Seorang Pengungsi Rohingya di Aceh Meninggal
2020.09.09
Jakarta
Seorang imigran Rohingya meninggal dunia setelah sempat dirawat di rumah sakit setelah mengeluh sesak napas, sehari setelah hampir 300 pengungsi etnis minoritas dari Myanmar itu mendarat di Lhokseumawe, Provinsi Aceh, kata pejabat setempat Rabu (9/9).
Kepala Bagian Humas Pemerintah Kota Lhokseumawe, Marzuki, mengatakan perempuan pengungsi Rohingya yang bernama Mushalimah (21) meninggal Selasa malam(8/9) setelah dibawa ke Rumah Sakit Cut Meutia di Lhokseumawe dari tempat penampungan sementara di Balai Latihan Kerja (BLK).
“Almarhum sempat ditangani pihak medis RSUD Cut Meutia, dan sebelumnya sudah dipastikan no-reaktif dari hasil rapid tes. Jadi meninggalnya bukan karena Covid-19,” kata Marzuki, saat dihubungi BenarNews.
Menurut keterangan rekan-rekannya, Mushalimah sudah mengalami sesak napas sejak berada di lautan. sesak napas, kata Marzuki.
Sementara itu empat orang lainnya kini masih mendapatkan perawatan medis di rumah sakit tersebut, ujarnya.
Mushalimah adalah satu dari 297 imigran Rohingya yang diselamatkan nelayan Aceh, pada Senin (7/9). Terdiri dari 181 perempuan, 102 laki-laki dan 14 orang anak-anak, mereka diketahui berangkat mengarungi lautan dari kamp pengungsian Rohingya di Cox’s Bazar, Bangladesh, dengan membayar jasa agen, agar bisa tiba ke Malaysia.
Tidak berhasil sampai ke negara tujuan, mereka justru masuk ke perairan Aceh, sebelum akhirnya ditemukan nelayan setempat dengan kondisi kapal yang rusak.
Akhir Juni lalu, nelayan Aceh juga telah menyelamatkan 99 orang imigran Rohingya lainnya.
Jasad Mushalimah telah dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kuta Blang, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe. Prosesi pemakaman dihadiri beberapa kerabat, warga dan perwakilan UNHCR yang menangani mereka.
Sementara empat pengungsi Rohingya lainnya dirawat karena mengalami berbagai keluhan penyakit, setelah berbulan-bulan harus bertaruh nyawa di lautan, sebelum akhirnya mendarat di Aceh.
“Ada yang sesak napas juga, ada yang mengeluh kembung perutnya. Sekarang masih ditangani tim dokter,” ujarnya.
Marzuki mengatakan, para pengungsi Rohingya lain yang ditampung di BLK Lhokseumawe, terus dipantau kesehatannya. Tim medis juga disediakan untuk memeriksa secara berkala kesehatan mereka.
Masih jalani proses verifikasi
Proses verivikasi para imigran Rohingya tersebut masih dilakukan Badan PBB untuk urusan pengungsi, UNHCR.
“Informasi dari UNHCR saat mereka tiba di pantai Ujong Blang kemarin, ada lebih dari 100 orang memiliki kartu identitas sebagai pengungsi. Sekarang ini masih diverifikasi lagi,” kata Marzuki.
Sebelumnya Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan 99 orang Rohingya yang tiba di Aceh pada Juli lalu telah mendapatkan status sebagai pengungsi. Saat ini Kementerian Luar Negeri masih terus melakukan koordinasi dengan UNHCR terkait penanganan lanjutan terhadap mereka.
Pemerintah Indonesia sendiri mengatagorikan mereka sebagai imigran ilegal. Indonesia bukanlah negara yang berkewajiban menampung pengungsi, karena tidak ikut meratifikasi konvensi internasional terkait penanganan pengungsi.
Pemerintah Indonesia hanya membantu keperluan mereka seadanya termasuk memperhatikan kesehatan mereka. Sementara kebutuhan logistik dan penanganan lanjutan mereka berada di bawah tangungjawab UNHCR.
Retno mengatakan penampungan etnis Rohingya diberikan pemerintah Indonesia secara sementara.
“Saya sampaikan 7 September kemarin kita menerima kembali etnis Rohingya 296 orang dan tanggal 24 Juni kita menerima 99 orang dan Indonesia secara temporer menerima mereka dengan pertimbangan kemanusiaan,” kata Retno, dalam rapat secara daring, yang dihadiri para Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN, Rabu.
Retno mengatakan Indonesia mendorong agar masalah pengungsi Rohingya dapat diselesaikan dengan fokus pada akar masalah. “Oleh karena itu tadi saya meminta agar Menlu Myanmar dan juga sekjen ASEAN memberikan update kepada kita mengenai where we are, karena sekali lagi core issue berarti repatriasi yang volunteer aman dan bermartabat,” ujar Retno.
Juru bicara UNHCR untuk Indonesia, Mitra Suryono, sebelumnya mengatakan pihaknya belum memutuskan langkah jangka panjang untuk pengungsi Rohingya di Aceh itu. Pihaknya terus berkordinasi dengan Kemlu dan pemerintah Kota Lhokseumawe, yang memberikan tempat untuk menampung mereka.
“Saat ini prioritas kami adalah keamanan dan kesehatan, jadi belum terlalu banyak diskusi mengenai bagaimana penanganan jangka panjangnya,” ujar Mitra, kepada BenarNews.
Diperketat
Tempat penampungan sementara imigran Rohingya di BLK Lhokseumawe semakin diperketat, menyusul bertambahnya jumlah imigran Rohingya yang ditampung di lokasi tersebut. Apalagi beberapa waktu sebelumnya, enam orang Rohingya telah melarikan diri dari tempat tersebut, dan belum diketahui keberadaannya.
Marzuki mengatakan, petugas yang disiagakan untuk mengawasi para imigran tersebut juga ditambah, agar mereka tidak berinteraksi dengan masyarakat setempat ataupun melarikan diri.
“Sejak awal memang sudah didirikan posko pengamanan, dengan kejadian kemarin tentu lebih diperketat lagi orang yang mengawasi, supaya tidak ada yang keluar masuk,” ujarnya.
Selain itu para imigran yang baru menempati lokasi penampungan tersebut tidak disatukan dengan imigran yang telah lebih dulu tiba sebelumnya.
“Terutama untuk memastikan bahwa mereka tidak punya penyakit menular. Karena saat ini mereka belum dianggap steril,” ujarnya.
Saat ini terdata lebih dari 15 lembaga non pemerintah internasional dan lokal yang ikut serta membantu para imigran tersebut. Bahkan para relawan menggelar berbagai kegiatan untuk mengisi waktu luang para imigran selama di penampungan.
Imigran laki-laki disediakan lahan di belakang Gedung BLK untuk bertani dan bercocok tanam. Anak-anak imigran itu setiap hari belajar, bermain dan mengaji dengan dibimbing oleh para relawan. Bagi kaum perempuan, juga diberikan pelatihan mengerjakan kerajinan tangan.