Indonesia tuntaskan kontrak pembelian 42 jet tempur Rafale Prancis
2024.01.09
Jakarta

Indonesia kembali menandatangani kontrak pembelian tambahan 18 pesawat tempur Rafale yang sekaligus menuntaskan pembeliaan total 42 unit jet asal Prancis itu, kata Kementerian Pertahanan, Selasa (9/1).
Keputusan yang oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan) disebut sebagai upaya untuk meningkatkan armada tempur Indonesia itu dikecam sebagian analis yang mengatakan bahwa teknologi pesawat tempur Rafale generasi 4.5 itu masih kalah jauh dari F-15 dan F-16 yang juga tengah diincar oleh Indonesia.
Sebagian pengamat juga mengatakan bahwa penandatanganan yang dilakukan pada masa kampanye pemilu ini tidak jauh dari upaya Menteri Pertahanan Prabowo untuk meningkatkan potensinya memenangkan Pemilihan Presiden 2024 bulan depan.
Sebelumnya, Kemhan telah memberlakukan kontrak dengan Dassault Aviation, produsen pesawat terbang dari Prancis, enam unit Rafale pada September 2022 dan 18 unit pesawat sejenis pada Agustus 2023, setelah membatalkan rencana pembelian jet Sukhoi SU-35 Rusia karena ancaman sanksi AS.
“Kedatangan pesawat tempur Rafale beserta persenjataan dan perangkat pendukungnya diharapkan akan meningkatkan kekuatan dan kesiapan TNI AU secara signifikan dalam menjaga kedaulatan negara di udara,” jelas kata pejabat Humas Kemhan Brigjen. Edwin Adrian Sumantha dalam keterangan tertulis.
Edwin mengatakan Rafale pertama akan tiba di Indonesia pada awal 2026.
BenarNews telah meminta keterangan dari Edwin dan juru bicara Menhan Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak soal nilai kontrak 42 pesawat jet Rafale, namun tidak memperoleh balasan.
Kantor berita Reuters melaporkan tahun 2022 bahwa nilai pembelian 42 Rafale adalah $8.1 milyar, mengutip Kementerian Pertahanan Prancis.
TNI AU saat ini mengoperasikan gabungan jet tempur dari berbagai negara, seperti Northrop F-5 Tiger dan F-16 buatan AS, Sukhoi SU-27/30 buatan Rusia, dan Hawk 100/200 buatan Inggris. Namun, Kemhan mengatakan pada bulan Juni bahwa beberapa pesawat ini telah atau akan segera mencapai fase akhir masa pakainya, dan perlu diganti atau ditingkatkan.
Kepala eksekutif Dassault Aviation Eric Trappier mengatakan Rafale akan membantu Indonesia mengkonsolidasikan perannya sebagai kekuatan regional yang besar.
“Pilihan (membeli Rafale) ini juga mengkonsolidasikan kerja sama industri dan akademik yang ambisius. Kami berkomitmen penuh untuk menyukseskan kemitraan ini, dengan visi jangka panjang yang tegas,” kata Eric dalam keterangannya.
Pembelian Rafale terjadi di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan, terutama di Laut China Selatan, di mana China telah menegaskan klaimnya yang luas atas perairan yang disengketakan tersebut.
Indonesia walaupun menyatakan bukan sebagai pihak yang berselisih di Laut China Selatan, namun Jakarta-Beijing kerap terlibat konflik terkait hak penangkapan ikan di sekitar Kepulauan Natuna, yang terletak di zona ekonomi eksklusif Indonesia namun juga diklaim oleh Tiongkok.
Prabowo sebelumnya mendapatkan kritik tajam dalam debat calon presiden pada Minggu (7/1) karena mengadakan 12 unit pesawat jet tempur bekas Qatar Mirage 2000-5, yang akhirnya diputuskan pemerintah untuk ditunda karena keterbatasan anggaran.
Ganjar Pranowo, misalnya, menilai keputusan Prabowo membeli pesawat bekas sebagai gegabah lantaran tak mendengar aspirasi dari prajurit dan petinggi di tiga matra. Ia mengaku mengetahui hal itu setelah berbicara dengan sejumlah perwira dari tiga matra
Sedangkan Anies Baswedan mengatakan pembelian jet bekas itu merupakan kebijakan yang tidak tepat.
Teknologinya masih ketinggalan
Muradi, analis militer dan guru besar ilmu politik dan keamanan di Universitas Padjajaran mengkritik pembelian jet Rafale karena teknologinya masih kalah dengan pesawat F-35 atau Sukhoi SU-57, bahkan dari F-15 dan F-16, yang merupakan pesawat generasi kelima.
“Jadi jangan nanggung, harusnya beli F-35 yang sudah pesawat generasi kelima. Secara manuver, kecepatan, bahan bakar, itu lebih canggih dari Rafale,” ujar Muradi kepada BenarNews.
Menurut dia, Indonesia tak akan ketinggalan dengan Singapura jika berhasil membeli pesawat generasi kelima yang telah lebih dahulu memilikinya.
Raden Mokhamad Lutfhi, pengamat keamanan internasional Universitas Al Azhar Indonesia, mengatakan Dassault sebagai produsen mungkin menginginkan kontrak tersebut selesai sebelum pergantian kepemimpinan nasional.
“Ketidakpastian politik yang diakibatkan hasil pemilu, mungkin dikhawatirkan Dassault akan mempengaruhi kontrak pembelian Rafale,” jelas Luthfi kepada BenarNews.
“Pembelian Rafale memang diperlukan untuk menggantikan rencana pembelian Sukhoi SU-35 yang terhenti karena ancaman sanksi AS,” ucap Luthfi.
Kepentingan politik
Baik Muradi dan Luthfi sama-sama menilai bahwa pengadaan jet Rafale ini bagian dari kepentingan suara Prabowo dalam pemilu 14 Februari mendatang.
“Lagian jet Rafale itu beli hari ini bukan besok langsung datang. Datangnya baru akan dua tahun lagi. Jadi pembelian ini lebih banyak ke (kepentingan) pemilu-nya,” jelasnya.
Luthfi menyampaikan pemilihan tanggal kontrak ketiga untuk 18 pesawat tempur Rafale yang berlangsung tepat setelah debat pilpres juga terkait dengan kepentingan elektoral Prabowo.
“Bagi pihak Dassault, finalnya kontrak ketiga tentu akan menggembirakan mereka yang berhasil mengamankan pembelian total 42 Rafale ini. Bertemunya kedua kepentingan ini menurut saya perlu dicermati lebih apakah wajar dan sesuai prosedur atau justru di luar kelaziman,” jelasnya.
Namun, Direktur Eksekutif Indonesian Political Opinion Dedi Kurnia Syah berbeda pendapat.
“Jika ada nuansa politik terhadap pembelian pesawat tersebut, imbas elektoral tidak cukup besar, sebagian publik justru tidak mengikuti perkembangan pertahanan nasional, artinya belanja Prabowo dipastikan juga akan minim dampak politiknya,” katanya kepada BenarNews.
Hal senada disampaikan Khairul Fahmi, analis dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), yang mengatakan Indonesia menghadapi kesenjangan antara kondisi kekuatan faktual dengan kebutuhan peremajaan persenjataan.
“Jadi terlalu tendensius jika kontrak yang kebetulan dinyatakan efektif di awal tahun anggaran 2024 ini dibingkai sebagai bentuk kampanye,” terang Khairul.