minyak dengan pembayaran royalti,” kata World Tankers dalam sebuah pernyataan, Senin.
“Pemerintah Kamboja belum memberikan bukti apa pun kepada pemilik untuk mendukung klaimnya bahwa mereka memiliki kargo itu di kapal tersebut.”
World Tankers lebih lanjut mengatakan bahwa kru Strovolos adalah “korban” akibat perlakuan salah dari Pemerintah Kamboja yang melanggar hak asasi mereka.”
Kapal tanker buatan 1999 itu disewakan ke perusahaan eksplorasi minyak KrisEnergy (Apsara) Co. Ltd, yang mulai memproduksi minyak dari ladang minyak pertama Kamboja pada akhir Desember 2020.
Selama masa sewa itu, Grup KrisEnergy mengalami masalah keuangan dan mengajukan likuidasi pada bulan Juni, tetapi tidak dapat membayar awak kapal tanker.
Pemilik dan awak kapal ingin agar muatan di kapal itu diturunkan dengan kesepakatan bersama, dan sementara itu, memindahkan kapal ke lepas pantai Batam sambil menunggu pergantian awak.
“Tidak pernah ada niat atau saran untuk melakukan sesuatu dengan minyak di kapal selain untuk menurunkannya segera setelah kepemilikannya terbukti, dan dicapai kesepakatan tentang pembayaran hutang kepada pemiliknya,” jelas World Tankers.
Pemilik khawatir bahwa tidak akan ada keadilan di Kamboja dan pernyataan resmi yang mengatakan bahwa awak kapal mencuri kargo itu "tidak benar dan bertentangan dengan prinsip dasar keadilan," kata perusahaan itu.
'Indonesia tidak perlu ikut campur'
Siswanto Rusdi, seorang pengamat di Institut Maritim Nasional (Namarin), sebuah think-tank independen, mengatakan dia yakin bahwa pihak berwenang Indonesia harus membebaskan awak kapal tanker itu.
“Red notice itu dari Kamboja, artinya (muatannya) harus dikembalikan ke Kamboja,” ujarnya kepada BenarNews.
“Bahkan jika ada perselisihan dibaliknya, Indonesia tidak perlu ikut campur.”
Indonesia tidak ada hubungannya dengan kapal tanker itu setelah kasus hukum pelanggaran aturan navigasi diputuskan, kata Siswanto.
“Sekarang, apa dasar penahanannya? Bisnis apa yang kita miliki? Kalau tidak hati-hati, Indonesia bisa kena gugatan,” katanya.
“Hukum internasional saat ini tidak mendukung pelaut. Dalam sengketa sekecil apapun, ABK-lah yang menjadi sasaran penangkapan, padahal sebenarnya mereka hanya bagian dari proses pemindahan barang, tetapi mungkin mereka tidak tahu apa-apa,” kata Siswanto.