Tim SAR selamatkan 69 pengungsi Rohingya dari kapal kayu terbalik di laut Aceh
2024.03.21
Banda Aceh
Diperbaharui 21 Maret 2024, 20:45 WIB
Tim Pencarian dan Pertolongan (SAR) gabungan pada Kamis berhasil menemukan dan menyelamatkan 69 pengungsi Muslim Rohingya yang terapung di atas perahu kayu yang terbalik di Samudera Hindia, kawasan Kabupaten Aceh Barat.
Kapten Kapal SAR KN Kresna, Supriadi, menyatakan bahwa para pengungsi – terdiri dari 42 laki-laki, 18 perempuan dan sembilan anak-anak – ditemukan sekitar pukul 9.00 waktu setempat di perairan 21 mil laut dari Meulaboh, ibukota Aceh Barat.
“Ketika ditemukan, kondisi mereka dalam keadaan lemas karena dehidrasi dan mungkin sudah beberapa hari tidak makan,” kata Supriadi kepada BenarNews melalui telepon, Kamis (21/3).
Kemudian, jelas Supriadi, 40 personel tim SAR gabungan dari Basarnas Aceh, TNI Angkatan Laut, Polairud, serta petugas Imigrasi segera melakukan proses evakuasi para pengungsi Rohingya itu dan dibawa ke Pelabuhan Jetty Ujong Karang Meulaboh untuk penanganan lebih lanjut.
Operasi pencarian pengungsi Rohingya dengan mengerahkan Kapal SAR KN Kresna dari Banda Aceh telah dilakukan tim SAR gabungan sejak Rabu malam, setelah Basarnas Aceh mendapat informasi dari nelayan tradisional tentang keberadaan puluhan korban perahu terbalik.
Tapi setelah dilakukan pencarian beberapa jam pada Rabu tengah malam hingga menjelang Kamis dini hari, tim gabungan tak menemukan tanda-tanda keberadaan pengungsi Rohingya sehingga mereka memutuskan untuk kembali ke daratan dan melanjutkan proses pencarian pada Kamis pagi.
“Setelah kami melakukan pencarian selama dua jam di titik lokasi seperti dilaporkan nelayan, akhirnya kami menemukan mereka saling berimpitan di atas kapal kayu yang terbalik,” jelas Supriadi.
Begitu menemukan keberadaan pengungsi Rohingya, lanjutnya, tim SAR gabungan diturunkan dengan menggunakan kapal patroli cepat, sea rider, untuk melakukan proses evakuasi.
Mereka kemudian diangkut ke Kapal SAR KN Kresna yang lego jangkar tak jauh dari lokasi kejadian, kata Supriadi.
UNHCR apresiasi pemerintah Aceh
Protection Associate Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) Faisal Rahman menyebutkan penanganan pengungsi Rohingya yang diselamatkan tim SAR gabungan itu cukup baik diberikan oleh pemerintah kabupaten Aceh Barat beserta instansi terkait lainnya.
Penjabat Bupati Aceh Barat dan Wakil Kepala Polres Aceh Barat turun langsung mengkoordinasikan proses evakuasi di pelabuhan Meulaboh, katanya.
“UNHCR sangat berterima kasih kepada pemerintah Kabupaten Aceh Barat dan jajaran di sini atas respons yang cukup baik memberikan bantuan penanganan darurat pengungsi Rohingya,” kata Faisal saat dihubungi melalui telepon.
Dia menambahkan bahwa beberapa orang yang kondisinya sangat lemas segera diangkut ke Rumah Sakit Cut Nyak Dhien dengan ambulans, yang memang sudah disiagakan di pelabuhan begitu mendapatkan kabar dari tim SAR gabungan bahwa pengungsi Rohingya sudah ditemukan.
Sehari sebelumnya, enam pengungsi Rohingya yang merupakan bagian dari mereka dalam perahu kayu terbalik diselamatkan nelayan tradisional Aceh dan dievakuasi ke TPI Kuala Bubon di Kecamatan Samatiga, Aceh Barat. Untuk sementara, mereka ditampung di Kantor Camat Samatiga.
“Saya sudah berkomunikasi dengan mereka meski sebentar. Dari pengakuan salah seorang dari mereka, jumlah pengungsi yang diangkut kapal naas itu mencapai 151 orang,” kata Faisal.
Namun, tambahnya, untuk memastikan kebenaran informasi tersebut perlu dilakukan verifikasi lebih lanjut dengan para pengungsi lain.
“Kalau pengakuan pengungsi itu benar, berarti banyak dari rombongan dalam kapal itu yang sudah meninggal dunia di laut karena yang berhasil diselamatkan 75 orang,” ujar Faisal.
Pada Rabu, Zaned Salim, salah seorang pengungsi yang dievakuasi nelayan, mengatakan bahwa jumlah mereka ketika berangkat dari kamp penampungan di Malaysia dengan tujuan Australia, mencapai 150 orang.
“Tetapi, ada 50 orang yang sudah meninggal dunia di laut karena kekurangan makanan. Kami hanya makan sekali sehari. Kadang tidak makan,” katanya kepada wartawan lokal.
UNCHR pada Januari lalu menungkapkan sebanyak 569 pengungsi Rohingya tewas atau hilang di laut ketika mereka berusaha mengarungi perjalanan sangat berbahaya di Laut Andaman dan Teluk Benggala.
Jumlah korban tewas itu merupakan terbanyak sejak tahun 2014. Menurut data UNCHR, sekitar 4.500 warga Rohingya meninggalkan kamp pengungsian di Cox’s Bazar, Bangladesh, pada 2023.
Pengungsi Rohingya meninggalkan kamp pengungsian Cox’s Bazar karena ingin mendapatkan kehidupan lebih layak di Malaysia atau Indonesia, terlebih di kamp itu sering terjadi kekerasan dengan jumlah pengungsi hampir mencapai 1 juta orang akibat tekanan militer Myanmar tahun 2017.
Gelombang pengungsi Rohingya terbaru mulai datang di Aceh sejak Oktober lalu. Tapi berbeda dengan sebelumnya, saat itu kedatangan mereka sempat ditolak warga akibat terhasut kampanye negatif melalui media sosial terhadap Muslim minoritas paling teraniaya di dunia itu.
Sebelumnya, warga Aceh menyambut baik pengungsi Rohingya karena mereka sesama Muslim. Ketika sekitar 1.000 Rohingya datang ke Aceh tahun 2015, warga menyambut dengan suka cita dan bersedia menampung untuk sementara waktu.
Menurut catatan UNHCR, sejak Oktober tahun lalu hingga awal Januari, jumlah pengungsi etnis Rohingya yang sudah berada di Indonesia mencapai 1.800 jiwa. Mereka ditampung di beberapa lokasi di Aceh dan Kabupaten Langkat di Sumatra Utara.
Demo tolak pengungsi Rohingya
Penolakan dari warga lokal terhadap kedatangan para pengungsi Rohingya ternyata masih terjadi di tengah kabar baik bahwa masyarakat Aceh mulai kembali keberadaan mereka.
Hari ini ratusan warga Desa Beureugang di Kecamatan Kaway XVI, Aceh Barat, memblokir jalan masuk ke desa mereka untuk menolak penempatan 69 pengungsi etnis Rohingya yang sebelumnya diselamatkan tim SAR gabungan, kata Wakil Kepala Polisi Resort Aceh Barat, Komisaris Polisi Iswahyudi.
“Pokoknya warga menuntut agar pengungsi Rohingya jangan ditempatkan di desa mereka,” kata Iswahydi kepada BenarNews. “Mungkin warga terprovokasi dengan berita-berita di media sosial tentang penolakan Rohingya sebelumnya di tempat lain.”
Menurut seorang wartawan lokal di lokasi, warga terdiri kaum pria, perempuan dan anak-anak berbondong-bondong sambil berteriak-teriak menghalangi kendaraan polisi yang mengangkut pengungsi Rohingya. Warga juga membawa poster dan spanduk berisikan penolakan pengungsi Rohingya.
“Kami tidak menerima pengungsi di sini (karena) sering kali desa kami jadi tempat pengungsian. Seperti dulu waktu Covid. Desa kami jadi tempat menampung orang-orang kena Covid,” teriak Leo, seorang warga Beureugang.
“Sekarang pengungsi Rohingya. Kantor bupati kan kosong. Kenapa tak (ditempatkan) di sana saja. Kenapa harus dibawa ke desa kami,” ujar Leo.
Untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan akhirnya para pengungsi Rohingya ditempatkan ke kantor Palang Merah Indonesia (PMI) Aceh Barat di kawasan Kuta Padang, Kecamatan Johan Pahlawan.
Untuk sementara, para pengungsi Rohingya ditampung di kantor PMI Aceh Barat dan tidak ada masalah lagi, kata Iswahyudi.