Aceh Menampung Ratusan Ilegal Imigran
2015.05.11
Hampir 1.600 imigran gelap terdampar di Malaysia dan Indonesia dalam dua hari terakhir, dan ribuan lainnya mungkin masih di laut setelah Thailand melakukan tindakan keras menentang perdagangan manusia.
Ratusan warga Bangladesh dan etnis Rohingya dari Myanmar terdampar di Aceh setelah selama empat hari di Selat Malaka tanpa makanan.
Sementara itu, Angkatan Laut Indonesia mencegat cegat kapal migran lain yang tiba pada hari Senin dan mengirimkannya ke Malaysia, menurut Associated Press.
Sebelumnya perahu diberangatkan ke Malaysia air dan makanan disediakan untuk untuk para migran, kata juru bicara Angkatan Laut Pertama Manahan Simorangkir.
"Kami tidak bermaksud untuk mencegah mereka memasuki wilayah kita, tetapi karena negara tujuan mereka bukan Indonesia, kami meminta mereka untuk meneruskan perjalanan ke negara tujuan," katanya.
41 anak-anak di bawah 12 tahun
Perahu pertama ditemukan pukul 04:00 waktu setempat Minggu dinihari.
Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Aceh Utara, Ajun Komisaris Besar Achmadi, menyatakan Senin, 11 Mei, bahwa jumlah manusia perahu imigran berkebangsaan Myanmar dan Banglades yang telah terdata mencapai 573 orang.
“Jumlah mereka bisa saja bertambah karena diduga masih ada yang berbaur dengan masyarakat saat tiba di daratan. Sekarang sedang dilakukan pencarian sambil terus dilakukan pendataan,” katanya kepada BeritaBenar.
Sebagian mereka dalam kondisi kelaparan saat ditemukan karena sudah empat hari berada di laut tanpa makanan.”
Menurut Achmadi, manusia perahu untuk sementara ditampung di Gedung Olahraga Lhoksukon.
Di tempat tersebut, sudah dibangun dapur umum oleh Dinas Sosial Aceh Utara.
Darsa, seorang anggota tim penyelamat yang ikut mengevakuasi manusia perahu menyatakan, di antara mereka terdapat 83 perempuan dan 41 anak-anak di bawah 12 tahun. Empat orang perempuan sedang hamil.
"Sebagian dari mereka dalam kondisi lemas ketika dievakuasi, dan sedang ditangani tim medis," kata Darsa.
Nelayan tradisional yang mau pergi melaut menemukan sebuah perahu kayu besar penuh dengan orang-orang dalam kondisi berdesak-desakan di lautan Selat Malaka, kawasan pantai Seuneudon.
Penduduk setempat berusaha menarik perahu yang mati mesinnya karena kehabisan bahan bakar.
Warga juga melaporkan kedatangan migran itu ke aparat kepolisian.
Darsa menyatakan bahwa di antara mereka ada yang berbicara bahasa Melayu. Dari keterangan mereka diketahui bahwa imigran itu berangkat dari Thailand sekitar lima hari lalu.
Tujuan mereka ke Malaysia untuk mencari pekerjaan.
"Orang itu bilang kepada saya kalau di negaranya mereka dipukuli dan disiksa aparat keamanan. Malah ada yang disiram air panas. Ada juga saudara mereka ditembak mati setelah disiksa," kata Darsa mengutip kesaksian warga etnis Rohingya.
Dari pengakuan mereka juga diketahui bahwa mereka berangkat dari Thailand menggunakan tiga perahu kayu dengan jumlah penumpang hampir sama dengan yang terdampar di Seuneudon.
Kapten kapal lari dengan speedboat
Muhammad Juned (35) seorang Muslim etnis Rohingya asal Myanmar, menyatakan bahwa mereka berangkat dari Myanmar dengan menggunakan 10 perahu ukuran kecil, sekitar sebulan lalu dan sempat transit di Thailand.
Di Thailand, imigran Muslim Rohingya minoritas yang terusir dari negaranya karena tidak diakui kewarganegaraannya disatukan agen perjalanan dalam tiga boat besar, untuk selanjutnya berlayar dengan tujuan Malaysia.
“Begitu tiba di perairan perbatasan antara Malaysia dan Indonesia, agen perjalanan yang membawa kami, termasuk kapten kapal, lari dengan speedboat. Kami tidak bisa berbuat apa-apa karena mereka pakai senjata,” kata pria yang mengaku mempunyai kartu pengungsian dari UNHCR Perwakilan Malaysia.
Keterangan yang sama dikatakan Jahangir Hossin (37).
Agen perjalanan liar menelantarkan mereka di tengah laut, kapal tanpa bahan bakar minyak sehingga mereka terdampar di perairan Aceh Utara.
Kapten kapal melarikan diri dengan speedboat. Kami terkatung-katung empat hari di laut selama empat hari, tanpa makan. Cuma minum saja,” kata Jahangir kepada wartawan lokal.
Sementara itu, Mutaris (26), seorang imigran berkebangsaan Bangladesh, mengaku ia bersama puluhan rekannya berangkat dari negaranya sekitar dua bulan lalu.
“Dalam perjalanan, sejumlah teman saya meninggal dunia saat berada di laut karena kelaparan. Mayat mereka terpaksa kami buang buang ke laut,” katanya.
Tetapi, keterangan para manusia perahu itu belum diperoleh konfirmasi dari otoritas berwenang Indonesia dan Thailand.
Dalam beberapa tahun terakhir, etnis Rohingnya sering terdampar di Aceh.
Setelah ditampung beberapa bulan di Aceh, Badan PBB yang mengurusi masalah pengungsi (UNHCR) dan imigrasi (IOM) mencarikan negara ketiga yang bersedia menampung mereka.