Kepala keamanan Rusia bertemu Prabowo

Analis menyebut pertemuan ini riskan, Sergei Shoigu masuk daftar penangkapan dari Mahkamah Internasional terkait kejahatan perang di Ukraina.
Tria Dianti
2025.02.25
Jakarta
Kepala keamanan Rusia bertemu Prabowo Foto yang dirilis pada 25 Februari 2025 oleh Istana Kepresidenan Indonesia, menunjukkan Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Sergei Shoigu (kedua dari kiri), yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan Rusia antara 2012 dan 2024, bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto (kedua dari kanan) di Istana Kepresidenan di Jakarta.
Handout/Istana Kepresidenan/AFP

Pemerintah Indonesia dan Rusia sepakat untuk meningkatkan kerja sama militer dan keamanan demi menciptakan stabilitas kawasan. Kesepakatan ini dicapai dalam pertemuan antara Sekretaris Dewan Keamanan Rusia, Sergei Shoigu, dan Menteri Pertahanan Sjafri Sjamsuddin, di Jakarta pada Selasa.

Selain itu, Shoigu, yang merupakan loyalis penting dari Presiden Rusia Vladimir Putin, juga bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto pada siang harinya.

Juru bicara Kementerian Pertahanan, Frega Wenas, menyatakan bahwa pertemuan tersebut membahas berbagai isu pertahanan, termasuk latihan gabungan di Laut Jawa akhir tahun lalu dan penggunaan peralatan pertahanan buatan Rusia oleh Indonesia.

Selain itu, dibahas pula kerja sama teknis, pertukaran personel untuk pendidikan dan pelatihan, serta pengembangan hubungan antar individu, ujarnya.

"Sebagai negara bebas aktif, kita menghargai setiap negara, setiap negara yang ada konsep global dan juga akan berkontribusi dalam stabilitas keamanan dunia,” kata Frega.

”Kiprah Rusia baik dalam pengalaman tempur. Kita lakukan pertukaran pengetahuan dan harapannya ke depan juga mungkin adalah pertukaran teknologi baik pesawat maupun teknologi lainnya,” ujarnya seraya menambahkan tidak dibahas secara khusus terkait rencana pembelian pesawat sukhoi 35.

Sementara itu, peneliti dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Muhammad Waffaa Kharisma, berpendapat bahwa kunjungan ini terjadi di tengah situasi di mana Rusia tampaknya akan mendapatkan kemenangan strategis terkait keputusan Presiden AS Donald Trump dalam perang di Ukraina.

Trump tanpa dasar mengatakan bahwa Ukraina yang memulai perang tersebut, walaupun faktanya adalah perang tersebut dimulai oleh invasi militer Rusia ke wilayah Ukraina pada 24 Februari 2022, yang menyebabkan puluhan ribu korban tewas di masing-masing pihak hinga saat ini.

“Jadi momentumnya sedang baik untuk Rusia untuk manfaatkan, salah satunya mendorong hubungan yang lebih intens lagi dengan negara-negara yang tidak alergi dengan Rusia setelah perang Ukraina, terutama negara-negara Asia,” kata Waffaa kepada BenarNews.

Dukungan Trump terhadap Putin tergambar saat Amerika Serikat menolak resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengutuk invasi Rusia ke Ukraina dalam sidang Majelis Umum PBB yang digelar Senin, 24 Februari, tepat tiga tahun sejak invasi militer Putin.

Sebanyak 93 suara setuju resolusi berjudul “Advancing a comprehensive, and lasting peace in Ukraine” sementara 65 negara abstain, dan 18 negara termasuk Rusia dan AS menolak resolusi itu.

Hasil itu lebih rendah dibandingkan dengan pemungutan suara terdahulu, di mana lebih dari 140 negara mengecam agresi Rusia.

Trump juga menyatakan bahwa dirinya sedang membahas kesepakatan ekonomi besar sebagai bagian dari upaya untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina.

Hal ini mengejutkan banyak pihak, termasuk kalangan politisi partai Republik yang merupakan partai pengusung Trump.

Di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden, baik Demokrat dan Republik -  dua partai utama di AS, bersatu dalam mengecam invasi Rusia ke Ukraina.

Saat ini, lanjut Waffaa, hampir setiap negara sedang terpecah untuk mengamankan diri dari apa yang disebut Trumpian politics.

“Sementara tekanan ke Rusia mungkin menurun momentumnya. Apalagi di rezim Trump yang mau dihukum malah Ukrainanya. Jadi Rusia mungkin jadi bisa kembali jadi pilihan mitra bagi negara berkembang yang sebelumnya merasa pilihan ini secara moral dipertanyakan,” ujar dia. 

Selain itu, Waffaa mengatakan Indonesia di bawah Prabowo dinilai tidak sungkan untuk melakukan pertemuan strategis dengan mitra-mitra tradisional, terutama yang termasuk negara-negara besar seperti Rusia.

“Agak riskan sebetulnya secara etik mengingat Sergei Shoigu masuk daftar ICC,” kata dia merujuk pada surat perintah penangkapan dari Mahkamah Internasional kepada Shoigu terkait kejahatan perang di Ukraina.

ID-Rusia.jpg

Menteri Pertahanan RI, Sjafrie Sjamsoedin bersama Sekretaris Dewan Keamanan Rusia, Sergei Shoigun berfoto bersama setelah pertemuan bilateral di kantor Kementerian Pertahanan di Jakarta, Selasa, 25 Februari 2025. [Tria Dianti/BenarNews]

Sementara itu pakar hubungan internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, menilai kunjungan Shoigu sebagai upaya Rusia untuk memperkuat hubungan dengan negara-negara Asia di tengah konflik dengan Ukraina.

"Ini momentum bagi Rusia untuk meningkatkan hubungan dengan Asia karena sejak perang, negara-negara Barat telah menjauhkan kepentingan Rusia di Asia," katanya kepada BenarNews.

Menurut dia, Malaysia dan Indonesia dipilih sebagai kunjungan yang pertama di Asia karena merupakan negara basis dengan agama Islam terbesar. 

“Malaysia dan Indonesia bagus dalam menggalang solidaritas negara Muslim seperti di OKI, Liga Arab dan di benua Afrika sehingga tidak menjadikan Putin sebagai penjahat perang,” kata dia.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.