Komnas HAM Usut Penyebab Tewasnya Anak Buah Santoso

Keisyah Aprilia
2015.11.06
Palu
151106-ID-allegedterrorist-620.jpg Sejumlah polisi mengangkat jenazah Farouk yang diduga anggota kelompok Mujahidin Indonesia Timur setelah tiba di Rumah Sakit Bhayangkara di Palu, Sulawesi Tengah, 6 November 2015.
BeritaBenar

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Sulawesi Tengah (Sulteng) berjanji akan mengusut tuntas penyebab tewasnya Farouk, yang diduga anggota kelompok sipil bersenjata Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Santoso.

“Penyelidikan itu untuk mengetahui, apakah korban tewas tertembak karena melakukan perlawanan atau tidak. Kalau tidak melakukan perlawanan, itu sudah sangat jelas polisi melanggar HAM,” tegas Ketua Komnas HAM Sulawesi Tengah, Dedi Askari, Jumat.

Polisi gabungan terdiri dari Densus 88 Antiteror dan Brimob Mabes Polri yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Operasi Camar Maleo IV menembak mati Farouk dalam penyergapan di Desa Salubanga, Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Kamis sekitar pukul 20.30 WITA. Menurut polisi, Farouk yang disebut-sebut anak buah Santoso, tewas dalam  kontak tembak.

Dedi menyebutkan, polisi seharusnya tidak bisa serta-merta melakukan tindakan hukum dengan cara menewaskan seseorang. Karena sangat jelas diatur dalam undang-undang, polisi harus memangkap, menyelidiki, kemudian menyidangkan yang bersangkutan jika bersalah.

“Nanti kalau sudah ada vonis dari pengadilan, baru bisa mengeksekusi. Entah itu berupa penjara seumur hidup atau hukuman mati,” ujarnya kepada BeritaBenar.

Dia menambahkan Komnas HAM serius mengusut kasus yang mengakibatkan Farouk tewas. Jika nantinya korban terbukti tewas ditembak karena tak melakukan perlawanan, tambahnya, Komnas HAM akan mengambil langkah-langkah hukum selanjutnya.

“Kita lihat nanti, kalau demikian adanya, kami akan koordinasikan dengan polisi untuk melakukan tindakan hukum sesuai undang-undang pelanggaran HAM,” kata Dedi.

Berawal dari penyergapan

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Kepolisian Daerah (Polda) Sulteng, AKBP Hari Suprapto kepada sejumlah wartawan di Palu, Jumat menyatakan, Farouk tewas dalam baku tembak dengan pasukan gabungan polisi.

"Untuk informasi baku tembak kami pastikan ada semalam. Untuk kronologis dan nama korban dari kelompok tersebut yang tewas, belum bisa kami sampaikan. Kami masih menunggu perintah langsung dari Mabes Polri dulu," tuturnya.

Meski polisi terkesan menutup-nutupi informasi tersebut, tapi berbagai sumber di Parigi Moutong menyatakan, baku tembak berawal ketika penyergapan oleh personel Satgas  Operasi Camar Maleo IV di sebuah pondok dalam hutan pegunungan Desa Salubanga.

Menyusul penyergapan puluhan personel polisi gabungan, terjadi baku tembak sehingga menewaskan Farouk yang menderita luka tembak di beberapa bagian tubuh. Sedangkan dari personel Densus 88 Antiteror dan Brimob tidak ada korban jiwa dan terluka.

"Penyergapannya tidak begitu lama dilakukan puluhan personel, kemudian kelompok itu melarikan diri dan meninggalkan sejumlah barang bukti," jelas sumber yang tak bersedia disebutkan namanya.

Menjelang Jumat siang, jenazah Farouk dievakuasi ke Rumah Sakit (RS) Bhayangkara di Palu. Rencananya, jenazah itu akan diotopsi untuk mengetahui lebih jelas identitasnya.

"Jenazah sudah tiba tadi pagi di RS Bhayangkara. Namun kami belum mengetahui identitas lengkapnya. Sedangkan barang bukti katanya ada dan kami masih menunggu dari Polres Parigi Moutong," kata Hari.

Setelah penyergapan, tim Satgas dibantu personel dari Polda dan Polres Parigi Moutong segera melakukan olah tempat kejadian perkara. Sementara pengejaran terus dilakukan dengan menyisir beberapa titik pelarian kelompok tersebut. Belum diperoleh informasi hasil pengejaran itu.

"Hasil dari olah tempat kejadian perkara belum kami terima. Yang pasti pengejaran di seputaran lokasi masih dilakukan oleh sejumlah personel yang tergabung di Satgas," jelas Hari.

Tiga titik operasi

Parigi Moutong adalah satu dari tiga titik operasi Camar Maleo IV yang digelar Mabes Polri untuk memburu kelompok Santoso. Dalam operasi itu, ribuan polisi gabungan dari Densus 88, Brimob, Polda, dan Polres Parigi Moutong diterjunkan. Selain itu, ratusan personel TNI ikut dikerahkan.

Operasi Camar Maleo IV digelar untuk mengejar dan menangkap anggota kelompok sipil bersenjata MIT pimpinan Santoso. Operasi polisi itu berlangsung di tiga wilayah yaitu Poso, Parigi Moutong, dan Sigi.

Menurut polisi, Santoso merupakan gembong sipil bersenjata yang paling diburu karena diduga terlibat aksi terorisme. Santoso dan anak buahnya, sejak 2012 telah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Mabes Polri. Tetapi, Santoso belum tertangkap sampai sekarang.

Tapi sejumlah anak buah, simpatisan, dan pengikut Santoso lainnya telah ditangkap dan tewas tertembak dalam operasi polisi. Hingga kini, jumlah kelompok MIT diperkirakan tersisa lebih dari 30 orang.

Menurut sumber polisi, Farouk sudah dimasukkan sebagai DPO Polri sejak tahun 2013 lalu. Selama bergabung dengan Santoso, Farouk dituding terlibat serangkaian aksi teror di Sulteng. Dia juga diduga pernah terlibat baku tembak di Kecamatan Poso Pesisir, pada Agustus lalu, yang menewaskan satu personel Brimob dan seorang anak buah Santoso.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.