Kerusuhan Rutan Pekanbaru Buruknya Pemenuhan HAM

Sebanyak 150 tahanan dari 448 orang yang melarikan diri pada Jumat pekan lalu hingga kini belum berhasil ditangkap.
Dina Febriastuti
2017.05.08
Pekanbaru
170508_ID_jailbreak_1000.jpg Aparat Kepolisian menangkap dua tahanan yang kabur dari Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Pekanbaru di Riau, 5 Mei 2017.
Dina Febriastuti/BeritaBenar

“Perilaku ini sudah betul-betul biadab. Sangat biadab,” tegas Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly, sambil menggebrak meja ketika memberi arahan di hadapan petugas Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Pekanbaru, Riau, Minggu, 7 Mei 2017.

Yasonna mengaku langsung datang di Rutan, yang Jumat lalu rusuh dan ratusan narapidana kabur setelah kunjungan kerja ke luar negeri. Begitu tiba di Indonesia, dia segera terbang ke Pekanbaru.

“Pakai ini (menunjuk kening, red). Otak saja tak cukup, pakai ini juga (menunjuk dada, red). Pakai otak saja tak cukup, perlu hati juga, karena mereka manusia juga. Hidup mereka pun seperti kita,” lanjutnya.

“Kalau mendengar mereka ini, ndak kuat. Benar-benar ndak kuat. Semua disunat. Dikurangi. Makanan disorong dari bawah. Supaya apa, supaya tarif gede (besar, red). Semakin tinggi over kapasitas, minta dirotasi, tarif semakin kencang.”

Dalam pertemuan itu turut dihadiri Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman, Kapolda Riau Irjen. Pol. Zulkarnain Adinegara, dan berbagai unsur Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen Pas) Kemenkumham.

Amarah Yasonna menjadi viral di media sosial.

“Kalau memang ini tempat membina mereka, betul-betullah. Kalau begini, bukan tempat membina. Tapi, membinasakan,” katanya di tengah kerumunan warga dan wartawan.

Warga binaan, keluarga, petugas yang hadir di Rutan dalam tiga hari belakangan semuanya mengungkapkan perlakuan buruk terhadap narapidana dan tahanan dari petugas penjara sebagai pemicu kerusuhan.

Malah, dokumen internal kepolisian yang menyebar di kalangan wartawan jelas mengungkapkan persoalan layanan, penganiayaan, fasilitas kesehatan kurang dan waktu ibadah dibatasi yang menjadi persoalan sekaligus tuntutan warga binaan Rutan yang sudah lebih 15 tahun keberadaannya.

Buruknya pelayanan juga diungkapkan Eti, keluarga dari seorang tahanan.

“Keluarga kita waktu pertama masuk di sini harus tidur di WC. Seminggu ia tidur di WC. Baru bisa tidur di sel setelah kita bayar tiga ratus ribu,” katanya kepada BeritaBenar.

Kalau membayar lebih mahal, tambahnya, para tahanan bisa mendapatkan sel lebih layak di lantai 1, Blok A, yang banyak diisi para narapidana kasus tindak pidana korupsi.

“Kalau kita mau, kita bisa dapat kamar lebih lega, di lantai 1. Bayar dua juta. Kita mana ada uang,” ujar Eti.

Perempuan yang tinggal sekitar enam kilometer dari Rutan itu menceritakan tentang pungutan liar, dimana paling banyak dan umum terjadi adalah biaya untuk membesuk.

Petugas Rutan berpenghuni 1.870 dari kapasitas seharusnya 360 orang itu memungut uang sebesar Rp50 ribu per warga binaan bila hendak dijenguk. Mereka meminta tambahan uang lagi bila keluarga ingin memperpanjang masa besuknya.

“Kalau mau nambah waktu, tambah tiga puluh ribu. Itu baru bisa kita tatap muka sampai jam besuk selesai pukul dua belas,” katanya.

Tak dapat dipenuhi

Pemenuhan hak warga binaan belum maksimal diakui Dirjen Pas Kemenkumham, I Wayan Kusmianta Dusak, seraya menyatakan aturan standar bagi narapidana tak dapat dipenuhi.

“Faktanya demikian. Ada hal-hal yang berjalan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku,” katanya.

“Sekarang, ukurannya apa yang digunakan? Itu yang harus jelas. Kalau dibilang melanggar HAM, ya bisa saja. Dalam standar, kalau kapasitasnya 500, maka bila kenyataannya dihuni 501 saja itu sudah melanggar HAM.”

Pengamat hukum, Mexsasai Indra, menyatakan harus jelas hubungan negara dan warganya. Ada perbedaan sangat jelas antara rutan dan lapas (lembaga pemasyarakatan). Penghuni rutan masih dalam proses hukum, belum dijatuhi hukuman.

“Warga negara diberi hak-hak dan perlindungan dari negara. Termasuk, kepada yang sedang dalam proses hukum. Ada kewajiban negara memenuhi hak warga negara. Kejadian ini ada kegagalan negara memberikan hak-hak warga yang sedang dalam proses hukum,” katanya kepada BeritaBenar.

Terkait jumlah penghuni Rutan yang melarikan diri, data terakhir diungkapkan Ferdinand Siagian, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Riau.

Hingga Senin siang, 8 Mei 2017, sebanyak 150 dari 448 tahanan yang melarikan diri belum kembali. Aparat keamanan gabungan masih terus mencari keberadaan mereka.

Sedangkan, mereka yang sudah kembali sebagian ditangkap aparat keamanan atau diantar keluarga menyusul kerusuhan yang terjadi saat para petugas melaksanakan shalat Jumat.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.