Produksi susu anjlok akibat PMK, peternak sapi merugi
2022.07.22
Malang, Jawa Timur
Peternak sapi perah di Kabupaten Malang, Jawa Timur, dilanda kerugian finansial dan produksi susu sapi yang lebih rendah menyusul wabah penyakit mulut dan kuku yang telah menyebabkan kematian ribuan sapi, domba, dan kambing di setidaknya 22 provinsi di Indonesia.
Miftakhul Amin (46) peternak sapi perah di Desa Waturejo di Kecamatan Ngantang, rajin memberi makan ternaknya dengan rumput hijau dan menyemprotkan disinfektan setelah salah satu dari 14 sapi peliharannya yang terpapar wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) mati.
Ia harus menghidupkan kipas angin sepanjang hari, untuk menjaga kandang sapi tetap kering. Ia juga rutin memandikan dan membersihkan kuku sapi perah peliharaanya.
“Saya rugi puluhan juta,” katanya kepada BenarNews tentang produksi susu yang rendah karena sapi yang sakit.
Amin mengeluhkan lambatnya penanganan yang dilakukan pemerintah daerah. “Belum ada perhatian dari Dinas Peternakan Kabupaten Malang, hanya imbauan. Tidak ada bantuan obat,” katanya.
Banyak peternak sapi lainnya mengalami nasib lebih buruk karena terlambat menangani PMK yang menjangkit ternak mereka dan sebagian terpaksa menjual sapi dengan harga murah.
Wabah PMK telah menyebar ke 22 provinsi di Indonesia, dengan kasus terbanyak di Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Aceh, menurut data Kementerian Pertanian.
Setidaknya 411.701 ekor ternak telah terinfeksi penyakit itu dan 2.900 di antarannya mati, kata Kementerian.
Meski PMK berbahaya dan penularannya sangat cepat bagi hewan yang berkuku genap dan belah seperti sapi, domba, kambing dan babi, virus PMK tidak menulari manusia, demikian pernyataan Kementerian.
Kementerian juga mengatakan bahwa daging dari hewan ternak yang terjangkit PMK aman dikonsumsi jika dimasak matang dan diolah dengan benar.
Merugi
Sugiono, ketua Koperasi Unit Desa di Kecamatan Ngantang, mengatakan informasi yang dia terima menyebutkan sapi perah pertama kali terinfeksi PMK di Desa Sumberagung pada 27 April 2022, namun virus cepat menulari sapi perah milik peternak lain.
“Sekarang merata di 13 desa,” katanya kepada BenarNews.
Koperasi beranggotakan 3.500-an peternak, dengan populasi sapi mencapai 17.800-an ekor. Sebanyak 8.624 ekor diantaranya terinfeksi PMK dan 273 ekor mati tak terselamatkan, sehingga produksi susu anjlok dari semula 104 ton per hari menjadi 46 ton, kata Sugiono.
Selain itu, setiap hari sebanyak 5.300 liter susu yang diperoleh dari sapi yang tengah menjalani pengobatan dan vaksinasi dibuang karena tercemar antibiotik dan obat-obatan.
Koperasi membeli susu residu dari peternak seharga Rp6 ribu per liter. Sehingga rata-rata setiap bulan merugi Rp954 juta, ujar Sugiono.
“Susu residu dibuang, tak layak dikonsumsi,” katanya.
Sugiono optimis para peternak bisa melewati masa sulit ini. Namun, tak jarang peternak yang panik menjual murah sapi. Tiga ekor dijual seharga Rp6 juta sampai Rp10 juta. “Jika normal, per ekor seharga Rp20 juta,” katanya.
Pengelola wisata rafting di Malang, Anas Sandi Firman, mengaku kerap menemukan bangkai sapi mengambang di sungai Konto, yang menjadi jalur arung jeram. Bangkai sapi banyak ditemukan sejak wabah PMK menyerang Kabupaten Malang. “Bangkai sapi ditemukan mengapung, kita kubur di tepi sungai,” ujar Anas.
Untuk menangani wabah, pemerintah pada akhir Juni membentuk Satuan Tugas Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku, diketuai oleh kepala Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB).
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa pemerintah akan melakukan pembatasan berbasis mikro bagi mobilitas hewan ternak di daerah yang terdampak PMK atau daerah zona merah.
Pemerintah juga mengintensifkan vaksinasi bagi hewan ternak dengan pengadaan vaksin 29 juta dosis menggunakan anggaran pemulihan ekonomi nasional, kata Airlangga.
Cepat menular
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya, Dyah Ayu Oktavianie, meminta pemerintah mencegah peternak membuang bangkai ke sungai. Tindakan yang dikhawatirkan bakal mempercepat penularan.
Ia meminta bangkai sapi dikuburkan di daerah aman dan desinfeksi untuk membunuh virus agar tak menular. Tempat penguburan, katanya, juga dilokasir.
“Karakteristik PMK mudah menyebar melalui udara. Bagian tubuh hewan yang terinfeksi seperti kotoran, darah, kulit menjadi media penularan,” katanya.
Penanganan sapi mati, katanya, penting untuk meminimalisir penularan.
Dyah meminta agar pemerintah tegas dalam menerapkan karantina sapi yang terpapar PMK, termasuk pembatasan lalu lintas hewan ternak.
Dyah menjelaskan hewan ternak yang terpapar PMK bisa disembuhkan dalam jangka tujuh sampai 14 hari, tergantung daya tahan tubuh sapi dan asupan nutrisi serta keparahan penyakit.
Untuk itu, saat ditemukan gejala PMK seperti sapi berliur, tak ada nafsu makan dan kaki pincah segera diobati, ujarnya.
Peternak yang peliharaannya mati akibat penyakit mulut dan kuku akan mendapatkan bantuan Rp10 juta dari pemerintah melalui BNPB, kata Kepala BNPB Suharyanto, Rabu.
"Peternak yang ternaknya mati terkena PMK kita berikan bantuan maksimal Rp10 juta," kata dia seperti dikutip Antara.
Namun masyarakat tidak bisa mengklaim sendiri untuk mendapatkan bantuan Rp10 juta tersebut, tapi harus melalui rekomendasi dinas di daerah.
Genjot vaksinasi
Direktur Jenderal Peternakan, Nasrullah, dalam pernyataan tertulis menyatakan telah menyalurkan vaksin 651.700 dosis. “Kementerian Pertanian telah mendistribusikan vaksin darurat PMK ke berbagai daerah kantong ternak nasional,” katanya.
Di laman siagapmk.id dilaporkan sebanyak 605.104 ekor ternak telah divaksinasi.
Dyah menjelaskan vaksinasi menjadi salah satu cara mencegah sapi sehat tertular dengan meningkatkan daya tahan terhadap serangan virus, terutama bagi sapi dara atau pedet yang daya tahan tubuh lebih rendah dibanding sapi dewasa.
Kementerian Pertanian memprioritaskan vaksinasi terhadap sapi perah untuk mengamankan produksi susu nasional.
Jawa Timur adalah lumbung susu dan basis industri pengolahan susu. Vaksinasi menjadi pekerjaan panjang, setelah 3-4 pekan dosis pertama disusul oleh booster dan suntikan ketiga enam bulan kemudian.
Setiap enam bulan ternak kembali divaksin, selama lima tahun.
“Target lima tahun zero, nol PMK,” kata Dyah.
Serangan PMK terhadap sapi perah, kata Dyah, menyebabkan dampak berganda secara ekonomi lantaran produksi susu turun 30 persen sampai 40 persen.
Jika tak cepat ditangani, penyakit PMK dikhawatirkan bakal menimbulkan dampak kerusakan permanen yang memicu produksi susu anjlok, ujarnya.