Presiden Tak Keluarkan Perppu, Pilkada Empat Daerah Ditunda
2015.08.11

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di empat daerah ditunda sampai tahun 2017, setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk tidak menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) mengenai Pilkada dengan calon tunggal.
Keempat daerah itu adalah Kabupaten Tasikmalaya di Jawa Barat, Kabupaten Blitar di Jawa Timur, Kota Mataram di Nusa Tenggara Barat, serta Kabupaten Timor Tengah Utara di Nusa Tenggara Timur
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhy Purdijatno mengumumkan keputusan presiden itu kemarin di Istana Kepresidenan.
"Bumbung kosong dan perppu sampai saat ini tidak dipakai pemerintah. Presiden tidak menginginkan itu digunakan," kata Tedjo seperti dikutip harian Kompas.
Dalam jumpa pers di hari terakhir perpanjangan pendaftaran pada Selasa sore, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Malik mengatakan pihaknya akan melaksanakan Peraturan KPU Nomor 12 pasal 89(4) tahun 2015 yang menyatakan bahwa apabila tidak ada pasangan calon yang mendaftar KPU menerapkan penundaan seluruh tahapan Pilkada sampai pemilihan serentak berikutnya.
"Dengan demikian terhadap sisa daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon dilakukan penundaan proses Pilkada sampai (Pilkada serentak gelombang dua) pada 2017," ujar Husni usai rapat komisioner KPU untuk memutuskan penundaan seperti dikutip CNN Indonesia.
Di saat-saat terakhir KPU menerima pendaftaran tiga pasang bakal calon kepala daerah yang mendaftar. Dua pasangan bakal calon berada di Jawa Timur, yaitu di Pacitan dan Surabaya.
Sementara di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, satu pasang lagi bakal calon juga mendaftar dan sudah diterima KPUD setempat, namun mereka masih harus menyerahkan dokumen tambahan.
Sepasang sapi menantang Risma
Di hari pendaftaran terakhir Selasa kemarin, Pilkada di Surabaya sempat terancam ditunda hingga tahun 2017. Sampai detik-detik terakhir hanya pasangan pertahana Tri Rismaharini (Risma) dan Whisnu Saktibuana yang sudah mendaftar.
Ratusan warga Surabaya yang kecewa menggelar aksi di depan kantor KPU Surabaya dengan membawa sepasang sapi untuk “didaftarkan” sebagai pasangan bakal calon menantang walikota Risma yang populer itu beserta wakilnya.
Warga yang tergabung dalam Forum Warga Peduli Pilkada Surabaya tersebut menyatakan menolak penundaan Pilkada Kota Surabaya dan menuntut partai-partai politik lain bertanggung jawab kepada publik dengan mendaftarkan kandidat mereka.
"Ini adalah bentuk sindiran rakyat, kami sebagai rakyat kecewa karena tidak memiliki wakil karena itu kami daftarkan sepasang sapi,” koordinator aksi Afrizaldi katanya kepada BeritaBenar via telepon.
“Parpol tidak berani mendaftar, tetapi sapi-sapi kami berani ke KPU. Ini koalisi kami, Koalisi Sapi," tambah Afrizaldi.
Perpanjangan pendaftaran bakal calon sudah dilakukan dua kali. Sebelumnya, pendaftaran di daerah-daerah yang hanya memiliki sepasang bakal calon sudah diperpanjang selama 10 hari.
Namun di detik-detik terakhir pada Selasa sore Koalisi Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional mendaftarkan pasangan Rasiyo dan Dhimam Abror untuk menantang Risma – Whisnu yang diusung PDIP.
UU Pilkada ‘memberatkan calon’
Menurut anggota DPR Jazuli Juwaini ada empat alasan penyebab sepinya pendaftar calon Pilkada.
"Faktor utama karena lemahnya komunikasi politik, sehingga calon sulit untuk mendapatkan parpol yang mau mengusungnya. Kedua adalah masalah prosedur UU Pilkada yang dianggap memberatkan calon. Ketiga, kuatnya inkamben, dan terakhir adalah adanya keputusan bahwa anggota legislatif tidak boleh menjadi calon,” terang Jazuli kepada BeritaBenar.
Pada bulan Juli tahun ini Mahkamah Konstitusi memutus bahwa anggota DPR, DPD dan DPRD yang mencalonkan diri dalam Pilkada harus mundur dari jabatannya.
“Anggota legislatif takut kehilangan posisinya jika kalah dalam Pilkada,” tukas Jazuli.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menganggap putusan itu sangat berbahaya.
“Karena kemudian yang mengisi adalah mereka yang yang tidak kompeten sebagai kepala daerah, termasuk mantan koruptor,” kata Titi kepada BeritaBenar.
Titi mengatakan ada sembilan bekas narapidana koruptor yang akan maju dalam Pilkada 2015 nanti.
“Mereka bahkan didukung oleh parpol, bukan hanya itu masyarakat tidak beraksi sama sekali melihat fenomena ini. Sangat disayangkan,” tukasnya.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Pasal 7 bahkan menyatakan bahwa mantan narapidana berhak mencalonkan tanpa harus menunggu lima tahun.
“Saya mendorong masyarakat agar jangan bungkam. Kalau tidak kita akan terus hidup dalam sistem demokrasi yang korup,” tutup Titi.
Dokumen seluruh bakal calon kepala daerah yang sudah mendaftar selanjutkan akan diverifikasi oleh KPU.