Sekolah di Jakarta Mulai Gelar Belajar Tatap Muka

Pakar epidemiologi mengatakan kasus COVID-19 di Jakarta sudah stabil dibandingkan bulan lalu.
Tria Dianti
2021.08.30
Jakarta
Share on WhatsApp
Share on WhatsApp
Sekolah di Jakarta Mulai Gelar Belajar Tatap Muka Suasana belajar tatap muka di SDN Rawamangun 12 Pagi, Jakarta Timur, Senin, 30 Agustus 2021.
Tria Dianti/BenarNews

Sekolah di Jakarta mulai melaksanakan pembelajaran tatap muka pada Senin (30/8) setelah lebih dari setahun memberikan pelajaran secara daring karena pembatasan untuk mencegah penyebaran COVID-19 sejak.

Pemerintah mulai melonggarkan Perlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) minggu lalu dengan mengizinkan restoran dan rumah ibadah buka dengan kapasitas 25 persen dan pusat perbelanjaan maksimal 50 persen di Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya.

Pemda DKI Jakarta mengatakan bahwa 610 sekolah sudah siap untuk mengadakan pembelajaran tatap muka mulai 30 Agustus 2021, namun tidak semua dari sekolah itu buka pada Senin.

Kepala Sekolah SDN Rawamangun 12 Pagi, Rosim, mengatakan jumlah murid yang menghadiri kelas tatap muka masih sedikit karena hanya 50 persen siswa kelas 6 yang hadir dari 10 kelas yang dibuka.

“Kami berharap pandemi segera berakhir agar sekolah bisa dilakukan full setiap hari dengan kapasitas penuh seperti dulu,” ujarnya.  

Rosim mengatakan pihaknya mempersiapkan sekolah sejak Jumat dengan membersihkan kelas dan menyemprot desinfektan di seluruh ruangan.

“Awal masuk cek suhu, cuci tangan, antri jaga jarak, satu arah akses masuk dan keluar, kelas tidak boleh ada kerumunan, tidak boleh ada makan bersama, tidak boleh jajan di kantin. Setelah kegiatan harus langsung pulang,” paparnya.

Pihaknya menerapkan masuk kelas sekali seminggu dengan waktu 3x35 menit dilakukan secara bergantian dengan kelas yang berbeda setiap shiftnya.

Khusus Selasa dan Kamis semua belajar di rumah karena sekolah akan disterilkan, katanya.

“Pelajaran kami padatkan semenarik mungkin karena sangat dibatasi waktu, materi yang esensial, dan sulit diberikan dengan pelajaran jarak jauh,” kata Rosim.  

Indonesia menerapkan kewajiban belajar di rumah atau pembelajaran jarak jauh sejak Maret 2020 sebagai bagian dari upaya mencegah penyebaran COVID-19.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, sebelumnya mengumumkan bahwa pembelajaran tatap muka diperbolehkan di daerah di mana PPKM level 3 dan di bawahnya berlaku, sementara guru yang sudah mendapatkan vaksin COVID-19 wajib memberikan pelajaran tatap muka terbatas.

Nadiem mengatakan keputusan untuk mengadakan belajar tatap muka karena kekhawatiran hilangnya waktu belajar yang bisa berdampak permanen pada masa depan anak-anak Indonesia.

Apalagi, selama ini Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dianggap tidak efektif karena banyak siswa yang merasa kesulitan dan tak maksimal untuk menyerap ilmu.

Murid-murid mencuci tangan sebelum memulai kegiatan belajar sebagai bagian dari protokol kesehatan yang harus diikuti guna mencegah penularan COVID-19 dalam masa pandemi, di SDN Rawamangun 12 Pagi, Jakarta Timur, Senin, 30 Agustus 2021. [Tria Dianti/BenarNews].
Murid-murid mencuci tangan sebelum memulai kegiatan belajar sebagai bagian dari protokol kesehatan yang harus diikuti guna mencegah penularan COVID-19 dalam masa pandemi, di SDN Rawamangun 12 Pagi, Jakarta Timur, Senin, 30 Agustus 2021. [Tria Dianti/BenarNews].

Dilema

Salah satu orang tua murid, Delia Mila (39) mengaku meskipun sempat khawatir, namun akhirnya ia mengizinkan anaknya pergi ke sekolah karena sudah terlalu lama belajar online di rumah.

“Pandemi sudah berlangsung 1 ½ tahun. Saya pikir ini waktu yang tepat untuk menstimulasi dia belajar di sekolah nanti, latihan agar terbiasa seperti dulu lagi. Meskipun pasti deg-degan,” kata dia ditemui setelah mengantar anaknya di Jakarta.

Ia yakin asalkan mematuhi protokol yang ketat pasti akan aman dan sehat.

“Di sekolah ada guru yang mengawasi, mengatur dan mematuhi protokol kesehatan. Asalkan pakai masker, cuci tangan dan jaga jarak saya semoga sehat semua,” ujarnya.

Pendapat berbeda disampaikan Rachma Kusuma Dewi (33), yang mengaku belum tega melepas anaknya ke sekolah karena belum divaksin sebab belum cukup umur. Vaksin COVID-19 hanya bisa diberikan kepada mereka yang berusia 12 tahun ke atas.

“Ini dadakan sekali, kayaknya saya lihat belum siap dari pemaparan sekolah. Banyak pihak yang harus dilibatkan bukan hanya sekolah tapi satgas COVID-19 dan RS rujukan,” ujarnya.

“Kasihan anak-anak yang jadi bahan percobaan,” kata dia.

Namun, salah satu siswi kelas 6, Shafa Alia Mayori (11) mengaku sangat senang bisa berangkat ke sekolah lagi.

“Bisa lihat sekolah lagi, bisa bertemu teman, dan guru. Namun kami dilarang banyak bicara,” katanya

Selain itu, ujar dia, belajar tatap muka juga memudahkannya menyerap pelajaran dengan baik, hal yang sulit melalui belajar daring.

“Bisa bertanya langsung dengan Bu Guru dan jadi lebih mengerti pelajaran,” ujar dia.

Evaluasi

Pertengahan Juli lalu, kasus penularan harian secara nasional mencapai lebih dari 56.000 kasus dengan angka kematian mencapai 2.000 orang dalam waktu 24 jam.

Menyebarnya varian Delta di beberapa kota membuat Indonesia menjadi negara dengan posisi puncak kasus terbanyak setelah India di Asia dengan lebih dari 500.000 kasus aktif.  

Angka kasus harian secara konsisten terus menurun dalam beberapa minggu terakhir.

Namun per hari Senin, angka harian berjumlah 5.436, menjadikan total kasus terkonfirmasi sebanyak 4,079.267 orang, menurut data Kementerian Kesehatatan.

Sementara itu, angka kematian bertambah 568 jiwa, menjadikan total korban jiwa menjadi 132.491.

Pakar epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan tingkat penularan di Jakarta tergolong sudah stabil dibandingkan bulan lalu sehingga sekolah tatap muka bisa dilakukan secara bertahap dengan berbagai persyaratan.

“Harus dipantau, dievaluasi karena yang sering menjadi catatan pelanggaran itu adalah jaga jarak, kapasitas, ventilasi sirkulasi dan menggunakan masker. Jadi bukan masalah sudah divaksin atau belum,” ujarnya.

Menurutnya, tidak masalah jika siswa SD masuk sekolah meskipun belum divaksin karena selama manajemen resiko baik dalam mematuhi protokol kesehatan, anak-anak justru bisa menurunkan tingkat terpapar.

“Salah satu studi bahkan menyatakan meskipun tingkat penularan di tingkat komunitas tinggi namun tidak terjadi klaster di tingkat SD karena protokol kesehatan yang sangat ketat dan ada peran ortu juga harus vaksin, orang dewasa disekitarnya harus vaksin,” ujar dia.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti mendukung belajar tatap muka dengan syarat semua pihak siap.

“Siap daerahnya, siap sekolahnya, siap gurunya, siap orang tuanya dan siap anaknya, termasuk memastikan protokol kesehatan untuk mencegah penularan COVID-19 dapat terpenuhi.”

Kemudian harus dipastikan vaksinasi mencapai minimal 70 persen warga sekolah sudah divaksin sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan badan kesehatan dunia, WHO.  

“Pemerintah Pusat harus memastikan percepatan dan penyediaan vaksinasi anak  merata  di seluruh Indonesia.”

Berdasarkan data KPAI, kesiapan sekolah untuk belajar tatap muka mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun lalu. Pada 2020 penilaian sekolah pada 21 kabupaten di 9 provinsi seperti Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, Banten, DI Yogyakarta, Bengkulu dan NTB hanya menunjukkan 16,7 persen.

Sementara penilaian terbatas pada Januari - Juni 2021 menunjukkan angka 79,54 persen.   

Ketua DPR Puan Maharani meminta sekolah yang mulai menerapkan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) hari pertama melakukan berbagai evaluasi untuk melakukan perbaikan-perbaikan PTM ke depannya.

“Evaluasi juga bertujuan agar pihak sekolah bisa mengetahui berbagai kekurangan dalam pelaksanaan pembelajaran tatap muka sehingga bisa segera melakukan perbaikan-perbaikan yang akan lebih menunjang pelaksanaan sekolah tatap muka terbatas,” kata Puan.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.