Didakwa Wadah Terorisme, Sidang Pembubaran JAD Digelar
2018.07.24
Jakarta
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa, 24 Juli 2018, menggelar sidang perdana pembubaran Jamaah Ansharut Daulah (JAD), organisasi yang berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang diklaim berada dibalik sejumlah aksi terorisme di Indonesia beberapa tahun terakhir.
Persidangan pelarangan organisasi terorisme seperti ini adalah yang pertama kalinya setelah disahkannya revisi UU Antiterorisme pada Mei lalu yang memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah untuk mencegah dan menanggulangi terorisme.
Dalam persidangan yang dipimpin hakim ketua Aris Bawono Langgeng, jaksa mendakwa kelompok tersebut menjadi wadah para pelaku teror sepanjang 2014 hingga 2017.
"Zainal Anshori selaku pimpinan JAD dalam kunjungannya ke wilayah menyampaikan bahwa maksud dibentuk JAD adalah mewadahi pendukung khilafah, dengan langkah antara lain berjihad," kata jaksa Heri Jerman.
"Di mana para pendukung kemudian termotivasi dan melakukan aksi teror di berbagai tempat di Indonesia."
Beragam teror dimaksud, antara lain aksi bom bunuh diri dan penembakan di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, pada 14 Januari 2016, yang menewaskan delapan orang, termasuk empat pelaku.
Teror pertama di Asia Tenggara yang diklaim ISIS sebagai pihak yang bertanggung jawab itu dikoordinasikan oleh Saeful Muthohir alias Abu Gar– pimpinan laskar asykari atau militer JAD, yang kini sedang menjalani hukuman sembilan tahun penjara atas keterlibatannya itu.
Ahmad Sukri dan Ikhwan Nur Salam, anggota JAD Jawa Barat, adalah pelaku bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, 24 Mei 2017, yang menewaskan tiga polisi dan melukai setidaknya 11 orang lainnya.
Adapula peledakan bom di halaman Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur, yang dilakukan Juhanda pada 13 November 2016, yang menewaskan seorang balita.
Juhanda adalah seorang pengikut Joko Sugito, yang merupakan amir atau pimpinan JAD Kalimantan Timur. Juhanda dihukum penjara seumur hidup pada September 2017.
"Tindak terorisme dilakukan berdasarkan adanya hubungan sebagai anggota JAD yang merupakan kelompok pendukung khilafah," tambah Heri, seusai sidang.
"Sehingga perbuatan terdakwa dapat diancam pidana. Dalam Undang-Undang Terorisme diatur apabila ada suatu organisasi yang bisa membahayakan masyarakat bisa diminta untuk dilarang."
Dipicu oleh serangkaian aksi terorisme pada bulan Mei lalu termasuk di dalamnya pemberontakan di Mako Brimob dan serangkaian bom bunuh diri di Surabaya, pemerintah akhirnya mensahkan revisi UU Antiterorisme pada 25 Mei 2018.
Persidangan ini menandai pertama kalinya pemerintah mengupayakan pembubaran organisasi yang ditengarai sebagai kelompok teroris.
JAD misalnya sudah dimasukkan dalam daftar organisasi teroris global oleh pemerintah Amerika Serikat pada awal 2017. Namun pemerintah Indonesia tidak pernah memiliki daftar semacam itu.
“Didaftarkan menjadi kelompok teroris atau tidak, Indonesia selalu mengejar pelaku teroris,” ujar Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol. Hamidin pada Januari 2017.
Keterangan saksi
Dalam sidang perdana itu, JAD diwakilkan Zainal Anshori – yang sedang menjalani tujuh tahun hukuman penjara karena terbukti melakukan pemufakatan jahat terorisme.
Sejumlah anggota JAD lainnya juga dihadirkan sebagai saksi. Mereka antara lain adalah amir Kalimantan Timur Joko Sugito, pimpinan laskar JAD Abu Gar, dan ketua JAD Jabodetabek, Yadi Supriyadi.
Joko Sugito dan Abu Gar, dalam keterangannya membenarkan mereka termasuk dalam struktur JAD, serta pernah menggelar pertemuan akhir November 2015 di Malang, Jawa Timur.
"Itu (pertemuan) untuk menyatukan manhaj (ketentuan dan kaidah-kaidah agama), apa yang disampaikan Abu Bakar al-Baghdadi," ujar Abur Gar.
Abu Gar menyangkal dirinya berkoordinasi dengan ideolog ISIS yang juga pendiri JAD, Aman Abdurrahman, sebelum insiden di kawasan Thamrin.
Ia berdalih hanya berbicara dengan Iwan Darmawan alias Rois, yang tidak termasuk ke dalam struktur JAD sebelum melancarkan aksi. Rois adalah terpidana mati kasus bom di Kedutaan Australia pada 2004.
Sikap tak berbeda diperlihatkan Joko Sugito, yang menyangkal Juhanda sebagai anggota JAD Kalimantan Timur.
"Tidak (bukan anggota JAD). Saya tidak pernah menyebarluaskan JAD di Samarinda," ujar Joko.
"Yang saya tahu, saya amir sendiri (anggota di Kalimantan Timur)."
Jaksa yang terlihat tak puas dengan jawaban itu kemudian menanyakan apakah Juhanda juga telah berbaiat kepada ISIS. Joko mengamini dan menyebut bahwa mereka sama-sama berbaiat kepada Abu Bakar al-Baghdadi.
"Berarti berbaiat ke orang yang sama. Sama tujuannya," tutup jaksa.
Sedangkan Yadi Supriyadi mengakui bahwa JAD dibentuk untuk menyamakan persepsi soal Daulah Islamiyah.
"Menyamakan apa yang diserukan oleh al-Baghdadi," katanya.
Ia juga mengakui Aman Abdurrahman pernah memberi ceramah lewat telepon saat acara kumpul JAD di Malang.
"Pakai ponsel. Menyampaikan agar melakukan amaliyah bagi yang mampu," tutur Yadi.
Jadwal tuntutan
Menurut Asludin Hatjani dari tim pengacara muslim yang mewakili JAD, apapun vonis yang nantinya dijatuhkan hakim tidak akan menyasar orang perorang.
"Bentuk hukumannya bisa dibubarkan atau dilarang," kata Asludin, usai persidangan.
"Tidak akan memengaruhi hukuman Zainal Anshori, dan lain-lain."
Sidang akan dilanjutkan Kamis mendatang dengan agenda tuntutan.