Pakar khawatirkan revisi UU Mahkamah Konstitusi akan kikis independensi lembaga itu

Revisi yang dilakukan saat reses itu dinilai bermuatan politik, bertujuan memperlemah MK.
Arie Firdaus dan Ami Afriatni
2024.05.15
Jakarta
Pakar khawatirkan revisi UU Mahkamah Konstitusi akan kikis independensi lembaga itu Berlatar belakang spanduk bergambar foto delapan dari sembilan hakim Mahkamah Konstitusi, sejumlah warga melakukan protes terkait hasil Pemilu 2024 di sekitar gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta pada 22 April 2024, ketika pada saat yang sama Mahkamah tersebut menggelar sidang gugatan pemilihan presiden.
Yasuyoshi Chiba/AFP

DPR siap merevisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang menimbulkan kekhawatiran kalangan pakar dan praktisi hukum bahwa inisiatif tersebut akan memperlemah independensi hakim konstitusi.

Salah satu usulan perubahan tersebut adalah pengurangan masa jabatan hakim konstitusi dari 15 menjadi 10 tahun. Selain itu, hakim yang telah menjabat di atas lima tahun tapi di bawah 10 tahun akan dievaluasi oleh lembaga pengusul mereka sebelum dapat melanjutkan masa jabatannya.  

Perihal tersebut termaktub dalam rancangan revisi undang-undang yang didapat BenarNews, antara lain, dalam Pasal 87 serta Pasal 23A yang merupakan beleid terbaru yang diselipkan dalam rancangan undang-undang (UU) tersebut.

Ketiga lembaga yang dapat mengusulkan calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) adalah presiden, DPR, dan Mahkamah Agung.

Jika revisi tersebut disahkan, para analis mengatakan peraturan itu akan berdampak pada tiga hakim konstitusi yang mengambil keputusan berbeda, atau dissenting opinion, dalam sengketa pemilihan presiden Februari lalu.

Pakar hukum menilai mekanisme evaluasi tersebut akan digunakan sebagai alat tawar-menawar lembaga pengusul dengan hakim konstitusi.

“Sudah pasti akan mengurangi independensi hakim karena proses konfirmasi bisa saja dijadikan alat menekan hakim untuk mengikuti kemauan lembaga pengusul,” kata pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas di Padang, Khairul Fahmi, kepada BenarNews, Rabu (15/5).

“Kalau tidak mau ikut, dia bisa tidak dilanjutkan,” tambah Fahmi.

Perihal sama disampaikan mantan ketua MK Mohammad Mahfud MD yang menilai ketentuan persetujuan lembaga pengusul dapat mengganggu kemerdekaan hakim konstitusi dalam mengambil keputusan.

Oleh karena itu, Mahfud mengaku sempat menolak pembahasan beleid tersebut saat dirinya menjabat menteri koordinator bidang politik, hukum, dan keamanan.

“Itu sebabnya saya menolak. Ini mengganggu independensi. Kenapa? Orang ini secara halus ditakut-takuti. Jadi, independensinya sudah mulai disandera,” kata Mahfud yang juga mantan calon wakil presiden pada Pemilu 2024, dalam akun Instagram-nya, @mohmahfudmd.

Selain ketentuan yang mensyaratkan persetujuan lembaga pengusul untuk melanjutkan masa jabatan, revisi undang-undang tersebut juga mengatur soal penambahan anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Revisi undang-undang tersebut mengakomodasi calon usulan presiden dan DPR, sehingga total anggota menjadi lima orang, dari saat ini tiga orang, yang terdiri dari satu hakim, satu yang diusulkan MK dan satu orang usulan Mahkamah Agung.

BenarNews menghubungi Juru Bicara Istana Kepresidenan Ari Dwipayana, untuk mendapatkan komentar terkait revisi UU MK ini tapi tak beroleh balasan.

Hakim konstitusi membacakan keputusan terkait gugatan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi di Jakarta, 22 April 2024. [Bay Ismoyo/AFP]
Hakim konstitusi membacakan keputusan terkait gugatan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi di Jakarta, 22 April 2024. [Bay Ismoyo/AFP]

Disepakati saat masa reses

Pemerintah dan DPR menyepakati revisi UU MK dalam rapat kerja tertutup, Senin (13/5), pada pengujung waktu reses, yaitu periode di luar waktu sidang yang seharusnya digunakan untuk berinteraksi langsung dengan konstituen.

Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir – dikutip dari situs DPR – mengatakan rancangan UU tersebut selanjutnya akan dibawa ke rapat paripurna pada 20 Mei untuk disahkan.

Revisi UU MK secara resmi diajukan ke DPR untuk diproses pada Februari 2023, kata situs tersebut.

Revisi ini dilakukan di tengah-tengah kritik atas kemerosotan demokrasi di Indonesia dan ketika MK menjadi sorotan pasca mengubah persyaratan batas usia minimal kandidat presiden/wakil presiden yang awalnya 40 tahun menjadi bisa di bawah itu asal sudah pernah menjabat sebagai kepala daerah atau anggota legislatif.

Karena keputusan MK yang saat itu diketuai oleh ipar dari Presiden Joko “Jokowi” Widodo, Gibran Rakabuming Raka (36), putra Jokowi yang juga adalah Wali Kota Solo, bisa maju menjadi calon wakil presiden mendampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Prabowo, jenderal purnawirawan yang rekam jejaknya terkait HAM dipertanyakan, keluar sebagai pemenang dalam Pemilihan Presiden 2024 dengan perolehan suara sekitar 58 persen mengalahkan dua kandidat lainnya, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.

Bermuatan politik

Peneliti hukum dari Themis Law Office, Feri Amsari, mensinyalir revisi UU MK ini bermuatan politik untuk menyandera hakim yang kerap menentang pemerintah dan DPR, alih-alih bertujuan memperbaiki lembaga peradilan.

"Hakim-hakim yang disandera kebetulan adalah yang punya cara pandang berbeda dengan pemerintah dan DPR, sehingga mereka dikoreksi setelah lima tahun lebih menjabat,” kata Feri kepada BenarNews.

Sementara pengajar hukum Universitas Trisakti di Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, secara gamblang mengatakan bahwa revisi undang-undang tersebut bertujuan mendiskreditkan hakim konstitusi yang melakukan dissenting opinion dalam sengketa hasil pemilu lalu.

"Kita punya preseden buruk ketika DPR menarik hakim konstitusi Aswanto dengan alasan banyak membatalkan legislasi DPR," ujar Fickar kepada BenarNews.

"Ini jelas tidak adil. Kewenangan telah digunakan dengan sewenang-wenang. Apakah itu ingin diulangi lagi?"

Dari sembilan hakim konstitusi, mereka yang menjabat lebih dari lima tahun, namun di bawah 10 tahun adalah hakim Saldi Isra yang telah menjabat tujuh tahun satu bulan, Enny Nurbaningsih menjabat selama lima tahun delapan bulan, dan Suhartoyo sembilan tahun empat bulan.

Jika revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi disahkan, maka ketiganya harus kembali mendapat persetujuan lembaga pengusul untuk dapat melanjutkan masa jabatan, kata Fickar.

Hakim Saldi, Enny dan seorang hakim lainnya, Arief Hidayat, merupakan tiga hakim konstitusi yang kerap menyampaikan dissenting opinion dalam sejumlah kasus besar di MK termasuk perkara sengketa hasil Pemilihan Presiden 2024.

“Ada konspirasi jahat antara oknum legislatif dan eksekutif,” ujar Fickar.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.