Jenazah Siyono Diotopsi

Kusumasari Ayuningtyas
2016.04.04
Klaten
160404_ID_Siyono_1000 Anggota Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah mengusung peti mati ke lokasi otopsi jenazah Siyono di Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten, Jawa Tengah, Minggu, 3 April 2016.
Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar

Meski sempat ditentang dan diancam pengusiran oleh aparat desa, otopsi jenazah Siyono (34) tetap dilaksanakan di kuburannya di Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Minggu, 3 April 2016.

Otopsi selama hampir 5 jam yang melibatkan sembilan dokter forensik dari Muhammadiyah dan seorang dokter Polri, berjalan lancar dan tidak ada hambatan sama sekali seperti dikhawatirkan sebelumnya.

Malahan, warga ikut memfasilitasi jalannya otopsi seperti menyediakan air minum untuk ratusan anggota Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam) yang mengamankan proses otopsi sejak pukul 6:00 WIB.

Kapolres Klaten, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Faizal menyatakan, pihaknya juga ikut mengamankan “proses hukum agar dapat berjalan lancar” dengan mengerahkan sekitar 100 anggota Brimob bersenjata lengkap.

Menjelang siang, semakin banyak warga datang ke pemakanan untuk melihat otopsi. Anggota Kokam mengarahkan warga ke sisi selatan makam agar tidak mengganggu prosesi otopsi.

Siyono adalah warga setempat yang tewas setelah tiga hari ditangkap tim Densus 88 karena diduga terlibat terorisme pada 8 Maret lalu. Istrinya, Suratmi menuntut agar dilakukan otopsi untuk mengetahui penyebab kematian suaminya.

Melihat bantuan yang ditunjukkan warga, Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, tampaknya penolakan hanya dari aparatur desa.

Ia mengaku telah berusaha menemui Kepala Desa Pogung Joko (sebelumnya ditulis sebagai Djoko) Widoyo, pada Sabtu malam, sekaligus menyerahkan surat resmi pemberitahuan rencana otopsi.

“Tetapi dia tidak ada saat saya ke sana, surat saya titipkan pada istrinya," ujar Dahnil kepada wartawan.

Sebelumnya, pada 30 Maret lalu, Kepala Desa Djoko menyerahkan surat penolakan kepada keluarga Siyono yang berisi tiga poin pernyataan.

Ketiga poin itu adalah otopsi tidak boleh dilakukan di Pogung, mayat Siyono tidak boleh dimakamkan lagi di pemakaman desa setelah diotopsi dan dan keluarga yang setuju otopsi harus keluar dari desa itu.

Tetapi ancaman dalam surat itu tak terbukti karena otopsi tetap dilakukan di lokasi pemakaman jenazah Siyono dan kemudian dikuburkan kembali di tempat yang sama.

Suasana di rumah Siyono terlihat aman. Tidak ada pergerakan warga yang mengarah pada pengusiran Suratmi seperti dalam surat ancaman kesepakatan seperti disebut Joko.

Sekretaris Desa Pogung, Hartana menyatakan kepala desa tak berada di tempat saat proses otopsi berlangsung. Dia tidak tahu kenapa Djoko pergi.

“Surat pernyataan (penolakan) tidak berlaku. Buktinya otopsi tetap dilakukan dan Suratmi tetap berada di rumahnya,” ujar Hartana.

“Luka pukulan benda tumpul”

Ketua tim dokter, Gatot Suharto memastikan tak ada luka tembak di tubuh Siyono. Hal itu dikatakannya kepada wartawan setelah melakukan otopsi bersama sembilan dokter forensik lain, termasuk seorang dokter kepolisian.

"Kami temukan luka akibat pukulan benda tumpul di beberapa bagian tubuh dan patah tulang, tidak ada luka tembak," jelas Gatot.

AKBP Summy Hastry Purwanti yang merupakan dokter dari Polda Jawa Tengah turut membantu otopsi. Dia membenarkan bahwa memang ditemukan bukti kekerasan di tubuh Siyono.

"Tetapi apakah benar itu yang menyebabkan kematian akan kita tunggu hasilnya nanti," tutur Summy.

Tim dokter forensik juga mengambil sampel kulit dan otot untuk melakukan patologi anatomi di laboratorium. Hasil otopsi akan diketahui dalam tujuh hingga 10 hari.

Brimob ikut mengamankan prosesi otopsi jenazah Siyono di Desa Pogung, Klaten, Minggu, 3 April 2016. (Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar)

Langkah awal

Komisioner Komnas HAM Hafid menyebutkan bahwa otopsi jenazah Siyono menjadi langkah awal untuk mencari keadilan bagi Suratmi dan keluarga korban.

Jika nanti ditemukan ada bukti tindakan tidak sesuai Standard Operational Procedure (SOP) Densus 88 dalam penanganan terorisme, anggota Densus bisa diproses karena mereka tidak kebal hukum, katanya.

"Ini juga menjadi masukan untuk pihak terkait bagaimana Densus melakukan tugas-tugasnya kedepan," kata Hafid.

Ia menambahkan bahwa Komnas HAM akan mengawal kasus Siyono sampai selesai.

Pihaknya sengaja menggandeng Muhammadiyah karena memiliki infrastruktur yang lengkap dan bersedia membantu mencarikan keadilan untuk Suratmi.

Ketua Bidang Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Busyro Muqqodas mengatakan, pihaknya akan melakukan pendampingan bagi keluarga Siyono. Menurutnya, tidak boleh ada yang ditutup-tutupi terkait kematian Siyono.

"Di Indonesia tidak bisa urusan nyawa digelap-gelapkan sama sekali. Fakta kematian Siyono yang masih gelap ini harus dibuka agar terang benderang," ujarnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.