Survei: Kepercayaan publik terhadap TNI dan Kejaksaan naik, KPK masih anjlok
2024.01.23
Jakarta
>>> Untuk berita lainnya terkait Pemilu 2024, klik di sini.
Masyarakat Indonesia paling percaya kepada militer, presiden, dan Kejaksaan Agung dari semua lembaga negara, sementara Komisi Pemberantasan Korupsi, yang pernah dianggap sebagai salah satu yang paling terhormat, belum mendapatkan kembali kepercayaan publik yang hilang sejak dua tahun lalu, kata jajak pendapat yang dirilis Selasa (23/1).
Sebelum KPK memecat puluhan pegawai dan penyidik senior pada akhir 2021, dengan dalih tes wawasan kebangsaan, lembaga antirasuah ini secara konsisten dinilai lebih terpercaya daripada Kejaksaan Agung (Kejagung) dan kepolisian, menurut Indikator Politik.
Tingkat kepercayaan kepada KPK merosot dari 85 persen pada tahun 2018 menjadi 70 persen tahun ini.
Survei yang dilakukan pada 30 Desember 2023 – 6 Januari 2024 tersebut menunjukkan hasil sekitar 89,3 persen warga sangat percaya kepada TNI, Presiden 86,7 persen dan Kejagung 76,2 persen.
“Meskipun masih dinilai baik, secara umum tingkat kepercayaan warga terhadap TNI dan Presiden sepanjang tahun 2023 memiliki kecenderungan menurun,” kata peneliti utama Indikator Politik, Burhanuddin Muhtadi, di Jakarta.
Sebulan sebelumnya, survei yang dilakukan Indikator menunjukkan kepercayaan terhadap TNI mencapai 90,2 persen sementara kepada presiden mencapai 87,5 persen.
Sedangkan, lanjut Burhanuddin, hanya Kejagung yang tingkat kepercayaannya naik di mata publik. Hal ini dikarenakan institusi itu menangani sejumlah kasus korupsi di tengah menurunnya kinerja instansi lain yang sedang diterpa masalah.
Jika pada awal Desember 2023 kepercayaan publik kepada Kejagung berada di angka 73,8 persen, kini menjadi 76,2 persen, jelas Burhanuddin terkait survey dengan sampel responden sebanyak 1200 orang dari sejumlah provinsi itu.
Menurut Burhanuddin, belakangan ini TNI mulai positif di mata rakyat salah satunya karena mereka menjaga jarak dari politik.
“Profesionalisme militer justru membantu peningkatan trust masyarakat terhadap TNI. Ini sekaligus warning TNI bahwa jangan terlibat politik praktis apalagi jelang pemilu, kalau terlibat maka punya andil terhadap penurunan terhadap TNI,” kata dia.
KPK, menurut dokumen tersebut, sebelum tahun 2020 tingkat kepercayaannya selalu lebih tinggi ketimbang Kepolisian dan Kejagung, namun di akhir 2021 menurun tajam dan hingga kini belum tampak gejala tingkat kepercayaannya kembali pulih.
Sebanyak 57 pegawai KPK dibebastugaskan tahun 2021 setelah dinyatakan tidak lolos dalam tes wawasan kebangsaan yang menjadi prasyarat peralihan status kepegawaian menjadi pegawai sipil negara menyusul amandemen undang-undang tentang KPK yang disahkan tahun 2019.
“Per hari ini kami belum menemukan indikasi trust terhadap KPK pulih dan mungkin ini perlu waktu,” kata Burhanuddin.
Persepsi terhadap pemberantasan korupsi saat ini lebih besar yang menilai negatif dengan angka 35 persen ketimbang yang menilai positif 32,7 persen.
Salah satu kasus besar yang melibatkan penegak hukum saat ini adalah kasus dugaan pemerasan yang dilakukan Firli Bahuri, mantan Ketua KPK. Kasus ini berhubungan dengan kasus korupsi yang melibatkan Syahrul Yasin Limpo, mantan Menteri Pertanian.
Keduanya masih aktif menjabat saat pelanggaran terjadi. Firli telah dinyatakan melakukan pelanggaran kode etik dan kode perilaku oleh Dewan Pengawas KPK dan sudah diberhentikan. Saat ini, Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka.
Survei menunjukkan sebanyak 70,6 persen percaya adanya pemerasan yang diduga dilakukan oleh Firli terhadap mantan Syahrul.
Menuruk Indikator, kepercayaan terhadap Kejagung 76,2 persen , Polri 75,3 persen, Pengadilan 75,2 persen, Mahkamah Konstitusi (MK) 70,8 persen, KPK 70,3 persen, MPR 70 persen, DPD 68,3 persen, DPR 64,8 persen dan Partai Politik 64,2 persen.
Tidak sedang baik-baik saja
Pengamat Hukum dan Politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, mengatakan Indonesia memang sedang menghadapi masalah penegakan hukum.
“Semua masalah yang ada saat ini seperti korupsi, pemerasan di KPK, masalah Undang-Undang di MK dalam asumsi hukum,” kata dia dalam sebuah diskusi.
“Seharusnya hukum itu sebagai panglima dan paling penting dalam bernegara. Survei ini menunjukkan negara kita tidak dalam baik-baik saja. Tidak ada nilai yang wow,” tambahnya.
Ia juga mempertanyakan lembaga Presiden, TNI dan Kejagung menempati posisi teratas.
“Apakah yang memberikan Presiden berada di tingkat kedua, pada sisi mana? Yang memiliki kontribusi terhadap peningkatan kepercayaan Presiden adalah penegakan hukum dan pemberantasan korupsi,” kata dia.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho menilai wajar tingkat kepercayaan masyarakat terhadap DPR, DPD dan DPRD rendah karena menjelang akhir masa jabatan kebanyakan dari anggotanya tidak bekerja.
“Bahkan sekarang hanya kepentingan politik basis tertentu, untuk memenangkan paslon saja. Berikan support masyarakat dan ekonomi masyarakat justru kurang,” kata dia.
Meskipun mengakui kondisi ekonomi semakin membaik, Hibnu juga mempertanyakan kepercayaan publik terhadap TNI dalam kapasitasnya sebagai penjaga keamanan.
Ia menyetujui kepercayaan terhadap Presiden menurun secara tren karena ada beberapa hal seperti soal pasangan calon presiden yang mencuat di MK baru-baru ini.
Pada Oktober tahun lalu menjelang masa registrasi calon presiden-wakil presiden untuk Pemilu 2024, MK memutuskan bahwa warga negara yang pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah dapat mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meskipun mereka berusia di bawah 40 tahun – aturan sebelumnya hanya mensyaratkan berusia minimal 40 tahun tanpa embel-embel "pernah atau sedang menjabat kepala daerah".
Keputusan tersebut membuka jalan lapang bagi putra sulung Presiden Joko "Jokowi" Widodo, Gibran Rakabuming Raka yang masih berusia 36 tahun untuk maju ke dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Gibran pada saat itu masih menjabat Wali Kota Solo di Jawa Tengah.
“Presiden saat ini memang agak sulit bisa dipercaya,” kata dia.
Menurut dia, selain penanganan perkara, evaluasi internal juga menjadikan suatu nilai tersendiri untuk meningkatkan kepercayaan publik. Selama ini, ujar dia, kasus yang melibatkan internal dipendam.
“Di KPK contohnya masalah kode etik berlarut, polisi hanya dicopot, tidak ada ampun terhadap internal SDM yang melakukan pelanggaran. Jangan hanya dipanggil saja, harus tegas sehingga tidak ada keraguan, masyarakat percaya terhadap penanganan suatu perkara,” kata Hibnu.