Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengundurkan diri usai dituduh korupsi
2023.10.05
Jakarta
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pada Kamis (5/10) mengajukan pengunduran diri dari jabatannya setelah ditetapkan sebagai tersangka korupsi seraya mengatakan siap menghadapi proses hukum yang menjeratnya.
Syahrul, yang tiba di Indonesia semalam usai perjalanan dinas ke Eropa, menyerahkan surat pengunduran diri kepada Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada Kamis sore.
Politikus Partai Nasional Demokrat (NasDem) itu sempat dikabarkan hilang kontak karena tidak pulang ke Indonesia sesuai jadwal pada 1 Oktober, meski sejumlah pejabat kementerian yang mendampinginya telah kembali ke Tanah Air.
Dalam pernyataan kepada wartawan di Istana Kepresidenan Jakarta, Syahrul mengatakan dia mengundurkan diri karena ingin menghadapi kasus hukum secara serius.
"Alasan saya mundur adalah karena ada proses hukum yang saya hadapi dan (proses ini) harus dihadapi secara serius," kata Syahrul yang didampingi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, yang notabene sejawatnya di Partai NasDem.
"Biarkan proses hukum berjalan dengan baik dan saya siap menghadapi... Budaya saya, kalau berani berbuat, berani bertanggung jawab," ujar Syahrul seraya menambahkan bahwa dirinya belum menerima panggilan pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka.
KPK sejatinya secara resmi belum mengumumkan status hukum Syahrul, tapi Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD kemarin mengonfirmasi bahwa Syahrul telah berstatus tersangka.
Sebelum menyerahkan surat pengunduran diri kepada Jokowi, Syahrul sempat menemui Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh pada Kamis pagi dan menyambangi kantor Kementerian Pertanian.
Dia kemudian mendatangi Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk memberikan keterangan dalam kasus dugaan pemerasan yang didapatnya, namun Syahrul tak memerinci apakah pemerasan tersebut berkaitan dengan perkara yang ditangani KPK.
Menurut catatan imigrasi, Syahrul meninggalkan Indonesia pada 24 September bersama 22 pegawai kementerian pertanian menggunakan paspor diplomatik.
Ketika Syahrul berada di Eropa, penyidik KPK menggeledah kediaman dinasnya dan kantor kementerian.
Dalam rangkaian penggeledahan tersebut, tim KPK menemukan uang senilai puluhan miliar rupiah — dalam rupiah dan mata uang asing — serta sejumlah catatan keuangan dan 12 senjata api.
Sejauh ini, KPK telah meminta keterangan 49 pejabat di Kementerian Pertanian, termasuk Syahrul yang diperiksa selama sekitar tiga jam pada 19 Juni lalu.
Menteri Sekretariat Negara Pratikno yang menerima surat pengunduran diri Syahrul di kompleks kepresidenan mengatakan akan segera menyerahkan surat itu kepada Jokowi.
Jokowi selanjutnya akan memutuskan siap pengganti Syahrul di pos Menteri Pertanian, kata Pratikno.
"Surat baru kami terima. Nanti itu (pengganti) keputusan Bapak Presiden," kata Pratikno.
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh dalam keterangan pers di Jakarta mengaku partainya memang mempersilakan Syahrul mengundurkan diri agar dia dapat berfokus pada perkara yang menjeratnya.
"Agar (Syahrul) penuh konsentrasi. NasDem tetap pada komitmen. Kalau ada masalah, jangan lari. Hadapi masalahnya," kata Surya.
"Ini di luar dugaan saya, kawan-kawan, dan Syahrul, bahwa harus menghadapi kondisi seperti ini. Saya bisa memahami kekecewaan, tapi penghormatan upaya penegakan hukum tidak akan surut."
Andai kata resmi diumumkan sebagai tersangka oleh KPK, Syahrul akan menjadi menteri kedua asal NasDem yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Siti Nurbaya akan menjadi satu-satunya politikus NasDem di kabinet pemerintahan Jokowi.
Pada 17 Mei lalu, Kejaksaan Agung juga menetapkan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate sebagai tersangka korupsi pembangunan infrastruktur komunikasi daerah terluar dan tertinggal Indonesia yang dikelola kementeriannya.
Politisasi hukum?
Kala penetapan Johnny sebagai tersangka korupsi, Surya sempat menyinggung potensi politisasi hukum terhadap kader-kader partainya, seiring keputusan NasDem mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden pada pemilihan umum 2024.
Saat ditanya apakah perkara Syahrul kali ini bentuk politisasi hukum, Surya hanya mengatakan, "Kami berupaya itu (politisasi) jangan sampai terjadi."
"Kami kan bukan institusi hukum. Tapi, apakah ada yang menggaransi sepenuhnya aparat hukum bebas dan tidak ada politisasi?" kata Surya sembari menambahkan bahwa kasus Syahrul pasti akan memengaruhi elektabilitas NasDem serta pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar yang mereka usung.
Pakar politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Djati berpendapat kasus Syahrul sama sekali tidak bermuatan politis dan tidak bertujuan mengebiri NasDem yang kini berseberangan dengan pemerintah usai mengusung mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
"Saya pikir itu murni penegakan hukum dan KPK sudah tepat. Saya kira tidak ada memburu menteri NasDem karena sebelumnya juga ada menteri dari partai berbeda yang ditangkap KPK karena korupsi," kata Wasisto kepada BenarNews.
Dampak terhadap elektabilitas
Mengenai dampak menteri NasDem yang tersangkut kasus hukum terhadap elektabilitas Anies sebagai bakal calon presiden, Wasisto menilai ihwal tersebut belum dapat dipastikan karena bergantung pada manuver politik koalisi yang berseberangan.
BenarNews menghubungi kuasa hukum Syahrul, Febri Diansyah, terkait langkah hukum yang disiapkan, tapi tak beroleh balasan.
Namun dalam pernyataan pada Kamis dini hari di kantor NasDem, Febri mengatakan tim kuasa hukum akan berfokus pada substansi hukum yang disangkakan.
"Tim hukum akan mendampingi dalam proses hukum yang berjalan, mulai hari ini dan ke depan pada tahap penyidikan," ujar Febri yang notabene mantan pegawai KPK, dikutip dari Republika.
Seusai mendapat kabar Syahrul telah mendarat di Tanah Air kemarin, Juru Bicara KPK Ali Fikri tak memerinci kapan KPK akan mengumumkan secara resmi status Syahrul sebagai tersangka.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mendesak KPK segera mengumumkan penetapan Syahrul sebagai tersangka demi mencegah kegaduhan di tengah masyarakat.
Kurnia merujuk kepada manuver Mahfud MD yang mengumumkan status hukum Syahrul kemarin, seraya mempertanyakan asal informasi yang diterima Mahfud.
"Apakah ada pihak yang membocorkannya? Untuk apa KPK membocorkannya kepada Menkopolhukam?" kata Kurnia dalam keterangannya kepada wartawan.
"Pernyataan Mahfud memberi kesan di tengah masyarakat bahwa dia sudah seperti juru bicara KPK, bukan Menkopolhukam."