Kekhawatiran dan Sambutan di Asia Tenggara Setelah Kemenangan Taliban
2021.08.20
Kathmandu
Keberhasilan Taliban mengambil alih kekuasaan di Afghanistan dengan cepat disambut baik oleh beberapa kelompok politik dan Islamis di Bangladesh dan Asia Tenggara, sementara pakar keamanan mengingatkan berkuasanya kelompok itu akan membangkitkan semangat para militant lain.
Pemerintahan Afghanistan jatuh akhir pekan lalu setelah Presiden Ashraf Ghani melarikan diri keluar negeri dan pemberontak Taliban berhasil menguasai Kabul.
Gerilyawan Taliban berhasil menguasai ibu kota negara tanpa ada lawanan berarti setelah Amerika Serikat menarik pasukan militernya, yang merupakan bagian dari koalisi internasional yang mendukung pemerintahan di negara tersebut.
Kemenangan Taliban di Kabul “akan memunculkan semangat jihad,” kata Sofyan Tsauri, mantan anggota Jemaah Islamiyah (JI), yang menurut pihak berwenang berada di balik serangan bom Bali Oktober 2002.
Sejumlah warga Indonesia ikut perang melawan Rusia di Afghanistan tahun 1980an, termasuk di antaranya para ekstremis yang bergabung dengan (JI), yang memiliki kaitan dengan al-Qaeda.
Sofyan juga memuji Taliban, dan mengatakan mereka berbeda dengan ISIS.
“Taliban tidak melakukan baiat-baiat, tidak membunuh rakyat yang tidak bersalah begitu saja,” ujar Sofyan, mantan polisi yang menghabiskan lima tahun penjara karena pelanggaran terkait terorisme, kepada BenarNews.
Mantan narapidana terorisme lainnya, Joko Tri Harmanto, mengatakan jihadis Indonesia “akan merasa termotivasi karena melihat perjuangan Taliban berhasil.”
“Tapi saya berharap saudara-saudara kita (di Indonesia) menyadari bahwa keberhasilan Taliban adalah karena mereka memegang teguh prinsip dengan tidak menyakiti perempuan dan anak-anak, dan menghormati hak asasi manusia,” kata Joko, yang dipenjara lebih dari empat tahun karena keterlibatannya di bom Bali 2002 yang menewaskan 202 orang.
Sementara itu, Abu Bakar Bashir, ulama yang dikenal beraliran radikal dan khotbahnya diyakini telah menginspirasi pelaku bom Bali, ikut gembira atas kemenangan Taliban, menurut putranya, Abdul Rohim Bashir.
Bashir, 83, yang dibebaskan pada Januari setelah menjalani hampir 10 tahun dari hukuman 15 tahun adalah salah satu pendiri JI.
“Ustadz Abu senang bahwa Taliban telah berhasil memerdekakan negara mereka setelah 20 tahun,” kata Abdul Rohim.
“Apa yang telah dilakukan Taliban selama ini patut dicontoh, bagaimana mereka istiqomah berjuang di jalan Allah dan perjuangan mereka akhirnya berhasil. Mereka juga tetap memegang teguh syariat Islam. Mereka bahkan tidak membunuh pejabat pemerintah yang korup, tetap boleh tinggal,” kata Rohim.
Deteksi dini
Radikalisasi meningkat di Indonesia sejak awal 2000an dan serangan teroris beberapa kali terjadi. Puluhan orang Indonesia juga telah pergi ke Timur Tengah untuk bergabung dengan ISIS setelah kelompok militan itu mengambil alih sebagian wilayah Suriah dan Irak di tahun 2014.
Wawan Hari Purwanto, juru bicara Badan Intelijen Nasional (BIN), mengatakan “pergerakan kelompok teroris di Indonesia sedikit banyak dipengaruhi oleh perkembangan di tingkat global dan regional.”
Sejak kemenangan Taliban, BIN “telah mengambil langkah-langkah antisipasi untuk memperkuat deteksi dini dan pencegahan dini, terutama mengenai kelompok teroris yang memiliki kedekatan secara ideologi dengan Taliban,” katanya.
“Pemerintah Indonesia terus memantau situasi keamanan di Afghanistan,” katanya kepada BenarNews pada hari Kamis.
Menurut pakar keamanan Muhammad Adhe Bhakti, pihak berwenang harus mewaspadai militan Indonesia yang berangkat ke Afghanistan.
“Perebutan kekuasaan antara Taliban dan kelompok lain, termasuk ISIS, dapat menarik jihadis Indonesia untuk melakukan perjalanan ke Afghanistan,” ujar Adhe, direktur eksekutif Pusat Studi Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR).
Sementara itu, pemerintah berhasil memulangkan 26 warga negara Indonesia dengan menggunakan pesawat TNI Angkatan Udara pada Jumat.
“Alhamdullilah, Pemerintah Indonesia telah berhasil mengevakuasi WNI dari Kabul, Afghanistan dengan pesawat TNI AU. Pesawat saat ini sudah berada di Islamabad untuk melanjutkan penerbangan ke Indonesia,” kata Retno melalui Twitter.
Dia mengatakan rombongan yang dibawa termasuk lima orang warga Filipina dan dua orang Afghanistan.
Perayaan
Menurut pakar keamanan Filipina, Rommel Banlaoi, kelompok-kelompok militan di seluruh dunia merayakannya hari-hari setelah jatuhnya Kabul sebagai “kemenangan jihadisme.”
“Ada kemungkinan sangat besar terjadi kekerasan yang melebar di Filipina selatan,” ujarnya. Banlaoi memperingatkan bahwa kekerasan itu akan mengakibatkan implikasi serius secara global “karena Afghanistan terus menjadi tempat persembunyian kelompok teroris internasional yang aktif.”
Banlaoi mengatakan pemimpin Taliban Haibatullah Akhundzada adalah "teman baik" pemimpin al-Qaeda Ayman al-Zawahiri dan hubungan antara kedua kelompok tersebut "akan benar-benar memiliki implikasi serius bagi kontra-terorisme global."
Muslimin Sema, ketua Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) di Filipina selatan yang menjadi lokasi operasi kelompok ekstremis selama bertahun-tahun, mengatakan bahwa “tekad, ketekunan, dan keteguhan Taliban yang mengalahkan kemunafikan dan oportunisme di Afghanistan.”
MNLF adalah kelompok separatis Islam yang menandatangani kesepakatan damai dengan Manila pada tahun 1996.
Sementara itu, juru bicara Front Pembebasan Islam Moro (MILF) – cabang dari MNLF – menyatakan harapannya bahwa semua pihak di Afghanistan dapat mencapai kompromi, untuk mencegah negara itu jatuh ke dalam konflik yang lebih besar setelah perang selama puluhan tahun.
“Kami memilih negosiasi demi rakyat,” kata juru bicara MILF Von Al Haq kepada BenarNews, merujuk pada pembicaraan yang mengarah pada penyelesaian damai kelompok itu pada tahun 2014.
Salah satu kelompok militan Islam paling kejam di Filipina selatan, Abu Sayyaf, didirikan oleh seorang warga Filipina yang berperang di Afghanistan selama pendudukan Soviet pada 1980-an.
Pemimpin Abu Sayyaf generasi baru, Isnilon Hapilon, menjadi emir kelompok tersebut, yang digadang-gadang sebagai ISIS cabang Asia Tenggara. Dia juga yang memimpin kelompoknya untuk menduduki Marawi.
Marawi mengalami kehancuran selama pertempuran antara pasukan pemerintah dengan pendukung ISIS yang mendudukinya selama lima bulan pada 2017.
Bangunan terbakar di Marawi setelah militant mengambil alih kota di Filipina selatan itu, 5 Juni 2017. [Richel V. Umel/BenarNews]
Beda waktu, beda situasi
Kepala satuan kontra-terorisme polisi Malaysia mengatakan terlalu dini untuk membuat penilaian tentang ancaman teror yang berasal dari peristiwa di Afghanistan, “karena Taliban masih menawarkan perdamaian kepada semua pihak.”
“Waktunya berbeda, situasinya berbeda dan hasilnya pasti berbeda,” kata Normah Ishak kepada BenarNews ketika ditanya apakah pengambilalihan Taliban akan memberi energi pada kelompok atau sel ekstremis lokal di Malaysia.
Mantan kepala satuan kontra-terorisme Ayob Khan Mydin Pitchay memperingatkan bahwa pembentukan pemerintahan baru Taliban dapat memberi energi pada sel-sel teror yang tidak aktif di negara-negara Asia Tenggara, termasuk Malaysia.
“Taliban mungkin telah mengubah pendekatannya untuk medapatkan kekuasaan dan melunakkan pendiriannya pada isu-isu tertentu,” katanya kepada BenarNews.
“Tetapi mereka yang menganalisis organisasi teror dan kelompok ekstremis akan tahu bahwa agenda dan propaganda mereka tetap sama. Mereka ingin mendirikan Negara Islam.”
Dia mengatakan beberapa orang Malaysia bahkan mungkin beremigrasi untuk berperang bersama Taliban.
Sementara itu, seorang sumber di badan keamanan pemerintah Malaysia mengatakan bahwa mantan anggota kelompok seperti Jemaah Islamiyah dan ISIS, menyambut baik kemenangan Taliban.
“Mereka mengatakan akhirnya sebuah Negara Islam telah didirikan. Mereka akhirnya memenangkan pertarungan melawan penjajah. Mereka cukup bersemangat,” kata sumber yang menolak disebutkan namanya.
“Ada kemungkinan Afghanistan menjadi tempat latihan. Kemungkinan pejuang asing bermigrasi ke sana juga ada.”
Euforia
Di Bangladesh, negara mayoritas Muslim lainnya, polisi mengatakan pekan ini bahwa mereka memantau aktivitas daring setelah Taliban menang.
“Kami telah melihat beberapa pemuda di Bangladesh mengunggah komentar euforia setelah Taliban mengambil alih Afghanistan,” kata Md Faruk Hossain, juru bicara Kepolisian Metropolitan Dhaka, kepada BenarNews, hari Senin.
“Perebutan kekuasaan oleh Taliban di Afghanistan kemungkinan akan menginspirasi militan lokal dan simpatisan mereka di Bangladesh,” ujar Hossain. Dia juga memperingatkan bahwa polisi, unit kontra-terorisme, dan lembaga lainnya di Bangladesh sudah dalam kondisi “siaga tinggi.”
Tetapi para militan dan ekstremis akan ditangani “dengan tangan besi,” kata Hossain.
Sehari sebelum Kabul jatuh, kepala Polisi Dhaka Shafiqul Islam mengatakan bahwa dalam beberapa pekan terakhir, “beberapa orang dari Bangladesh telah menanggapi seruan Taliban untuk bergabung dalam perang di Afghanistan,” dan telah meninggalkan keluarga mereka untuk pergi berperang demi Taliban.
“Kami menduga beberapa dari mereka ditangkap di India, sementara yang lain berusaha mencapai Afghanistan dengan berjalan kaki,” kata Islam kepada wartawan 14 Agustus.
Mohammed Yahya, mantan wakil presiden Hefazat-e-Islam, kelompok berbasis agama radikal yang berpengaruh di Bangladesh, mengeluarkan jaminan bahwa "apa yang telah terjadi di Afghanistan tidak akan terjadi di Bangladesh."
“Madrasah kami tidak mengajarkan kekerasan. Kami mengajarkan murid-murid kami tentang nilai-nilai Islam yang sebenarnya,” katanya kepada BenarNews. “Pemerintah… seharusnya tidak takut pada kami.”
Jason Gutierrez, Dennis Jay Santos, Jeoffrey Maitem, Mark Navales, dan Froilan Gallardo di Filipina; Ronna Nirmala dan Kusumasari Ayuningtyas di Indonesia; Muzliza Mustafa dan Nisha David di Malaysia; dan Kamran Reza Chowdhury di Bangladesh berkontribusi pada laporan ini.