Kisruh Sampah Jakarta Reda, Namun Krisis Sampah Belum Selesai

Dewi Safitri
2015.11.12
Jakarta
sampah_620 Warga melintas dekat tumpukan sampah yang berserakan hingga menutupi badan jalan di Pasar Tradisional Inpres Manonda, Palu, Sulawesi Tengah, 12 November 2015.
BeritaBenar

Timbunan sampah di berbagai titik di Kota Jakarta berkurang setelah Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama meminta polisi mengawal truk-truk pengangkut sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA) di Bantargebang, Bekasi, dan Cileungsi, Bogor, pekan ini.

Konflik antara Jakarta dan dua daerah penyangga itu menjadi pucak dari kisruh pengelolaan sampah karena Bekasi dan Cileungsi menolak menjadi tempat pembuangan sampah Jakarta.

Meski pertikaian soal sampah Jakarta mereda, pakar pengolahan sampah dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Profesor Dr. Enri Damanhuri, meramalkan cepat atau lambat krisis sampah berikutnya akan berulang.

“Yang kita lihat adalah penyelesaian parsial dan temporer; sampah diangkut dan dibuang ke TPA lagi. Cuma itu, tidak ada solusi mendasar,” tegasnya kepada BeritaBenar.

Enri, yang sudah lebih dari 35 tahun menggeluti manajemen sampah di Indonesia, menyatakan masalah Jakarta ini dihadapi hampir semua kota besar di Indonesia.

Meskipun sistem pengangkutan sampah melibatkan bisnis bernilai ratusan miliar seperti di Jakarta, pengelolaannya dilakukan dengan cara tradisional.

“Sampah hanya ditumpuk, diangkut, terus dibuang dengan dikubur atau dibakar. Itu saja. Ada sebagian yang diolah menjadi kompos atau produk daur ulang tetapi skalanya sangat kecil, nyaris tidak terasa,” kritik pakar yang dijuluki Doktor Sampah pertama Indonesia ini.

Prinsip dasar manajemen sampah modern, menurut Enri, adalah mengolah sampah sebanyak mungkin mulai dari sumbernya. Panduan 3R (Reduce, Reuse, Recycle), yang umum diterapkan di dunia, dibuat untuk menekan kuantitas sampah agar tak membebani pengolahnya.

Pemerintah bahkan bersusah payah menerbitkan UU No.18/2008 sebagai panduan pengelolaan sampah. Tetapi hasilnya lebih mendekati nihil dari pada berhasil, kata Enri.

“Tahun 1998-2000 juga terjadi (krisis sampah) di Jakarta. Surabaya juga begitu, Bandung juga. Merata lah,” tambah pengajar teknologi pengolahan limbah di ITB ini.

Tanpa dipilah tetap bermasalah

Jakarta memuntahkan sampah antara 6.000 hingga 6.500 ton per hari. Model pengolahan sampahnya diserahkan kepada pihak swasta dengan metode pembakaran dan penguburan.

Hampir tak ada upaya terorganisir dalam skala luas untuk mengkampanyekan buang sampah dengan benar.

“Saya sih dengar katanya baiknya sampah dipilah yang plastik sama kertas dibedakan dengan sayuran atau makanan. Lha kalau saya ikuti juga buat apa? Nanti sama tukang sampah kan disatuin lagi,” kata Renny Ratnawati, seorang warga di Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur.

Pemilahan sampah dari rumah tangga, menurut Enri Damanhuri, sangat menentukan tingkat kesuksesan manajemen sampah suatu kota.

“Tanpa dipilah lebih dulu sampah jadi lebih sulit diolah, akibatnya lebih banyak yang harus dibuang. Tidak ada negara yang sukses dalam mengolah sampah tanpa mendidik masyarakat untuk memilah sampah,” tambahnya.

Enri juga menyorot minimnya teknologi sampah yang diterapkan kota-kota besar di Indonesia. Ia mengakui investasinya cukup mahal.

Di ibukota sekali pun sampah masih diangkut dengan gerobak dorong dan dibawa ke lokasi pembuangan akhir dengan truk yang bak pengangkutnya sudah bocor di sana-sini.

Dengan menggunakan Singapura sebagai perbandingan, studinya tentang sampah menunjukkan ongkos manajemen sampah di Singapura mencapai Rp500.000/ton, sedangkan Jakarta hanya Rp110.000/ton.

Kota-kota kecil di Indonesia, menurut Enri, hanya mampu menyediakan dana pengolahan rata-rata hanya Rp10.000 per ton.

Dengan investasi besar, Negeri Singa mampu mengolah sampah menjadi macam-macam komoditas, termasuk listrik.

Surabaya pelopori pengolahan sampah

Teknik pengolahan sampah ini mulai digunakan Pemerintah Kota Surabaya. Kota ini diklaim menjadi satu-satunya daerah di Indonesia yang memiliki alat pengubah sampah menjadi energi listrik yang sudah difungsikan sejak tahun lalu.

“Dengan sampah sekitar 1200 ton bisa diubah jadi listrik 2MW. Kami sedang kejar potensi puncaknya sampai 10MW,” kata Chalid Buchari, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya.

Kota itu juga terhitung sukses menerapkan prinsip pengurangan sampah dari sumbernya, dari 2.300 ton per hari sebelum 2010 menjadi sekitar separuhnya saat ini.

Chalid mengatakan tantangan terberat adalah menyadarkan masyarakat akan pentingnya mengelola sampah bersama-sama.

“Kampanyenya harus rajin, konsisten dan serentak. Tiap minggu kerja bakti, buatkan sarana yang cukup, dorong masyarakat terlibat. Pokoknya aparatnya jangan malas dan mau enak-enakan,” ia menegaskan.

Program juga harus rutin dievaluasi bahkan diubah jika perlu, tambah Buchari. Kota Surabaya mempelopori berdirinya ratusan pos bank sampah yang menerima dan membeli sampah warga dengan beberapa syarat.

Dengan bantuan teknologi aplikasi yang dikembangkan mahasiswa lokal, skema ini tengah disiapkan agar memungkinkan warga menjual sampahnya hanya melalui telepon genggam.

“Jadi warga bisa bikin akun terus menimbang dan menentukan jenis sampahnya sendiri nanti dikonversi dengan rupiah. Harga jualnya kami yang tentukan dijamin tidak fluktuatif seperti harga bandar pemulung,” kata Chalid berpromosi.

Dengan kata lain, warga didorong agar menjadi pemulung sampah rumah tangganya sendiri demi kebersihan lingkungan.

Tidak seperti kota-kota lain, Surabaya nampaknya diuntungkan oleh peran Tri Rismaharini, sang walikota yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan selama bertahun-tahun.

Risma dikenal bertangan dingin menyulap Surabaya menjadi bersih dan hijau dan tak segan berinvestasi dalam teknologi sampah. Kesuksesan ini antara lain mendorong badan PBB bidang pemukiman, UN Habitat, memilih Surabaya sebagai lokasi Konferensi Pemukiman Dunia tahun depan.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.