Setiono, Relawan Pemadam Api Peraih Wana Lestari
2016.08.31
Pekanbaru
Senja menepi di Kampung Rawa Mekar Jaya, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Sabtu, 20 Agustus 2016, saat Setiono (36) melangkahkan kaki di halaman rumahnya.
Ketua Masyarakat Peduli Api (MPA) Rawa Mekar Jaya itu baru saja pulang dari Jakarta seusai menghadiri peringatan Hari Kemerdekaan RI di Istana Merdeka, sesuatu yang tak pernah dia mimpikan sebelumnya.
Setiono tak langsung masuk ke dalam rumah. Ia memilih duduk di warung depan rumahnya yang juga dijadikan posko MPA Rawa Mekar Jaya bertemu beberapa warga sedang bersenda gurau di situ.
Rawa Mekar Jaya adalah sebuah desa pedalaman yang terletak sekitar 200 kilometer dari pusat ibukota Pekanbaru.
Di meja depan warung, terpajang penghargaan yang dibawa pulang Setiono. Ia berhasil meraih Peringkat 2 Nasional Wana Lestari 2016 Kategori MPA dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Anugerah lingkungan diberikan untuknya sebagai penggerak MPA yang dinilai aktif membantu saat terjadi kebakaran lahan dan hutan (karlahut) di Riau, yang juga mandiri dalam pendanaan dan solid bekerja bersama masyarakat.
Keberhasilan itu pula yang mengantar Setiono merayakan peringatan detik-detik Hari Kemerdekaan RI ke-71 di Istana Negara bersama Presiden Joko Widodo.
Wajar dapat penghargaan
Irwan Pryatna, Kepala Bidang Pemadam Kebakaran Badan Penanggulangan Bencana Daerah Siak, mengapresiasi apa yang dilakukan Setiono bersama 20 anggota tim MPA tersebut sejak didirikan, November 2012.
“Wajar mereka mendapatkan penghargaan. Seharusnya dari dulu, karena mereka menjaga kampung tanpa dukungan dari siapapun. Tanpa komunikasi dengan kami, mereka lebih dulu memadamkan kebakaran,” ungkap Irwan kepada BeritaBenar, Senin, 29 Agustus 2016.
Warga setempat juga mengapresiasi. “Mereka bekerja sangat gigih. Mereka bekerja dengan masyarakat. Sebelum kebakaran, mereka sudah siap siaga,” ujar Sukatmin, seorang warga.
Menurutnya, tim Setiono ditambah lima orang yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) pemadaman MPA Rawa Mekar Jaya selalu bekerja maksimal, ikhlas tanpa pamrih.
Jika harus turun memadamkan kebakaran atau berpatroli untuk kegiatan sosialisasi agar tak membakar lahan, mereka rela meninggalkan pekerjaan dan kepentingan pribadi.
Padahal sebagian besar anggota tim bekerja sebagai buruh bangunan, bertani atau kerja lain di kebun untuk menghidupi keluarga. Tim MPA tak mendapat honor dari siapapun. Mereka bekerja secara sukarela.
Setiono (kanan) memegang Penghargaan Wana Lestari 2016 Kategori Masyarakat Peduli Api foto bersama dua rekannya di Desa Rawa Mekar Jaya, Kabupaten Siak, Provinsi Riau, 29 Agustus 2016. (Dina Febriastuti/BeritaBenar)
Pendanaan
Setiono mengungkapkan terkadang harus mengeluarkan dana sendiri untuk biaya operasional MPA. “Jangankan honor, kita malah banyak keluar uang. Untuk operasional, terutama ketika memadamkan api, kita kan butuh dana,” katanya.
Setiono yang sebelumnya banyak berkecimpung di LSM Bina Cinta Alam Siak mengaku memadamkan api di lahan gambut jauh lebih sulit dibandingkan tanah mineral (keras).
“Kalau belum jadi lumpur, takkan berhenti memadamkan api,” ujar Setiono yang ditemui BeritaBenar, Senin, 29 Agustus 2016.
Kerani (sekretaris desa) di kampungnya itu berkisah pada 2012 harus bekerja memadamkan api selama sebulan penuh. Saat itu, mereka juga ikut memadamkan di luar kecamatannya.
Setelah itu, tiap tahun relawan MPA Rawa Mekar Jaya rutin memadamkan api yang diduga akibat pembukaan lahan dengan cara pembakaran. Terakhir, mereka memadamkan di areal seluas 30-an hektar di desa tetangga selama sepekan pada awal Agustus lalu.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, dalam rilis yang diterima BeritaBenar, Rabu, menyebutkan upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mulai membuahkan hasil.
“Jumlah titik panas (hotspot) karhutla berkurang signifikan. Riau nihil hotspot. Karhutla yang sebelumnya sempat merebak di wilayah Riau telah berhasil dipadamkan,” katanya.
Data BNPB untuk periode 1 Januari - 29 Agustus mencatat 12.884 titik api di seluruh Indonesia, dimana jumlah hotspot terbanyak ada di Riau (2.434 titik api). Jumlah ini merupakan penurunan sebesar 61 persen dibandingkan tahun 2015 yang mencapai 32.734 titik api untuk periode yang sama.
Rilis BNPB pada 31 Agustus itu menyatakan, “Pantauan satelit dan patroli udara memang menunjukkan tak ada yang terbakar. Asap tipis masih mengepul dari lokasi-lokasi yang terbakar sebelumnya. Ini membuat kualitas udara di Riau pada tingkat baik.”
Setiono mengaku bersama timnya mencari jalan untuk memiliki dana dengan membuat kebun pembibitan mangrove dan bongsai. Bibit untuk perkebunan itu tumbuh subur.
Bantuan juga datang dari pihak ketiga. Salah satunya berasal dari Penghulu atau Kepala Kampung Rawa Mekar Jaya, Suwito, yang sering mengirim minuman dan makanan kalau tim sedang berjibaku dengan api di lapangan.
“Saya selalu menyempatkan hadir kalau ada sosialisasi ke masyarakat. Begitu juga kalau lagi pemadaman,” kata Suwito.
Tetapi, pendukung utama Setiono adalah istrinya, Sulastri. Kalau terjadi kebakaran, ia terus menyemangati suami meski sesekali dirasuki rasa kesal, terutama bila Setiono lupa makan.
“Sesekali saya kesal juga. Tapi bagaimanapun kesal, saya selalu mendukung dan menyiapkan kebutuhannya pagi-pagi sebelum ia pergi bertugas bersama anggota MPA,” tutur Sulastri.